وَقَالَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللّٰهِ خَيْرٌ لِّمَنْ اٰمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ۚوَلَا يُلَقّٰىهَآ اِلَّا الصّٰبِرُوْنَ
Wa qālal-lażīna ūtul-‘ilma wailakum ṡawābullāhi khairul liman āmana wa ‘amila ṣāliḥā(n), wa lā yulaqqāhā illaṣ-ṣābirūn(a).
Orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, “Celakalah kamu! (Ketahuilah bahwa) pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. (Pahala yang besar) itu hanya diperoleh orang-orang yang sabar.”
Akan tetapi, orang-orang yang dianugerahi ilmu yang bermanfaat oleh Allah tidak tertipu oleh itu semua. Mereka memberi nasihat kepada orang-orang yang tertipu itu dengan berkata, “Celakalah kamu jika bersikap dan berkeyakinan seperti itu! Bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepada-Nya. Ketahuilah, pahala dan kenikmatan yang disediakan oleh Allah di sisi-Nya lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan dari pada kekayaan yang dimiliki dan dipamerkan oleh Karun, dan pahala yang besar itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar dan tabah dalam melaksanakan konsekuensi keimanan dan amal saleh serta menerima ujian dan cobaan dari Allah.”
Ayat ini menerangkan kelompok kedua yaitu orang-orang yang berilmu dan berpikiran waras. Mereka menganggap bahwa cara berpikir orang-orang yang termasuk golongan pertama tadi sangat keliru, bahkan dianggap sebagai satu bencana besar dan kerugian yang nyata, karena lebih mementingkan kehidupan dunia yang fana dari kehidupan akhirat yang kekal. Golongan kedua berpendapat bahwa pahala di sisi Allah bagi orang-orang yang percaya kepada Allah dan rasul-Nya serta beramal saleh, jauh lebih baik daripada menumpuk harta. Apa yang di sisi Allah kekal abadi, sedangkan apa yang dimiliki manusia akan lenyap dan musnah, sebagaimana firman-Nya:
مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللّٰهِ بَاقٍۗ
Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. (an-Naḥl/16: 96)
Ayat 80 diakhiri satu penjelasan bahwa yang dapat menerima dan mengamalkan nasihat dari ayat di atas hanyalah orang-orang yang sabar dan tekun mematuhi perintah Allah, menjauhi larangan-Nya. Mereka juga menerima baik apa yang telah diberikan Allah kepadanya serta membelanjakannya untuk kepentingan diri dan masyarakat.
Fakhasafnā فَخَسَفْنَا (al-Qaṣaṣ/28: 81)
Kata khasafa adalah fi’il māḍī (kata kerja lampau) dari khasafa-yakhsifu-khasf(an), yang berarti hilang, tenggelam, atau terbenam. Ungkapan khusuf al-qamar berarti gerhana bulan. Pada ungkapan ini ada unsur arti lain yaitu menghinakan. Ungkapan fakhasafna bihi dalam ayat ini, berarti kami benamkan dia (Karun). Maksudnya ialah Karun dihancurkan Allah dengan cara membenamkannya ke dalam bumi. Pembenaman Karun hakikatnya diperbuat oleh Allah. Dalam perbuatan-Nya ini Allah seakan melibatkan pihak selain diri-Nya, yaitu Nabi Musa yang berdoa kepada-Nya agar Karun dihancurkan. Karena terkait Nabi Musa yang berdoa dan kemudian Allah mengabulkan doa tersebut, begitu juga malaikat yang terlibat dalam penghancuran Karun dan rumahnya, maka penghancuran atau pembenaman Karun ke dalam bumi dinyatakan oleh Allah dengan firman-Nya fakhasafna bih (maka Kami benamkan dia) dan bukan fakhasaftu bih (maka Aku benamkan dia).

