v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
Ayat 48 - Surat Al-Qaṣaṣ (Kisah-Kisah)
القصص
Ayat 48 / 88 •  Surat 28 / 114 •  Halaman 391 •  Quarter Hizb 39.75 •  Juz 20 •  Manzil 5 • Makkiyah

فَلَمَّا جَاۤءَهُمُ الْحَقُّ مِنْ عِنْدِنَا قَالُوْا لَوْلَآ اُوْتِيَ مِثْلَ مَآ اُوْتِيَ مُوْسٰىۗ اَوَلَمْ يَكْفُرُوْا بِمَآ اُوْتِيَ مُوْسٰى مِنْ قَبْلُۚ قَالُوْا سِحْرٰنِ تَظٰهَرَاۗ وَقَالُوْٓا اِنَّا بِكُلٍّ كٰفِرُوْنَ

Falammā jā'ahumul-ḥaqqu min ‘indinā qālū lau lā ūtiya miṡla mā ūtiya mūsā, awalam yakfurū bimā ūtiya mūsā min qabl(u), qālū siḥrāni taẓāharā, wa qālū innā bikullin kāfirūn(a).

Ketika telah datang kepada mereka kebenaran (Al-Qur’an) dari sisi Kami, mereka berkata, “Mengapa tidak diberikan kepadanya (Nabi Muhammad mukjizat) seperti apa yang telah diberikan kepada Musa?” Bukankah mereka itu telah ingkar kepada apa yang diberikan kepada Musa dahulu? Mereka berkata, “(Al-Qur’an dan Taurat adalah) dua (kitab) sihir yang saling menguatkan.” Mereka (juga) berkata, “Sesungguhnya kami mengingkari keduanya.”

Makna Surat Al-Qasas Ayat 48
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

Maka ketika Rasulullah telah datang kepada mereka dengan membawa kebenaran yang sempurna berupa Al-Qur'an yang berasal dari sisi Kami, dengan nada ingkar mereka berkata, “Mengapa tidak diberikan kepadanya, yakni Nabi Muhammad, bukti kebenaran risalah dalam bentuk mukjizat inderawi dan kitab suci yang diturunkan sekaligus seperti apa yang telah diberikan kepada Musa dahulu, misalnya tongkat yang berubah menjadi ular, atau tangan yang tampak bersinar cemerlang dan lain-lain?” Kaum musyrik Mekah, berkata demikian padahal bukankah sebelumnya mereka itu telah ingkar juga kepada apa yang diberikan kepada Musa dahulu? Mereka dahulu berkata, “Nabi Musa dan Nabi Harun adalah dua pesihir yang bantu-membantu dan saling benar-membenarkan.” Dan mereka juga berkata, “Sesungguhnya kami sama sekali tidak mempercayai masing-masing mereka itu.”

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Ayat ini menerangkan bahwa ketika Muhammad diutus kepada kaum Quraisy yang belum pernah didatangi oleh seorang rasul yang dibekali kitab suci Al-Qur’an, mereka menyombongkan diri, menentang, dan mem-perlihatkan kesesatan. Mereka berkata, “Mengapa ia tidak memiliki mukjizat sebagaimana halnya Nabi Musa yang diberi mukjizat, seperti tongkat menjadi ular, lautan terbelah dengan pukulan tongkatnya, tangannya menjadi putih, dinaungi oleh awan, dan lain-lain. Firman Allah:

فَلَعَلَّك َ تَارِكٌۢ بَعْضَ مَا يُوْحٰىٓ اِلَيْكَ وَضَاۤىِٕقٌۢ بِهٖ صَدْرُكَ اَنْ يَّقُوْلُوْا لَوْلَآ اُنْزِلَ عَلَيْهِ كَنْزٌ اَوْ جَاۤءَ مَعَهٗ مَلَكٌ ۗاِنَّمَآ اَنْتَ نَذِيْرٌ ۗ وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ وَّكِيْلٌ ۗ ١٢ (هود)

Maka boleh jadi engkau (Muhammad) hendak meninggalkan sebagian dari apa yang diwahyukan kepadamu dan dadamu sempit karenanya, karena mereka akan mengatakan, “Mengapa tidak diturunkan kepadanya harta (kekayaan) atau datang bersamanya malaikat?” Sungguh, engkau hanyalah seorang pemberi peringatan dan Allah pemelihara segala sesuatu. (Hūd/11: 12)

Ucapan kaum Quraisy itu dijawab bahwa orang-orang yang durhaka dan sombong pada masa Nabi Musa telah ingkar kepada mukjizat yang diberikan kepada Musa dahulu. Bahkan mereka menuduh Musa dan Harun adalah dua ahli sihir yang saling membantu. Apakah orang-orang kafir Mekah akan mengikuti apa yang telah diperbuat kaum Nabi Musa? Apakah mereka akan mengingkari apa yang didatangkan Muhammad, dan mengatakan bahwa Musa dan Muhammad adalah ahli sihir? Apakah mereka juga tidak akan mempercayai risalah dan mukjizat keduanya?

