۞ وَلَقَدْ وَصَّلْنَا لَهُمُ الْقَوْلَ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ ۗ
Wa laqad waṣṣalnā lahumul-qaula la‘allahum yatażakkarūn(a).
Sungguh, Kami benar-benar telah menurunkan perkataan itu (Al-Qur’an) secara berkesinambungan untuk mereka agar selalu mengingat(-nya).
Dan demi keagungan dan kekuasaan Kami, sungguh, Kami telah menyampaikan perkataan ini, yaitu Al-Qur'an kepada mereka secara berkesinambungan. Sebagian turun menyusul yang lain, sesuai kebutuhan. Al-Qur'an juga diturunkan secara berturut-turut dalam bentuk janji, ancaman, kisah-kisah dan pelajaran-pelajaran, semua itu agar mereka selalu mengingatnya, merenungi dan mempercayai apa yang ada di dalam-nya.
Ayat ini menerangkan bahwa Allah menurunkan Al-Qur’an secara bertahap, sebagian demi sebagian sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan-Nya, agar mudah dibaca, diingat, dipahami, dan bisa memantapkan hati dan menguatkan iman. Ini merupakan jawaban atas permintaan orang-orang kafir yang menghendaki Al-Qur’an itu diturunkan sekaligus. Firman Allah:
وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْاٰنُ جُمْلَةً وَّاحِدَةً ۛ كَذٰلِكَ ۛ لِنُثَبِّتَ بِهٖ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنٰهُ تَرْتِيْلًا ٣٢ (الفرقان)
Dan orang-orang kafir berkata, “Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus?” Demikianlah agar Kami memperteguh hatimu (Muhammad) dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur, perlahan dan benar). (al-Furqān/25: 32)
1. Hawāhu هَوَاهُ (al-Qaṣaṣ/28: 50)
Kata hawāhu merupakan gabungan dua kata yaitu hawā dan ḍamīr muttaṣil dari huwa. Lafal hawā sendiri terbentuk dari kata hawā-yahwi yang berarti jatuh dari atas ke bawah. Al-Hawā berarti ruang yang berada antara langit dan bumi atau setiap sesuatu yang kosong dan hampa. Bentuk jamaknya adalah ahwiyah. Al-Hawā juga diartikan dengan orang yang penakut, karena penakut hatinya seakan-akan kosong. Allah berfirman “Wa af’idatuhum hawā” (Ibrāhīm/14: 43) diartikan dengan akal dan hati yang kosong. Al-Hawā berarti juga setiap batas antara dua ruang/tempat seperti antara bawah sumur dengan atas sumur, antara lain rumah dengan atapnya. Al-Mahwā diartikan dengan ruang kosong antara dua gunung. Kata hawā dengan berbagai bentuk derivasinya terulang dalam Al-Qur’an sebanyak 38 kali.
Al-Hawā berarti juga kecintaan dan keinginan seorang manusia terhadap sesuatu. Allah berfirman dalam Surah an-Nāzi’āt/79: 40, “wa nahā an-nafs ‘an al-hawā” (dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya). Kata hawā lebih banyak digunakan untuk arti kecenderungan hati atau jiwa terhadap syahwat. Dinamakan seperti ini karena pemilik hati lebih cenderung kepada dunia atau lebih dikenal dengan istilah hawa nafsu yang lebih bernuansa negatif. Oleh karena itu, Allah menamai salah satu neraka dengan al-Hāwiyah (al-Qāri’ah/101: 9).
Pada ayat ini, Allah menjelaskan sikap orang-orang kafir terhadap kerasulan Muhammad saw. Mereka memintanya untuk mendatangkan seperti apa yang Allah berikan kepada Musa dahulu. Akan tetapi, ketika mereka ditantang untuk mendatangkan kitab suci selain Al-Qur’an dan Taurat yang lebih bisa menjamin kebahagiaan mereka, ternyata mereka tidak bisa mendatangkannya. Ini sebagai bukti bahwa pembangkangan yang mereka lakukan bukanlah keluar atas nama hati nurani, melainkan hanyalah karena terdorong hawa nafsu (al-hawā) belaka.
2. Waṣṣalnā وَصَّلْناَ (al-Qaṣaṣ/28: 51)
Kata waṣṣalnā merupakan kata yang terbentuk dari kata waṣṣala yang berarti sampai ke tujuan. Waṣal juga berarti bersambung yang merupakan antonim dari lafal al-faṣl. Waṣṣala juga berarti bersambungnya sesuatu dengan cara teratur dan tidak terputus. Dalam hadisnya, Rasulullah melarang umatnya untuk melakukan wiṣal yaitu puasa yang terus menerus. Kata ini bisa digunakan dalam fiksi dan non fiksi. Dalam fiksi, misalnya waṣaltu fulān (aku telah mendatangi si fulan). Al-Waṣīlah berarti juga tanah yang luas.
Pada ayat ini dijelaskan bahwa Allah telah menurunkan Al-Qur’an secara bertahap dalam waktu yang berbeda dan masa yang cukup lama. Namun demikian, Al-Qur’an tetap tersusun dengan rapi dan serasi.

