۞ قَالَ اَلَمْ اَقُلْ لَّكَ اِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا
Qāla alam aqul laka innaka lan tastaṭī‘a ma‘iya ṣabrā(n).
Dia berkata, “Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku?”
Setelah memperingatkan Nabi Musa untuk tidak mempertanyakan hal yang dia lakukan, hamba yang saleh (Nabi Khidir) kembali memperingatkan Nabi Musa yang mempertanyakan perbuatan Nabi Khidir membunuh seorang anak tanpa sebab yang dibenarkan. Dia berkata, “Bukankah sudah pernah kukatakan kepadamu bahwa engkau tidak akan mampu bersikap sabar bersamaku saat melihat apa yang kulakukan?”
Dalam ayat ini dijelaskan bagaimana Khidir mengingkari pertanyaan Musa, seraya berkata kepada Musa as, “Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya kau tidak akan dapat sabar untuk mempelajari ilmu hakikat bersamaku.” Memang sudah dua kali Musa membantah dan tidak menyetujui perbuatan Khidir, padahal Musa telah berjanji tidak akan mengadakan sangkalan apa-apa terhadap apa yang diperbuat oleh Nabi Khidir. Peringatan Khidir kepada Musa itu adalah peringatan yang terakhir.
Ladunnī لَدُنِّيْ (al-Kahf/18:76)
Ladunnī artinya “dari sisi-Ku.” Kalimat yang menunjukkan arti ẓaraf makan, sama seperti lafal ‘inda dan ladā yang memberi arti kehadiran dan kedekatan. Hanya ada beberapa perbedaan antara ladun, ‘inda dan ladā, antara lain ialah, pertama: ladun hanya digunakan untuk ibtida’ gayah atau permulaan dari kesudahan satu pekerjaan, sementara yang lain bisa untuk ibtida’ gayah dan lainnya. Kedua, ladun tidak bisa digunakan untuk menjadi tambahan satu ungkapan (faḍlah). Posisinya cukup penting (umdatul kalam), sementara yang lain bisa.

