تَنْزِيْلُ الْكِتٰبِ لَا رَيْبَ فِيْهِ مِنْ رَّبِّ الْعٰلَمِيْنَۗ
Tanzīlul-kitābi lā raiba fīhi mir rabbil-‘ālamīn(a).
Turunnya Al-Qur’an yang tidak ada keraguan di dalamnya berasal dari Tuhan semesta alam.
Allah-lah yang menurunkan Al-Qur’an, suatu mukjizat yang tidak dapat ditandingi. Turunnya Al-Qur’an itu tidak ada keraguan padanya, yaitu dari Tuhan yang menguasai, mengatur, dan merawat seluruh alam. Al-Qur’an bukan ciptaan manusia, tidak terkecuali Nabi Muhammad. Al-Qur’an juga bukan syair, apalagi sihir.
Ayat ini menerangkan bahwa Al-Qur’an yang diturunkan kepada Muhammad ini benar-benar wahyu dari Allah, Tuhan semesta alam. Al- Qur’an ini bukanlah buatan tukang sihir, bukan mantra-mantra tukang tenung, dan bukan pula buatan Muhammad, tidak ada keraguan padanya sedikit pun.
Ayat ini merupakan bantahan bagi dakwaan orang-orang kafir yang menyatakan bahwa Al-Qur’an ini adalah syair yang digubah oleh penyair, dan ada yang mengatakan gubahan tukang tenung. Ada juga yang mengata-kan bahwa Al-Qur’an itu hanyalah dongengan-dongengan purbakala saja, serta ada pula yang mengatakan bahwa dia adalah buatan Muhammad.
Allah berfirman:
وَقَالُو ْٓا اَسَاطِيْرُ الْاَوَّلِيْنَ اكْتَتَبَهَا فَهِيَ تُمْلٰى عَلَيْهِ بُكْرَةً وَّاَصِيْلًا ٥ (الفرقان)
Dan mereka berkata, “(Itu hanya) dongeng-dongeng orang-orang terdahulu, yang diminta agar dituliskan, lalu dibacakanlah dongeng itu kepadanya setiap pagi dan petang.” (al-Furqān/25: 5)
Al-’Ālamīn العَـالَمِيْنَ (as-Sajdah/32: 2)
Kata al-’ālamīn adalah bentuk jamak mużakar salīm dari kata ‘alam. Kata ini digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk makhluk hidup yang memiliki rasa, gerak, dan atau pikiran. Oleh karena itu, ada yang dinamai alam malaikat, alam manusia, alam tumbuhan, dan sebagainya, tetapi tidak ada istilah alam batu. Tersusun dari huruf ‘ain-lam-mim, kata ini menunjukkan kepada suatu objek yang jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan.
Namun demikian, jumhur ulama mengemukakan bahwa kata ‘alam berarti semua jenis makhluk yang ada di alam semesta ini atau sesuatu selain Zat Allah. Kata ‘ālam ini meliputi alam manusia, jin, setan, malaikat, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan alam-alam yang lain yang tidak diketahui oleh manusia. Untuk itu, kata ini kemudian dijamakkan untuk meliput semua alam yang ada tanpa terkecuali.
Penamaan Allah dengan Rabbul ‘Ālamīn dipahami oleh aṭ-Ṭabāṭabā’ī sebagai bantahan tidak langsung kepada masyarakat Jahiliah yang menduga bahwa Allah telah memberi wewenang kepada tuhan-tuhan lain untuk mengatur dan memelihara bagian-bagian tertentu dari alam raya dan Allah tidak lagi mencampuri urusannya. Penegasan Allah sebagai Rabbul ‘Ālamīn, menjelaskan bahwa segala sesuatu yang hidup – terlebih-lebih benda mati – semuanya berada dalam cakupan pemeliharaan dan pengaturan Allah.

