اِلٰهِ النَّاسِۙ
Ilāhin-nās(i).
sembahan manusia
Sembahan manusia, Tuhan yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Itulah Tuhan yang patut disembah dan dimintai perlindungan.
Allah menambah keterangan tentang Tuhan pendidik manusia ialah yang menguasai jiwa mereka dengan kebesaran-Nya. Mereka tidak mengetahui kekuasaan Allah itu secara keseluruhan, tetapi mereka tunduk kepada-Nya dengan sepenuh hati dan mereka tidak mengetahui bagaimana datangnya dorongan hati kepada mereka itu, sehingga dapat mempengaruhi seluruh jiwa raga mereka.
Ayat-ayat ini mendahulukan kata Rabb (pendidik) dari kata Malik dan Ilāh karena pendidikan adalah nikmat Allah yang paling utama dan terbesar bagi manusia. Kemudian yang kedua diikuti dengan kata Malik (Raja) karena manusia harus tunduk kepada kerajaan Allah sesudah mereka dewasa dan berakal. Kemudian diikuti dengan kata Ilāh (sembahan), karena manusia sesudah berakal menyadari bahwa hanya kepada Allah mereka harus tunduk dan hanya Dia saja yang berhak untuk disembah.
Allah menyatakan dalam ayat-ayat ini bahwa Dia Raja manusia. Pemilik manusia dan Tuhan manusia, bahkan Dia adalah Tuhan segala sesuatu. Tetapi di lain pihak, manusialah yang membuat kesalahan dan kekeliruan dalam menyifati Allah sehingga mereka tersesat dari jalan lurus. Mereka menjadikan tuhan-tuhan lain yang mereka sembah dengan anggapan bahwa tuhan-tuhan itulah yang memberi nikmat dan bahagia serta menolak bahaya dari mereka, yang mengatur hidup mereka, menggariskan batas-batas yang boleh atau tidak boleh mereka lakukan. Mereka memberi nama tuhan-tuhan itu dengan pembantu-pembantunya dan menyangka bahwa tuhan-tuhan itulah yang mengatur segala gerak-gerik mereka. Dalam ayat lain, Allah berfirman:
اِتَّخَذ ُوْٓا اَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُم ْ اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَالْمَسِيْحَ ابْنَ مَرْيَمَۚ وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوْٓا اِلٰهًا وَّاحِدًاۚ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۗ سُبْحٰنَهٗ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
Me reka menjadikan orang-orang alim (Yahudi), dan rahib-rahibnya (Nasrani) sebagai tuhan selain Allah, dan (juga) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan. (at-Taubah/9: 31)
وَلَا يَأْمُرَكُمْ اَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلٰۤىِٕكَة َ وَالنَّبِيّٖنَ اَرْبَابًا ۗ اَيَأْمُرُكُمْ بِالْكُفْرِ بَعْدَ اِذْ اَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ ࣖ
Dan tidak (mungkin pula baginya) menyuruh kamu menjadikan para malaikat dan para nabi sebagai Tuhan. Apakah (patut) dia menyuruh kamu menjadi kafir setelah kamu menjadi Muslim? (Āli ‘Imrān/3: 80)
Maksudnya, dengan ini Allah memperingatkan manusia bahwa Dia-lah yang mendidik mereka sedang mereka adalah manusia-manusia yang suka berpikir dan Dia Raja mereka dan Dia pula Tuhan mereka menurut pikiran mereka. Maka tidak benarlah apa yang mereka ada-adakan untuk mendewa-dewakan diri mereka padahal mereka manusia biasa.
1. An-Nās اَلنَّاسِ (an-Nās/114: 1)
Kata an-nās artinya kelompok manusia. Kata ini terambil dari kata an-naus yang berarti gerak. Dengan demikian, yang disebut manusia itu adalah makhluk yang selalu bergerak untuk mencapai keinginan atau cita-citanya. Sebaliknya bila tidak ada gerak atau usaha, maka ia tidak layak disebut sebagai manusia. Selain itu ada pula yang mengatakan bahwa kata ini terambil dari kata unās, yang artinya tampak. Ini berarti sesuatu disebut nās, karena ia tampak dan dapat dilihat, ia bukan merupakan makhluk halus yang tidak dapat diindra (dilihat) atau tidak tampak.
Dalam Al-Qur’an, kata an-nās terulang sebanyak 241 kali. Sedang dalam surat ini disebut sebanyak lima kali, dan tiga di antaranya diungkapkan dalam tiga ayat secara berurutan. Penyebutannya yang demikian memiliki arti bahwa pengungkapan sifat-sifat Allah yang dikaitkan dengan an-nās menunjukkan keserasian makna. Surah ini berisi permohonan perlindungan dari segala bencana yang menimpa manusia, karena itu sangat wajar bila yang diingat pertama adalah tujuan atau kepada siapa permohonan itu ditujukan, yaitu kepada Allah sebagai Zat yang memelihara manusia, karena hanya Dia yang Sang Pencipta yang dapat melindungi dan membimbing manusia. Kemudian pengertian ini akan membawa pada pengertian bahwa Zat yang mampu memelihara dan melindungi itu pasti memiliki kekuasaan yang tidak ada taranya, baik terhadap manusia maupun pada makhluk lainnya. Dari pengertian ini disebutlah Malikin-nās, seperti yang tercantum pada ayat selanjutnya. Selanjutnya, karena Allah adalah Maha Raja yang menguasai manusia, maka sangat wajar jika Dia dijadikan sebagai tujuan ibadah atau satu-satunya Zat yang disembah dan dipatuhi manusia. Dari pengertian ini, disebutlah ayat ketiga, yaitu Ilāhin-nās.
2. Al-Khannā s الخَنَّاس (an-Nās/114: 4)
Kata al-khannās berasal dari kata kerja khanasa, yang artinya kembali, mundur, lembek, atau bersembunyi. Dengan demikian, al-khannās dapat diartikan sebagai kembali, kemunduran, kelembekan, atau persembunyian. Namun demikian, makna yang dituju dari kata ini sering kali hanya untuk menyebut arti banyak sekali atau sering kali. Dengan makna demikian, maka kata ini dalam tafsir diungkapkan dengan makna bahwa setan sering kali dan berulang-ulang akan kembali menggoda manusia pada saat ia lengah dan melalaikan Allah. Makna lain dari pengungkapannya juga dapat ditujukan untuk menyatakan bahwa setan sering kali dan berulang-ulang akan menjadi lembek dan mundur saat manusia berzikir atau mengingat Allah. Pendapat ini didukung oleh sebuah hadis yang mengungkapkan informasi Rasulullah yang diriwayatkan oleh al-Bukhārī dari Ibnu ‘Abbās, yaitu bahwa sesungguhnya setan itu bercokol atau bersemayam di hati keturunan Adam. Bila ia berzikir, setan itu akan mundur menjauh, dan bila ia lengah, maka setan akan berbisik (untuk menjerumuskannya).

