وَقَالَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ وَالْاِيْمَانَ لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ اِلٰى يَوْمِ الْبَعْثِۖ فَهٰذَا يَوْمُ الْبَعْثِ وَلٰكِنَّكُمْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
Wa qālal-lażīna ūtul-‘ilma wal-īmāna laqad labiṡtum fī kitābillāhi ilā yaumil-ba‘ṡ(i), fa hāżā yaumul-baṡi wa lākinnakum kuntum lā ta‘lamūn(a).
Orang-orang yang diberi ilmu dan iman berkata (kepada orang-orang kafir), “Sungguh, kamu benar-benar telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah sampai hari Kebangkitan. Maka, inilah hari Kebangkitan itu, tetapi dahulu kamu tidak mengetahui (bahwa itu benar adanya).”
Dan orang-orang yang diberi ilmu dan keimanan berkata kepada orang kafir dalam rangka menanggapi sumpah mereka itu, “Sungguh, kamu telah berdiam dalam kubur menurut ketetapan Allah sampai hari kebangkitan. Maka inilah saatnya hari kebangkitan itu, tetapi dahulu kamu tidak pernah mau meyakini-nya.”
Perasaan orang kafir bahwa mereka hidup di dunia sangat singkat tidaklah benar. Itu adalah usaha mereka untuk berbohong di depan Allah. Kebohongan mereka itu dibantah oleh mereka yang dikaruniai ilmu dan iman. Mereka yang dikaruniai ilmu adalah mereka yang mengerti hakikat kebenaran lalu ia beriman dan membuktikan imannya dengan perbuatan baik sehingga ia merasakan betul apa yang diimaninya itu dalam hatinya. Mereka yang dikaruniai iman adalah mereka yang telah memperoleh hakikat kebenaran sehingga percaya kepada Allah dan segala yang diwahyukan dalam Al-Qur’an. Mereka juga melaksanakan segala perintah wahyu itu untuk mempersiapkan dirinya menghadapi hari kebangkitan tersebut. Mereka yang telah diberi ilmu dan iman mengisi hidupnya dengan perbuatan baik sebagai persiapan untuk menghadapi hari kebangkitan tersebut. Oleh karena itu, mereka tidak merasa masa hidup mereka di dunia singkat, tetapi cukup. Orang-orang kafir itu merasa hidupnya singkat karena mereka lalai di dunia. Mereka menyangka hidup di dunia itu tidak bersambung ke akhirat, dan tidak menyadari bahwa semua perbuatan mereka harus mereka pertanggungjawabkan.
Ḍa’f ضَعْف (ar-Rūm/30: 54)
Kata ḍa’f secara kebahasaan berarti lemah, tidak berdaya, tidak kuat, atau tidak memiliki tenaga apa pun. Dalam konteks ayat di atas, melalui kata ḍa’f, Allah sedang menjelaskan daur atau siklus kehidupan manusia, bahwa pada awalnya ia diciptakan dalam kondisi ḍa’f (lemah). Lantas Allah menjadikannya kuat, lalu lemah kembali dan akhirnya beruban. Itulah daur atau siklus kehidupan yang telah ditetapkan Allah kepada seluruh hamba-Nya. Dengan cara demikian pula, sesungguhnya Allah sedang mengingatkan karakter dasar manusia yang bermula dari ketidakberdayaan dan akan berakhir pada ketidakberdayaan pula.

