وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيْثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيْثَةِ ِۨاجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الْاَرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ
Wa maṡalu kalimatin khabīṡatin kasyajaratin khabīṡatinijtuṡṡat min fauqil-arḍi mā lahā min qarār(in).
(Adapun) perumpamaan kalimah khabīṡah387) seperti pohon yang buruk, akar-akarnya telah dicabut dari permukaan bumi, (dan) tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.
Dan perumpamaan kalimat yang buruk (kalimat kufur) seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dengan sangat mudah dari permukaan bumi. Akar pohon itu tercerabut sehingga tidak lagi dapat menopangnya supaya dapat tetap tegak berdiri sedikit pun seperti sedia kala. Demikianlah, orang kafir tidak mempunyai keyakinan yang kuat dalam hati dan tidak ada amal darinya yang akan diterima oleh Allah.
Dalam ayat ini disebutkan perumpamaan kata-kata dan kalimat-kalimat yang jelek, yaitu ucapan-ucapan yang mengandung kekufuran dan kemusyrikan atau yang mengajak kepada perbuatan maksiat. Kata-kata yang jelek itu diumpamakan sebagai pohon yang buruk, yang akarnya tercabut dari bumi, sehingga pohon tersebut tidak dapat tegak dengan kokoh, tidak dapat berdaun dan berbuah. Artinya tidak dapat memberikan buah dan manfaat lainnya bagi manusia, bahkan hanya memberikan mudarat, apabila pohon itu roboh dan menimpa mereka. Kata-kata yang jelek hanya dapat menimbulkan dosa, serta membangkitkan kemarahan dan kebencian. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Haṭim sebagai hadis marfu’, bahwa syajarah khabīṡah (pohon yang buruk) adalah hanẓalah yang rasa buahnya pahit.
Orang-orang yang tidak dapat mengendalikan emosinya sering meng-ucapkan kata-kata yang buruk, yang membahayakan dirinya dan mem-bahayakan orang lain. Demikian pula orang-orang yang sedang mabuk dan rusak akalnya, suka mengucapkan kata-kata yang jelek. Itulah sebabnya agama Islam mengajarkan kesabaran karena kesabaran mendorong seseorang untuk menguasai emosinya. Agama Islam juga melarang seseorang dari hal-hal yang merusak akal, seperti meminum minuman keras dan lain-lain.
Kalimah Ṭayyibah كَلِمَة طَيِّبَة (Ibrāhīm/14: 24)
Kata tersebut, dalam Al-Qur’an, disebutkan satu kali. Dari segi bahasa, kalimah ṭayyibah artinya kalimat (ajaran) yang baik. Maksud ungkapan ini, setidaknya terdapat dua macam pendapat: Pertama, menurut pendapat ‘Abdullāh bin ‘Abbās yang dimaksud kalimah ṭayyibah adalah kalimat tauhid, lā ilāha illallāh (tidak ada Tuhan kecuali Allah) yang merupakan aspek ajaran Islam yang paling asasi. Kalimat inilah yang membedakan antara Islam dengan bukan Islam. Kedua, menurut ‘Abdullāh bin ‘Umar, yang dimaksud kalimah ṭayyibah adalah Islam, agama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw yang mengandung berbagai aspek ajaran, yang dalam ayat ini diumpamakan sebagai sebuah pohon yang indah (syajarah ṭayyibah). Kedua pendapat tersebut tidak saling bertentangan, tetapi saling melengkapi. Pendapat yang pertama dapat diterima karena kalimah ṭayyibah memang ajaran Allah yang tersarikan dalam kalimat lā ilāha illallāh (tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah). Pendapat kedua juga dapat diterima, mengingat Islam merupakan agama yang lengkap dan sempurna dimana lā ilāha illallāh merupakan prinsip ajarannya yang paling mendasar.

