وَكُلًّا نَّقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ اَنْۢبَاۤءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهٖ فُؤَادَكَ وَجَاۤءَكَ فِيْ هٰذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَّذِكْرٰى لِلْمُؤْمِنِيْنَ
Wa kullan naquṣṣu ‘alaika min ambā'ir-rusuli mā nuṡabbitu bihī fu'ādaka wa jā'aka fī hāżihil-ḥaqqu wa mau‘iẓatuw wa żikrā lil-mu'minīn(a).
Semua kisah rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu (Nabi Muhammad), yaitu kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu. Di dalamnya telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran, nasihat, dan peringatan bagi orang-orang mukmin.
Setelah dijelaskan tentang tujuan diutusnya para rasul, pada ayat ini dijelaskan kembali manfaat dari kisah-kisah yang dipaparkan bagi umat sesudahnya. Dan semua kisah rasul-rasul yang Kami ceritakan kepadamu wahai Nabi Muhammad agar dengan kisah itu Kami teguhkan hatimu dalam menghadapi rintangan, dan tegar dalam melaksanakan tugas-tugas berat yang dibebankan kepadamu; dan di dalamnya telah diberikan kepadamu segala sesuatu tentang kebenaran, nasihat yang membimbingmu menuju kebaikan, dan peringatan bagi orang yang beriman agar bisa memetik manfaatnya dan berpengaruh dalam dirinya.
Ayat ini menerangkan bahwa kisah para rasul terdahulu bersama umatnya, seperti peristiwa perdebatan dan permusuhan di antara mereka, keluhan para nabi karena kaumnya mendustakan serta menyakiti dan sebagainya, semuanya itu berguna untuk meneguhkan hati Rasulullah agar tidak tergoyahkan oleh apa pun untuk mengemban tugas kerasulan dan menyiarkan dakwahnya. Selain itu, kisah-kisah tersebut juga menanamkan keyakinan yang mantap dan mendalam tentang apa yang diserukan para rasul, seperti akidah bahwa Allah adalah Esa, bertobat dan beribadah kepada-Nya dengan ikhlas, meninggalkan kejahatan, baik yang nyata maupun yang tidak nyata. Kesemuanya itu merupakan pelajaran dan peringatan yang bermanfaat bagi orang-orang mukmin bahwa umat terdahulu itu ditimpakan azab kepadanya karena mereka telah berbuat aniaya dan kerusakan di bumi.
Fu’ādaka فُؤَادَكَ (Hūd/11: 120)
Fu’ād, bentuk jamaknya af’idah, artinya hati atau qalb. Perbedaannya kalau qalb dinamakan demikian karena seringnya bergejolak (kaṡratut-taqallub). Sedangkan fu’ād karena mengandung makna terbakar (tawaqqud). Daging yang dibakar disebut laḥm fa’īd ( لحم فئيد ) . Ibn Fāris mengatakan bahwa akar kata yang terdiri dari (ف – ء - د) menunjukkan arti panas yang sangat atau membara (ḥummā wa syiddatul ḥarārah) Dari sini yang tergambarkan dari ungkapan fu’ād adalah tempat terbakarnya emosi dalam diri manusia. Ungkapan qalb tidak ditujukan kepada bendanya yang berupa jantung, tapi apa yang terkandung dalam benda tersebut yaitu seperti keberanian, ilmu pengetahuan, ketakwaan, dan lainnya

