v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
Ayat 29 - Surat Luqmān (Luqman)
لقمٰن
Ayat 29 / 34 •  Surat 31 / 114 •  Halaman 414 •  Quarter Hizb 42 •  Juz 21 •  Manzil 5 • Makkiyah

اَلَمْ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ يُوْلِجُ الَّيْلَ فِى النَّهَارِ وَيُوْلِجُ النَّهَارَ فِى الَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَۖ كُلٌّ يَّجْرِيْٓ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى وَّاَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

Alam tara annallāha yūlijul-laila fin-nahāri wa yūlijun-nahāra fil-laili wa sakhkharasy-syamsa wal-qamar(a), kulluy yajrī ilā ajalim musammaw wa annallāha bimā ta‘malūna khabīr(un).

Tidakkah engkau memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang, memasukkan siang ke dalam malam, dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing beredar sampai pada waktu yang ditentukan? (Tidakkah pula engkau memperhatikan bahwa) sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan?

Makna Surat Luqman Ayat 29
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

Allah menundukkan dan mengendalikan apa saja yang ada di langit dan bumi. Di antara bentuk pengendaliannya ditunjukkan dalam ayat berikut. Wahai manusia, tidakkah engkau memperhatikan bahwa Allah telah memasukkan malam ke dalam siang sehingga pada musim panas waktu siang lebih panjang, dan sebaliknya memasukkan siang ke dalam malam sehingga pada musim dingin waktu malam lebih panjang, dan Dia menundukkan matahari dan bulan agar sinar dan cahayanya memberi manfaat bagi makhluk hidup, di mana masing-masing terus beredar sampai kepada waktu yang ditentukan, yaitu hari kiamat. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan dan akan membalasnya sesuai amal perbuatanmu.

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Dalam ayat ini, Allah menyuruh manusia memperhatikan dan memikirkan kekuasaan-Nya. Dia memasukkan malam kepada siang, dan memasukkan siang kepada malam. Maksudnya ialah bahwa Allah mengambil sebagian dari waktu malam, lalu ditambahkannya kepada waktu siang, maka terjadilah perpanjangan waktu siang itu, sebaliknya malam menjadi pendek, akan tetapi sehari semalam tetap 24 jam. Hal ini terjadi pada musim panas. Sementara itu, Allah juga mengambil sebagian dari waktu siang, lalu dimasukkan-Nya kepada waktu malam, maka menjadi panjanglah waktu malam itu, dan sebaliknya waktu siang menjadi pendek. Hal ini terjadi di musim dingin.

Kejadian seperti di atas amat jelas kelihatannya dan dialami oleh penduduk negeri-negeri yang terletak di daerah-daerah yang mempunyai empat macam musim dalam setahun, yaitu musim panas, musim gugur, musim dingin, dan musim semi, yaitu daerah Sedang Utara dan Sedang Selatan. Adapun di negeri-negeri yang berada di daerah khatulistiwa, maka dalam setahun hanya ada dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Sedang pada saat-saat malam lebih panjang dari siang, atau siang lebih panjang dari malam, perbedaan itu tidak terasa karena perbedaan panjang pendeknya malam atau siang itu tidak seberapa.

Terjadinya empat macam musim dalam setahun, dan terjadinya siang lebih panjang dari malam itu atau sebaliknya di daerah Sedang Utara dan Sedang Selatan, adalah karena Allah memiringkan letak bumi di garis lintang 22 ½ derajat, sebagaimana yang dikenal dalam Ilmu Falak. Semua itu mengandung hikmah-hikmah yang sangat besar.

Allah juga menundukkan matahari dan bulan untuk kepentingan manusia. Sinar matahari merupakan lampu yang menerangi manusia di siang hari, sehingga mereka dapat bekerja dan berusaha. Sinar matahari juga menyuburkan tumbuh-tumbuhan, menimbulkan angin dan awan, serta berbagai kegunaan lainnya. Demikian pula bulan dan cahayanya serta berlainan bentuknya, amat banyak kegunaannya bagi manusia, tetapi sebagian kecil saja dari kegunaan itu yang diketahuinya.

