وَلَا يَصُدُّنَّكَ عَنْ اٰيٰتِ اللّٰهِ بَعْدَ اِذْ اُنْزِلَتْ اِلَيْكَ وَادْعُ اِلٰى رَبِّكَ وَلَا تَكُوْنَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ ۚ
Wa lā yaṣuddunnaka ‘an āyātillāhi ba‘da iż unzilat ilaika wad‘u ilā rabbika wa lā takūnanna minal-musyrikīn(a).
Janganlah mereka sekali-kali menghalang-halangi engkau untuk (menyampaikan) ayat-ayat Allah setelah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu. Serulah (manusia) agar (beriman) kepada Tuhanmu dan janganlah engkau sekali-kali termasuk (golongan) orang-orang musyrik.
Dan jangan sampai mereka menghalang-halangi engkau wahai Nabi Muhammad untuk menyampaikan ayat-ayat Allah, setelah ayat-ayat itu diturunkan oleh Allah kepadamu, dan serulah manusia dengan sekuat kemampuanmu melalui dakwah yang santun dan bijak kepada agama Allah agar mereka beriman kepada Tuhanmu, jangan bosan berdakwah kendati mereka enggan mendengar atau menghalang-halangi, dan sekali-kali dalam keadaan apa pun janganlah engkau diam tidak menegur kedurhakaan yang mengandung kemusyrikan, apalagi merestuinya, karena jika demikian engkau termasuk orang-orang musyrik yang mempersekutukan Tuhan.
Allah menganjurkan kepada Muhammad agar tidak mengindahkan tipu daya orang-orang kafir, dan jangan sekali-kali terpengaruh sehingga mereka berhasil menghalang-halangi penyampaian ayat-ayat suci Al-Qur’an sesudah diturunkan kepadanya. Allah selalu bersamanya dan menguatkan serta memenangkan agama-Nya dari orang-orang kafir. Bahkan Nabi saw diperintahkan menyeru kaumnya ke jalan Allah dan menyampaikan agama-Nya kepada mereka, menyembah hanya kepada Allah saja yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Pada akhir ayat ini, Allah menekankan supaya Muhammad jangan sekali-kali meninggalkan dakwahnya, dan selalu menyampaikan risalahnya kepada kaum musyrikin, supaya dia tidak seperti mereka, bermaksiat menyalahi perintah-Nya. Di ayat lain diterangkan:
وَلَا تَكُوْنَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِيْن َ
Dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik. (al-An‘ām/6: 14)
1. Faraḍa فَرَضَ (al-Qaṣaṣ/28: 85)
Kata faraḍa dalam Al-Qur’an disebut tidak kurang dari 4 kali, yaitu dalam Surah al-Baqarah/2: 197, Surah al-Aḥzāb/33: 38, Surah at-Taḥrīm/66: 2, dan dalam Surah al-Qaṣaṣ/28: 81 ini. Kalau subjek (fā’il)nya manusia, maka artinya “mengerjakan sesuatu sebagai kewajiban,” seperti terdapat dalam Surah al-Baqarah/2: 197. Akan tetapi, kalau subjek (fā’il)nya Allah, maka faraḍa berarti mewajibkan. Kata faraḍa ‘alaika dalam ayat ini mengandung tiga macam arti. Menurut ‘Aṭā’ bin Abi Rabah dan Ibnu Qutaibah, kata itu berarti Allah mewajibkan kepada Muhammad untuk mengamalkan hukum-hukum Al-Qur’an. Menurut Mujāhid, artinya Allah memberikan kepada Nabi Muhammad Al-Qur’an. Menurut Muqātil, al-Farra’ dan Abū Ubaidah, maksudnya adalah Allah menurunkan kepada Muhammad Al-Qur’an.
2. Larādduka لَرَادُّكَ (al-Qaṣaṣ/28: 85)
Kata larādduka dalam rangkaian ayat ini merupakan predikat/khabar inna, yang artinya “pasti akan mengembalikanmu (Muhammad).” Menurut sebagian mufasir, ayat ini diturunkan pada waktu Nabi Muhammad berangkat dari Mekah, yakni dalam perjalanan hijrah menuju Medinah. Nabi Muhammad sesampai di Juhfah, menolehkan mukanya ke arah Mekah karena ingin kembali ke sana. Allah menegaskan janji-Nya bahwa Dia yang telah mewajibkan kepada Nabi Muhammad untuk mengamalkan hukum-hukum Al-Qur’an, pasti akan mengembalikan beliau ke Mekah melalui futuḥ Mekah pada waktu yang tepat. Jadi, penaklukan kota Mekah benar-benar dijanjikan Allah kepada Nabi Muhammad, sehingga kota itulah tempat beliau kembali (ma’ad), yang dari situ beliau diusir.

