وَعْدَ اللّٰهِ ۗ لَا يُخْلِفُ اللّٰهُ وَعْدَهٗ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ
Wa‘dallāh(i), lā yukhlifullāhu wa‘dahū wa lākinna akṡaran-nāsi lā ya‘lamūn(a).
(Itulah) janji Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Itulah janji Allah kepada kaum mukmin. Janji Allah pasti benar sebab Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia, khususnya orang kafir, tidak mengetahui dan memahami bahwa ketentuan dan perbuatan Allah kepada hamba-Nya didasarkan pada keadilan dan kebijaksanaan-Nya.
Ayat ini menerangkan bahwa Allah telah menepati janji-Nya dengan memenangkan bangsa Romawi atas bangsa Persia. Allah sekali-kali tidak memungkiri janji-Nya yang berasal dari kehendak-Nya dan dari hikmah dan kebijaksanaan-Nya. Tidak seorang pun yang dapat mengubah dan meng-halangi terlaksananya janji itu dan tidak ada suatu kejadian pun dalam alam ini, yang terlaksana di luar kehendak-Nya.
Pelaksanaan janji itu merupakan sunah-Nya yang tidak pernah berubah sedikit pun, kecuali jika Dia menghendaki. Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak mengetahui hal ini karena mereka tidak memikirkannya. Atau mereka mengetahui kebenaran janji itu, tetapi karena pengaruh hawa nafsu, mereka seakan-akan tidak mempercayainya.
Maksud perkataan “kebanyakan manusia” dalam ayat ini ialah kaum musyrik dan orang-orang sesat lainnya yang tidak percaya kepada sunatullah. Jumlah mereka lebih banyak dari orang mengetahuinya. Mereka tidak mau percaya kepada ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada mereka dan tidak percaya kepada sifat-sifat kesempurnaan dan kekuasaan Allah.
Ar-Rūm اَلرُّوْم (ar-Rūm/30: 2)
Peristiwa ini pada ayat 1-7 diwahyukan sekitar 6 atau 7 tahun sebelum Hijrah Nabi (615-616 M) dari Mekah ke Medinah. Sebelum itu, pihak Persia telah menyerang dan menaklukkan Syiria dan Yerusalem. Kalangan sejara-wan Muslim dan Ahli Kitab sependapat mengenai hal ini. Dengan begitu, pihak Kristen di Roma kehilangan kekuasaannya di kedua wilayah itu.
Ketika itu arus penaklukan Persia atas Romawi sangat gencar. Berita ini sampai juga ke Mekah dan pihak musyrik merasa senang sekali. Mereka mengejek kaum Muslimin dan orang-orang Nasrani yang sama-sama Ahli Kitab. Mereka juga merasa mendapat kemenangan karena mereka dan orang Persia sama-sama pagan (musyrik).
“Negeri yang dekat” dalam ayat itu adalah Syiria dan Palestina. Kerajaan Kristen di Roma telah kehilangan Yerusalem dan Damsyik (Damaskus) yang jatuh ke tangan Persia, dan pihak Kristen dihancurkan. Kalangan musyrik Quraisy yang pro Persia ketika itu gembira sekali. Mereka makin kuat mengejek dan menekan Nabi Muhammad. Akan tetapi, ayat-ayat itu juga sudah membayangkan bahwa pada gilirannya nanti Romawi akan dapat mengalahkan Persia, dan sejarah pun memang membuktikan kenyataan yang demikian. Sebelum itu, kaum musyrik Mekah yang merasa kegirangan melihat kemenangan Persia mengajak Abu Bakar aṣ-Ṣiddiq bertaruh dalam jumlah besar, demikian sejarah mencatat, yang kemudian berakhir dengan kemenangan Abu Bakr.
Biḍ’ sinīn berasal dari kata biḍ’ dan sinīn dalam ayat 4 di atas, yang berarti “beberapa tahun” dalam arti antara 3 dan 9 tahun. Kemenangan Romawi itu memang terjadi 7 tahun kemudian.
