وَقَالَ الَّذِيْ نَجَا مِنْهُمَا وَادَّكَرَ بَعْدَ اُمَّةٍ اَنَا۠ اُنَبِّئُكُمْ بِتَأْوِيْلِهٖ فَاَرْسِلُوْنِ
Wa qālal-lażī najā minhumā waddakara ba‘da ummatin ana unabbi'ukum bita'wīlihī fa arsilūn(i).
Orang yang selamat di antara mereka berdua berkata dan teringat (perihal Yusuf) setelah beberapa waktu lamanya, “Aku akan memberitahukan kepadamu tentang (orang yang pandai) menakwilkan mimpi itu. Maka, utuslah aku (kepadanya).”
Dan ketika mendengar mimpi raja itu, berkatalah orang yang selamat dari hukuman mati di antara mereka berdua yang dahulu pernah dipenjara bersama Nabi Yusuf. Dan ia pun baru teringat akan pesan Nabi Yusuf kepadanya setelah beberapa waktu lamanya yang ia lupakan, “Aku akan memberitahukan kepadamu wahai paduka tentang orang yang pandai menakwilkan mimpi itu, maka karena itu utuslah aku menemuinya untuk menyampaikan perihal mimpimu itu.”
Raja tidak puas mendengar jawaban mereka dan raja bertambah gelisah nampaknya. Raja ingin mengetahui ta’bir mimpinya, tetapi tidak tahu kepada siapa akan ditanyakan. Setelah tukang siram kebun raja yang pernah meringkuk dalam penjara bersama Yusuf mendengar kabar ini, dia teringat Yusuf yang sedang meringkuk dalam penjara yang pernah menta’wilkan mimpinya sendiri dengan tepat. Dia dengan cepat datang menghadap raja seraya berkata, “Ya tuanku, di dalam penjara ada seorang pemuda bernama Yusuf. Dia seorang yang mulia, mempunyai pikiran yang dalam, pandangan yang luas, dan dapat pula menta’birkan mimpi dengan tepat. Kalau tuanku utus saya kepadanya, pastilah saya kembali dengan membawa ta’bir mimpi tuanku itu yang tentunya akan meyakinkan tuanku kebenarannya.”
Aḍgāṡu Aḥlām اَضْغَاثُ اَحْلاَمٍ (Yūsuf/12: 44)
Aḍgāṡu bentuk jamak, mufradnya ḍigṡ. Diartikan dengan mimpi-mimpi yang kosong. Kata ḍigṡ pada mulanya adalah kumpulan bermacam-macam rumput dalam satu ikatan. Mimpi yang kosong dikatakan ḍigṡ karena bercampur dan tidak beraturan. Sementara aḥlām bentuk jamak dari ḥulm atau hulum yang artinya mimpi. Akar kata dari (ح – ل – م) menurut Ibn Fāris dikembalikan pada tiga arti yang berbeda. Pertama, lawan dari sembrono, bertindak semrawut tidak beraturan. Ḥalīm adalah orang yang mampu mengendalikan kemarahannya. Orang yang mencapai usia akil balig disebut ḥulum karena orang tersebut sudah semestinya menjadi arif bijaksana, tenang, tidak bertindak serabutan seperti halnya anak kecil. Kedua, berlubang. Ketiga, mimpi.

