v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
Ayat 10 - Surat As-Sajdah (Sajdah)
السّجدة
Ayat 10 / 30 •  Surat 32 / 114 •  Halaman 415 •  Quarter Hizb 42 •  Juz 21 •  Manzil 5 • Makkiyah

وَقَالُوْٓا ءَاِذَا ضَلَلْنَا فِى الْاَرْضِ ءَاِنَّا لَفِيْ خَلْقٍ جَدِيْدٍ ەۗ بَلْ هُمْ بِلِقَاۤءِ رَبِّهِمْ كٰفِرُوْنَ

Wa qālū a'iżā ḍalalnā fil-arḍi a'innā lafī khalqin jadīd(in), bal hum biliqā'i rabbihim kāfirūn(a).

Mereka berkata, “Apakah apabila kami telah lenyap (hancur) di dalam tanah, kami akan (kembali) dalam ciptaan yang baru?”606) Bahkan (bukan hanya itu), mereka pun mengingkari pertemuan dengan Tuhannya.

Makna Surat As-Sajdah Ayat 10
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

Allah mampu menciptakan manusia dari tidak ada dan mampu pula membangkitkannya kembali. Namun, orang kafir tetap pada pendiriannya dalam mengingkari hari kebangkitan. Dan dengan nada mengejek mereka berkata, “Apakah apabila kami telah mati, hancur, dan lenyap di dalam tanah, kami akan dibangkitkan kembali dan berada dalam ciptaan yang baru, lalu kami dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan kami? Jika demikian, alangkah rugi kami.” Mereka tidak mampu memahami keniscayaan hari kebangkitan karena menggunakan tolok ukur kekuatan manusia, bukan kemahakuasaan Allah yang telah menciptakan mereka dari tidak ada. Tidak hanya mengingkari kuasa-Nya, bahkan mereka pun mengingkari hari pertemuan mereka dengan Tuhannya untuk menjalani hisab dan menerima balasan.

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Ayat ini menerangkan tentang pertanyaan orang-orang musyrik kepada Rasulullah saw, yang menunjukkan keingkaran dan kesombongan mereka. Mereka berkata, “Apakah apabila daging dan tulang belulang kami telah hancur menjadi tanah, mungkinkah kami dihidupkan lagi seperti semula?”

Dari pertanyaan di atas tergambar bahwa menurut mereka mustahil manusia dapat hidup kembali setelah mati dan tubuhnya hancur menjadi tanah. Mereka tidak dapat menggambarkan dalam pikirannya bagaimana besarnya kekuasaan Allah. Jika mereka ingin mencapai kebenaran, mereka dapat mencari bukti-bukti kekuasaan dan kebesaran Allah pada penciptaan manusia. Mereka dahulu tidak ada, kemudian menjadi ada. Tentu menciptakan kembali yang pernah ada lebih mudah bagi Allah. Sebenarnya jika mereka mau berpikir tentu mereka sampai kepada kesimpulan bahwa segala sesuatu itu adalah sama mudahnya bagi Allah, tidak ada yang sukar bagi-Nya.

Orang-orang musyrik itu bukan hanya mengingkari kekuasaan Allah, tetapi juga mengingkari adanya hari kebangkitan, yaitu hari semua manusia dihadapkan di Mahkamah Agung Ilahiah.

Isi Kandungan Kosakata

1. Malak al-Maut مَلَكُ الْمَوْت (as-Sajdah/32: 11)

Istilah ini terdiri dari dua kata, yaitu malak dan maut. Yang pertama (malak) artinya satu malaikat, merupakan tunggal dari malā’ikah yang diartikan sebagai para malaikat. Sedang yang kedua (maut) artinya kematian. Dengan demikian malak al-maut diartikan sebagai malaikat kematian atau malaikat pencabut nyawa. Tema ini menunjuk bahwa yang mencabut nyawa atau yang mematikan itu adalah satu malaikat. Namun demikian, pada al-An‘ām/6: 61 dijelaskan bahwa malaikat yang mematikan manusia itu banyak, pengertian ini tercakup pada kata rusulunā (utusan-utusan Kami) yang terdapat pada ayat tersebut. Dengan keterangan ayat yang terakhir ini dapat dipahami bahwa yang mencabut nyawa itu tidak hanya satu, tetapi banyak jumlahnya, seperti yang dimaksud pada al-An‘ām/6: 61.

Ibnu ‘Abbās mengungkapkan bahwa malaikat pencabut nyawa itu satu, tetapi mempunyai pembantu yang banyak. Secara kebahasaan, keterangan ini dapat diterima, karena bahasa membenarkan penggunaan bentuk jamak, bila yang dimaksud adalah sesuatu yang disebut dalam kelompok. Karena konteks Surah as-Sajdah ayat 11 ini tentang manusia secara keseluruhan, maka dari segi makna jumlah mereka banyak. Selanjutnya, karena setiap manusia dicabut rohnya oleh satu malaikat, sedang manusia itu banyak, maka penggunaan bentuk tunggal bagi malaikat menunjukkan bahwa masing-masing manusia dicabut nyawanya oleh satu malaikat.

Selanjutnya perlu pula dijelaskan tentang siapa yang mewafatkan manusia. Pada Surah az-Zumar/39: 42 dijelaskan bahwa yang mematikan manusia itu adalah Allah sendiri. Kesimpulan dari ayat-ayat yang diuraikan adalah bahwa yang mewafatkan manusia itu adalah Allah, yang memerintahkan kepada malaikat pencabut nyawa untuk pelaksanaannya. Selanjutnya, malaikat maut menugaskan pembantu-pembantunya untuk mencabut nyawa manusia-manusia yang dimaksud, dan merekalah yang dimaksud dengan rusulunā (utusan-utusan Kami) yang terdapat pada surat al-An’am/6: 61.

2. Ḥaqq al-Qaul حَقَّ الْقَوْلِ (as-Sajdah/32: 13)

Istilah ini terdiri dari dua kata, yaitu ḥaqq dan al-qaul. Yang pertama (ḥaqq) merupakan kata kerja yang artinya menang karena benar, tetap, menetapkan, mewajibkan. Sedang yang kedua (al-qaul) berasal dari kata kerja qāla yang artinya berbicara, menetapkan hukum, menang, menyukai, meminang, meriwayatkan. Dengan demikian, al-qaul dapat diartikan sebagai pembicaraan, penetapan hukum, kemenangan, pinangan, dan periwayatan. Dalam ayat ini, yang dimaksud dengan kata tersebut adalah penetapan hukum, sehingga ḥaqq al-qaul dapat diartikan sebagai penetapan hukum, yaitu hukum atau ketetapan Allah yang telah diputuskan. Frasa ini mengisyaratkan bahwa ketetapan Allah untuk menguji manusia, apakah ia taat dan akan diberi balasan baik atau durhaka yang akan diberi hukuman, merupakan sesuatu yang telah diputuskan.