مَا تَسْبِقُ مِنْ اُمَّةٍ اَجَلَهَا وَمَا يَسْتَأْخِرُوْنَ ۗ
Mā tasbiqu min ummatin ajalahā wa mā yasta'khirūn(a).
Tidak ada satu umat pun yang dapat menyegerakan ajalnya dan tidak (pula) menangguhkan(-nya).
Allah memberi batas waktu bagi kehidupan, kematian, atau kebinasaan umat para nabi tersebut. Tidak ada satu umat pun yang dapat menyegerakan atau mendahuli ajalnya, yaitu batas waktu kematian atau kebinasaan yang telah Allah tetapkan berdasar sunatullah yang berlaku umum, dan tidak dapat pula mereka menangguhkannya.
Pada ayat ini Allah menegaskan bahwa tidak ada satu umat pun yang dapat mempercepat ajal atau kehancuran mereka, dan tidak pula dapat menundanya. Semua itu berlaku sesuai dengan ketentuan Allah Yang Mahakuasa, yang mengatur alam ini dengan segala isinya dengan tertib, teratur dan lancar. Oleh karena itu, umat-umat yang telah binasa itu tidak dapat mendahului ajalnya yang telah ditentukan dan tidak pula mereka dapat mengundurkannya atau menundanya, sebab setiap umat telah ada ketetapan lebih dahulu di Lauh Mahfuz, berapa lama mereka akan mengalami hidup di dunia.
1. Ansya’nā أَنْشَأْناَ(al-Mu ’minūn/23: 42)
Ansya’nā terambil dari kata kerja ansya’a-yunsyi’u, yang artinya membuat atau menjadikan. Dalam ayat ini kata tersebut mengisyaratkan bahwa Allah telah menjadikan generasi-generasi lain, setelah dibinasakan generasi sebelumnya, yaitu kaum ‘Ād yang merupakan umat dari Nabi Hud. Generasi-generasi lain itu adalah umat Nabi Salih, umat Nabi Lut, umat Nabi Syu’aib, dan lainnya.
2. Tatrā تَتْرًا (al-Mu’minūn/23: 44)
Kata tatrā terambil dari kata watra yang artinya perurutan yang diselingi oleh selang waktu. Dengan demikian, ayat ini mengisyaratkan bahwa kedatangan para rasul itu tidak berturut-turut secara langsung, melainkan di antara mereka pasti ada selang waktu antar dua orang rasul sebagai kelanjutannya, seperti Nabi Adam dan Nabi Idris, Nabi Saleh dan Nabi Ibrahim, Nabi Isa dan Nabi Muhammad, dan lainnya. Namun demikian, ada juga yang berpendapat bahwa kata tersebut berarti berturut-turut tanpa selang waktu, seperti yang terjadi antara Nabi Ibrahim dan Nabi Ishak, Nabi Yakub dan Nabi Yusuf, Nabi Daud dan Nabi Sulaiman, Nabi Zakaria dan Nabi Yahya, dan lainnya.

