وَالَّيْلِ اِذَا يَسْرِۚ
Wal-laili iżā yasr(i).
dan demi malam apabila berlalu.
Demi malam apabila berlalu dan digantikan siang.
Selanjutnya Allah bersumpah dengan “malam ketika berlalu”. Malam yang dimaksud adalah malam ketika jamaah haji sudah berlalu dari ‘Arafah dan singgah di Muzdalifah dalam perjalanan menuju Mina dalam pelaksanaan ibadah haji.
Demikianlah Allah bersumpah dengan hari-hari dalam pelaksanaan ibadah haji untuk menunjukkan bahwa ibadah haji itu besar maknanya dalam pandangan Allah. Hal itu karena ibadah haji itu mengingatkan manusia tentang adanya kematian. Dengan ingat kematian, manusia diharapkan beriman dan berbuat baik.
Ayat ini juga bisa ditafsirkan bahwa Allah bersumpah dengan hari-hari yang terus silih berganti untuk menunjukkan bahwa Allah Mahakuasa memelihara dan mengelola alam. Bila sudah tiba waktunya, yaitu hari Kiamat, Ia Mahakuasa pula menghancurkannya dan menghidupkannya kembali.
Liżī Ḥijr لِذِيْ حِجْرٍ (al-Fajr/89: 5)
Kata liżī ḥijr berarti orang-orang yang memiliki akal. Kata ḥijr terambil dari kata ḥajara yang berarti membatasi dan mencegah. Darinya diambil kata ḥujrah yang berarti kamar. Disebut demikian, karena ia membatasi orang lain untuk memasukinya. Darinya diambil kata ḥajarul-bait yang berarti Batu Baitullah. Disebut demikian karena ia menghalangi orang yang tawaf untuk menyentuh dinding Syami Ka‘bah. Darinya juga diambil kalimat ḥajaral-ḥākim ‘ala fulān yang berarti pemerintah membatasi kewenangan fulan untuk berbuat. Akal disebut ḥijr karena ia mencegah seseorang untuk berbuat dan berkata yang tidak pantas baginya.

