مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ ەۙ الْخَنَّاسِۖ
Min syarril-waswāsil-khannās(i).
dari kejahatan (setan) pembisik yang bersembunyi
Aku berlindung kepada-Nya dari kejahatan bisikan setan yang bersembunyi pada diri manusia dan selalu bersamanya layaknya darah yang mengalir di dalam tubuhnya,
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan manusia agar berlindung kepada Allah Rabbul-‘Ālamīn dari kejahatan bisikan setan yang senantiasa bersembunyi di dalam hati manusia. Bisikan dan was-was yang berasal dari godaan setan itu bila dihadapkan kepada akal yang sehat mesti kalah dan orang yang tergoda menjadi sadar kembali, karena semua bisikan dan was-was setan yang akan menyakiti manusia itu akan menjadi hampa bila jiwa sadar kembali kepada perintah-perintah agama. Begitu pula bila seorang menggoda temannya yang lain untuk melakukan suatu kejahatan, tetapi temannya itu berpegang kuat dengan perintah-perintah agama niscaya akan berhenti menggoda dan merasa kecewa karena godaannya itu tidak berhasil namun ia tetap menunggu kesempatan yang lain.
1. An-Nās اَلنَّاسِ (an-Nās/114: 1)
Kata an-nās artinya kelompok manusia. Kata ini terambil dari kata an-naus yang berarti gerak. Dengan demikian, yang disebut manusia itu adalah makhluk yang selalu bergerak untuk mencapai keinginan atau cita-citanya. Sebaliknya bila tidak ada gerak atau usaha, maka ia tidak layak disebut sebagai manusia. Selain itu ada pula yang mengatakan bahwa kata ini terambil dari kata unās, yang artinya tampak. Ini berarti sesuatu disebut nās, karena ia tampak dan dapat dilihat, ia bukan merupakan makhluk halus yang tidak dapat diindra (dilihat) atau tidak tampak.
Dalam Al-Qur’an, kata an-nās terulang sebanyak 241 kali. Sedang dalam surat ini disebut sebanyak lima kali, dan tiga di antaranya diungkapkan dalam tiga ayat secara berurutan. Penyebutannya yang demikian memiliki arti bahwa pengungkapan sifat-sifat Allah yang dikaitkan dengan an-nās menunjukkan keserasian makna. Surah ini berisi permohonan perlindungan dari segala bencana yang menimpa manusia, karena itu sangat wajar bila yang diingat pertama adalah tujuan atau kepada siapa permohonan itu ditujukan, yaitu kepada Allah sebagai Zat yang memelihara manusia, karena hanya Dia yang Sang Pencipta yang dapat melindungi dan membimbing manusia. Kemudian pengertian ini akan membawa pada pengertian bahwa Zat yang mampu memelihara dan melindungi itu pasti memiliki kekuasaan yang tidak ada taranya, baik terhadap manusia maupun pada makhluk lainnya. Dari pengertian ini disebutlah Malikin-nās, seperti yang tercantum pada ayat selanjutnya. Selanjutnya, karena Allah adalah Maha Raja yang menguasai manusia, maka sangat wajar jika Dia dijadikan sebagai tujuan ibadah atau satu-satunya Zat yang disembah dan dipatuhi manusia. Dari pengertian ini, disebutlah ayat ketiga, yaitu Ilāhin-nās.
2. Al-Khannā s الخَنَّاس (an-Nās/114: 4)
Kata al-khannās berasal dari kata kerja khanasa, yang artinya kembali, mundur, lembek, atau bersembunyi. Dengan demikian, al-khannās dapat diartikan sebagai kembali, kemunduran, kelembekan, atau persembunyian. Namun demikian, makna yang dituju dari kata ini sering kali hanya untuk menyebut arti banyak sekali atau sering kali. Dengan makna demikian, maka kata ini dalam tafsir diungkapkan dengan makna bahwa setan sering kali dan berulang-ulang akan kembali menggoda manusia pada saat ia lengah dan melalaikan Allah. Makna lain dari pengungkapannya juga dapat ditujukan untuk menyatakan bahwa setan sering kali dan berulang-ulang akan menjadi lembek dan mundur saat manusia berzikir atau mengingat Allah. Pendapat ini didukung oleh sebuah hadis yang mengungkapkan informasi Rasulullah yang diriwayatkan oleh al-Bukhārī dari Ibnu ‘Abbās, yaitu bahwa sesungguhnya setan itu bercokol atau bersemayam di hati keturunan Adam. Bila ia berzikir, setan itu akan mundur menjauh, dan bila ia lengah, maka setan akan berbisik (untuk menjerumuskannya).

