وَمَنْ كَفَرَ فَلَا يَحْزُنْكَ كُفْرُهٗۗ اِلَيْنَا مَرْجِعُهُمْ فَنُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌۢ بِذَاتِ الصُّدُوْرِ
Wa man kafara falā yaḥzunka kufruh(ū), ilainā marji‘uhum fanunabbi'uhum bimā ‘amilū, innallāha ‘alīmum biżātiṣ-ṣudūr(i).
Siapa yang kufur, maka janganlah kekufurannya itu membuatmu (Nabi Muhammad) sedih. Kepada Kamilah tempat kembali mereka, lalu Kami memberitakan kepadanya apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati.
Wahai Nabi Muhammad, jika segala urusan kembali kepada Allah untuk diputuskan dengan adil maka siapa saja yang memilih jalan kafir maka kekafirannya itu janganlah menyedihkanmu. Hanya kepada Kami tempat kembali mereka di akhirat nanti, lalu Kami beritakan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan kemudian Kami balas dengan setimpal. Tidak ada yang bisa disembunyikan di akhirat nanti karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, bahkan yang tersirat dalam isi hati.
Ayat ini merupakan hiburan kepada Nabi saw dan para sahabat yang merasa sedih oleh sikap dan tingkah laku orang-orang musyrik kepada mereka. Seakan-akan Allah mengatakan, “Hai Nabi, janganlah engkau bersedih hati lantaran kekafiran mereka. Sebab, tugasmu hanya menyampaikan agama-Ku kepada mereka, bukan untuk menjadikan mereka beriman. Mereka semua akan kembali kepada-Ku pada hari Kiamat, lalu dikabarkan kepada mereka segala yang pernah mereka perbuat selama hidup di dunia. Aku akan mengadakan penilaian yang adil terhadapnya karena Aku mengetahui semua yang terkandung di dalam hati mereka.”
al-’Urwah لْعُرْوَة اَ (Luqmān/31: 22)
Kata dasarnya adalah ‘arā-ya’rū-’urwan artinya “memberinya tempat bergantung”. ‘Arā al-qamīṣ artinya “memberi kemeja tempat gantungan”. Dalam Al-Qur’an terdapat ayat: fa man yakfur bi aṭ-ṭāgūt wa yu’min billāh faqad (i)stamsaka bi al-urwah al-wuṡqā lā (i)nfiṣāma lahā (Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus), (al-Baqarah/2: 256). Maksudnya ialah siapa yang kafir kepada setan dan beriman kepada Allah berarti tempat ia bergantung atau tempat ia berpijak sudah kuat. Akan tetapi, siapa yang meminta kepada setan, setan itu saja nanti tidak akan dapat mempertanggungjawabkan dosanya di depan Allah.