Mengenai tuduhan bahwa keduanya adalah ahli sihir pada ayat ini, Said bin Jubair, Mujāhid, dan Ibnu Zaid berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “keduanya adalah ahli sihir” ialah Musa dan Harun. Ini adalah ucapan orang-orang Yahudi pada permulaan kerasulan. Sedangkan Ibnu ‘Abbās dan al-Ḥasan al-Baṣrī berpendapat bahwa yang dimaksud dengan keduanya adalah ahli sihir yaitu Musa dan Muhammad saw, dan ini adalah ucapan orang-orang musyrikin bangsa Arab.

Isi Kandungan Kosakata

1. Hawāhu هَوَاهُ (al-Qaṣaṣ/28: 50)

Kata hawāhu merupakan gabungan dua kata yaitu hawā dan ḍamīr muttaṣil dari huwa. Lafal hawā sendiri terbentuk dari kata hawā-yahwi yang berarti jatuh dari atas ke bawah. Al-Hawā berarti ruang yang berada antara langit dan bumi atau setiap sesuatu yang kosong dan hampa. Bentuk jamaknya adalah ahwiyah. Al-Hawā juga diartikan dengan orang yang penakut, karena penakut hatinya seakan-akan kosong. Allah berfirman “Wa af’idatuhum hawā” (Ibrāhīm/14: 43) diartikan dengan akal dan hati yang kosong. Al-Hawā berarti juga setiap batas antara dua ruang/tempat seperti antara bawah sumur dengan atas sumur, antara lain rumah dengan atapnya. Al-Mahwā diartikan dengan ruang kosong antara dua gunung. Kata hawā dengan berbagai bentuk derivasinya terulang dalam Al-Qur’an sebanyak 38 kali.

Al-Hawā berarti juga kecintaan dan keinginan seorang manusia terhadap sesuatu. Allah berfirman dalam Surah an-Nāzi’āt/79: 40, “wa nahā an-nafs ‘an al-hawā” (dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya). Kata hawā lebih banyak digunakan untuk arti kecenderungan hati atau jiwa terhadap syahwat. Dinamakan seperti ini karena pemilik hati lebih cenderung kepada dunia atau lebih dikenal dengan istilah hawa nafsu yang lebih bernuansa negatif. Oleh karena itu, Allah menamai salah satu neraka dengan al-Hāwiyah (al-Qāri’ah/101: 9).

Pada ayat ini, Allah menjelaskan sikap orang-orang kafir terhadap kerasulan Muhammad saw. Mereka memintanya untuk mendatangkan seperti apa yang Allah berikan kepada Musa dahulu. Akan tetapi, ketika mereka ditantang untuk mendatangkan kitab suci selain Al-Qur’an dan Taurat yang lebih bisa menjamin kebahagiaan mereka, ternyata mereka tidak bisa mendatangkannya. Ini sebagai bukti bahwa pembangkangan yang mereka lakukan bukanlah keluar atas nama hati nurani, melainkan hanyalah karena terdorong hawa nafsu (al-hawā) belaka.

2. Waṣṣalnā وَصَّلْناَ (al-Qaṣaṣ/28: 51)

Kata waṣṣalnā merupakan kata yang terbentuk dari kata waṣṣala yang berarti sampai ke tujuan. Waṣal juga berarti bersambung yang merupakan antonim dari lafal al-faṣl. Waṣṣala juga berarti bersambungnya sesuatu dengan cara teratur dan tidak terputus. Dalam hadisnya, Rasulullah melarang umatnya untuk melakukan wiṣal yaitu puasa yang terus menerus. Kata ini bisa digunakan dalam fiksi dan non fiksi. Dalam fiksi, misalnya waṣaltu fulān (aku telah mendatangi si fulan). Al-Waṣīlah berarti juga tanah yang luas.

Pada ayat ini dijelaskan bahwa Allah telah menurunkan Al-Qur’an secara bertahap dalam waktu yang berbeda dan masa yang cukup lama. Namun demikian, Al-Qur’an tetap tersusun dengan rapi dan serasi.