Pada tahun 610, Heraklius (575-642 M) berhasil menurunkan Phocas dari takhta di Konstantinopel. Ia menggantikannya dengan mengumumkan dirinya sebagai Kaisar Romawi. Dalam perang dengan Persia, ia sangat terpukul karena mendapat serangan sekaligus dari Persia dan Avars (mungkin termasuk ras Turki). Akan tetapi kemudian, ia berhasil membuat perjanjian dengan pihak Avars. Setelah itu, ia mengerahkan segala kemampuan dan kekuatannya dengan rencana hendak mengadakan serangan balik terhadap Persia. Sekitar tahun 621, yakni satu tahun sebelum hijrah Nabi, Heraklius menyerang Persia, dan memorak-porandakan negeri itu setelah terjadi pemberontakan di sana. Putra mahkota menduduki takhta kerajaan, rajanya pun melarikan diri, dan pada tahun 628 perang berakhir. Heraklius kembali dengan kemenangan berarti dan membawa rampasan perang yang tidak sedikit.
Hikmah apa yang didapat dari perjalanan sejarah itu? Tepat sekali kata-kata Zubair al-Kala’i, seperti dikutip oleh al-Qasimi, “Saya perhatikan ke-menangan Persia atas Romawi. Saya lihat juga kemenangan Romawi atas Persia, kemudian kemenangan Islam atas keduanya, Persia dan Romawi …”
Apa yang kita lihat dalam peristiwa ini? Tampak jelas, di bawah kepemimpinan Rasulullah dan dilanjutkan oleh Abu Bakar dan Umar, para sahabat dengan disiplin, ketaatan, dan keikhlasan berhasil membebaskan bangsa-bangsa yang waktu itu berada dalam cengkeraman penjajahan dua adikuasa—Romawi di sebelah barat dan Persia di sebelah timur. Bahkan mereka juga berhasil menguasai Persia sendiri dan Mesir.
Kerajaan Roma (Roman Empire) tua dibangun oleh Kaisar Augustus pada tahun 27 SM, dan berlangsung sampai 395 M. Kerajaan Bizantin (Romawi), yang disebut juga sebagai Kerajaan Romawi Timur atau Kerajaan Roma bagian timur (East Empire), masih bertahan seribu tahun setelah kehancuran bagian barat. Kota Bizantium lahir dari koloni Yunani tua yang dibangun di Bosporus yang berdampingan dengan Eropa.
Pada tahun 330 M, Kaisar Roma Konstantin I, dalam usahanya memper-kuat kerajaan, membangun kembali Bizantium sebagai Konstantinopel atau Istambul sekarang. Setelah Kaisar Konstantin I meninggal pada tahun 395, Kaisar Theodorus I membagi kerajaan itu antara kedua anaknya, yang kemudian tidak pernah menyatu kembali. Theodorus juga menjadikan agama Kristen satu-satunya agama kerajaan, dan menjadikan Konstantinopel sebagai pusat Kristen di Timur seperti Roma di Barat.
Kejatuhan Roma pada tahun 476 ke tangan orang Ostrogoth—termasuk cabang Goth (Jerman)—menandakan berakhirnya paro bagian barat Kerajaan Roma. Paro bagian timur tetap bertahan sebagai Kerajaan Bizantin, dengan Konstantinopel sebagai ibu kotanya. Bagian timur ini dalam beberapa segi banyak berbeda dengan bagian barat, sebagai ahli waris peradaban Helenisme (Yunani sesudah Iskandar Agung), suatu pembauran unsur-unsur Yunani dengan Eropa Tengah. Mereka lebih menekankan pada soal perdagangan, perkotaan, dan lebih kaya daripada Barat. Raja-raja mereka, yang dalam tradisi Helenisme menggabungkan fungsi politik dengan fungsi agama, dan lebih ketat mengadakan kontrol atas semua kelas sosial.

