اَمْ يَقُوْلُوْنَ افْتَرٰىهُ ۚ بَلْ هُوَ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّكَ لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَّآ اَتٰىهُمْ مِّنْ نَّذِيْرٍ مِّنْ قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُوْنَ
Am yaqūlūnaftarāhu balhuwal-ḥaqqu mir rabbika litunżira qaumam mā atāhum min nażīrim min qablika la‘allahum yahtadūn(a).
Akan tetapi, mengapa mereka (orang kafir) mengatakan, “Dia (Nabi Muhammad) telah mengada-adakannya.” Sebaliknya, Al-Qur’an itulah kebenaran (yang datang) dari Tuhanmu agar engkau memberi peringatan kepada kaum yang sama sekali belum pernah didatangi seorang pemberi peringatan sebelum engkau. (Demikian ini) agar mereka mendapat petunjuk.
Terbukti dengan nyata bahwa Al-Qur’an bukanlah ciptaan manusia, tetapi mengapa mereka, orang kafir, tanpa bukti-bukti yang kuat mengatakan, “Dia, Muhammad, telah mengada-adakannya. Lupakah mereka bahwa secara logis maupun realitas sejarah mustahil Rasulullah mengarang Al-Qur’an? Karena itu Allah menjawab, “Tidak, Al-Qur’an itu kebenaran yang datang dari Tuhanmu, agar engkau, wahai Nabi Muhammad, memberi peringatan kepada kaum yang belum pernah didatangi orang yang memberi peringatan sebelum engkau bahwa azab Allah akan menimpa siapa saja yang kafir dan mendurhakai-Nya; dan agar melalui Al-Qur’an pula mereka mendapat petunjuk.
Ayat ini menerangkan bahwa sikap orang-orang musyrik seperti yang diterangkan ayat di atas adalah sikap yang tidak layak. Tidak pantas mereka menuduh Muhammad telah melakukan kedustaan dengan mengatakan bahwa ia telah membuat-buat Al-Qur’an, padahal mereka benar-benar telah mengetahui keadaan Muhammad, sejak ia masih kecil sampai ia dewasa dan diangkat menjadi rasul. Bahkan mereka memberi gelar dengan “Al-Amīn” (orang kepercayaan) karena mereka sangat percaya kepada Muhammad. Akan tetapi, tiba-tiba mereka menuduhnya sebagai pendusta.
Oleh karena itu, Allah menegaskan bahwa semua yang disampaikan Muhammad itu adalah benar. Al-Qur’an benar-benar berasal dari Allah dan diturunkan kepadanya untuk memperingatkan orang-orang musyrik pada azab akhirat yang akan ditimpakan kepada orang-orang yang mengingkari rasul yang diutus kepada mereka. Al-Qur’an berisi pelajaran dan petunjuk yang mengantar mereka menuju jalan kebahagiaan abadi.
Pada ayat yang lain dinyatakan pula sikap orang-orang musyrik itu terhadap Al-Qur’an. Allah berfirman:
وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اِنْ هٰذَآ اِلَّآ اِفْكُ ِۨافْتَرٰىهُ وَاَعَانَهٗ عَلَيْهِ قَوْمٌ اٰخَرُوْنَۚ فَقَدْ جَاۤءُوْ ظُلْمًا وَّزُوْرًا ۚ ٤ (الفرقان)
Dan orang-orang kafir berkata, “(Al-Qur’an) ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh dia (Muhammad), dibantu oleh orang-orang lain,” Sungguh, mereka telah berbuat zalim dan dusta yang besar. (al-Furqān/25: 4)
Al-’Ālamīn العَـالَمِيْنَ (as-Sajdah/32: 2)
Kata al-’ālamīn adalah bentuk jamak mużakar salīm dari kata ‘alam. Kata ini digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk makhluk hidup yang memiliki rasa, gerak, dan atau pikiran. Oleh karena itu, ada yang dinamai alam malaikat, alam manusia, alam tumbuhan, dan sebagainya, tetapi tidak ada istilah alam batu. Tersusun dari huruf ‘ain-lam-mim, kata ini menunjukkan kepada suatu objek yang jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan.
Namun demikian, jumhur ulama mengemukakan bahwa kata ‘alam berarti semua jenis makhluk yang ada di alam semesta ini atau sesuatu selain Zat Allah. Kata ‘ālam ini meliputi alam manusia, jin, setan, malaikat, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan alam-alam yang lain yang tidak diketahui oleh manusia. Untuk itu, kata ini kemudian dijamakkan untuk meliput semua alam yang ada tanpa terkecuali.
Penamaan Allah dengan Rabbul ‘Ālamīn dipahami oleh aṭ-Ṭabāṭabā’ī sebagai bantahan tidak langsung kepada masyarakat Jahiliah yang menduga bahwa Allah telah memberi wewenang kepada tuhan-tuhan lain untuk mengatur dan memelihara bagian-bagian tertentu dari alam raya dan Allah tidak lagi mencampuri urusannya. Penegasan Allah sebagai Rabbul ‘Ālamīn, menjelaskan bahwa segala sesuatu yang hidup – terlebih-lebih benda mati – semuanya berada dalam cakupan pemeliharaan dan pengaturan Allah.