Bulan dan matahari beredar di garis orbitnya masing-masing, sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan Allah, sampai kepada waktu yang telah ditentukan-Nya. Apabila waktu yang telah ditentukan itu datang, maka langit dan bumi akan digulung, sebagaimana firman Allah:

يَوْمَ نَطْوِى السَّمَاۤءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِۗ

(Ingatlah) pada hari langit Kami gulung seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. (al-Anbiyā’/21: 104)

Pada akhir ayat ini dinyatakan bahwa Allah mengetahui segala perbuatan yang telah dikerjakan hamba-Nya, apakah itu perbuatan baik ataupun perbuatan buruk. Tidak ada yang luput dari pengetahuan-Nya. Allah akan memberinya pembalasan yang adil.

Isi Kandungan Kosakata

Khattārin Kafūr خَتَّارٍ كَفُوْرٍ (Luqmān/31: 32)

Kata khattār adalah isim mubalagah yang berasal dari kata khatara-yakhturu yang berarti berkhianat dan menipu, atau sangat tidak setia. Ada yang berpendapat khatara adalah bentuk pengkhianatan yang paling keji. Dalam sebuah hadis disebutkan mā khatara qaum bi al-’ahdi illā sulliṭa ‘alaihim al-’aduw. Kata khatr juga mengandung arti kerusakan. Kata ini juga berarti sesuatu yang diambil tatkala meminum obat atau racun.

Sedangkan kata kafūr terambil dari akar kata kafara-yakfuru yang merupakan antonim dari kata iman. Kata ini terulang dalam Al-Qur’an sebanyak empat kali. Secara bahasa kata kafara berarti menutupi sesuatu secara keseluruhan. Malam (al-lail) disebut kafir karena dengan gelapnya bisa menutupi semua yang awalnya bisa dilihat. Awan disebut juga kafir karena menutupi cahaya matahari. Orang Arab menyebut petani dengan kafir karena petani menutup biji-bijian dengan tanah. Salah satu bentuk hukuman dalam Islam disebut dengan kafarat, seakan-akan pekerjaan itu menutupi dosa yang dilakukannya. Lebih lanjut, kata kafara dipergunakan untuk mereka yang tidak mempercayai keesaan Allah. Hal ini dikarenakan mereka telah menutupi pintu hatinya untuk memahami ayat-ayat Allah.

Kata kafara mengandung dua pengertian: pertama, kafir dalam arti tidak beriman, tidak mengakui syariat Allah dan tidak mengakui kenabian para nabi. Kelompok inilah yang disebut dengan kafir yang menyebabkannya keluar dari agama Islam (murtad).

Kedua, penggunaan kata kafir untuk hal-hal lain yang tidak menyebab-kannya masuk dalam kelompok orang-orang tidak beriman. Makna kedua ini mengandung pengertian pembangkangan dan tidak melaksanakan suatu perintah. Penggunaan kata terakhir ini seperti dalam istilah kufur nikmat, tidak diartikan dengan kafir dalam makna keluar dari agama Islam. Kufur nikmat ini diartikan dengan menutup nikmat yang diberikan oleh Allah dengan tidak melaksanakan tata cara bersyukur. Kalimat kafūr diartikan dengan mereka yang sudah melewati batas dalam kufur nikmat (al-Ḥajj/22: 66).

Ayat ini menjelaskan tentang sikap orang-orang kafir yang kembali ingkar dan tidak setia dengan perjanjian awal mereka. Dalam ayat ini diterangkan bahwa jika orang-orang kafir berlayar di lautan dan dihempaskan oleh ombak laut yang besar, pada saat itu mereka mengakui akan keesaan Allah dan meminta untuk diselamatkan. Akan tetapi, setelah Allah menyelamatkan mereka, sebagian tetap mengakui keesaan-Nya, namun sebagian lagi ingkar dan melanggar kesetiaan (khattār kafūr) yang pernah mereka ikrarkan ketika berada dalam musibah (di atas perahu).