ثُمَّ اَرْسَلْنَا رُسُلَنَا تَتْرَاۗ كُلَّمَا جَاۤءَ اُمَّةً رَّسُوْلُهَا كَذَّبُوْهُ فَاَتْبَعْنَا بَعْضَهُمْ بَعْضًا وَّجَعَلْنٰهُمْ اَحَادِيْثَۚ فَبُعْدًا لِّقَوْمٍ لَّا يُؤْمِنُوْنَ
Ṡumma arsalnā rusulanā tatrā, kullamā jā'a ummatar rasūluhā każżabūhu fa atba‘nā ba‘ḍahum ba‘ḍaw wa ja‘alnāhum aḥādīṡ(a), fa bu‘dal liqaumil lā yu'minūn(a).
Kemudian, Kami utus rasul-rasul Kami secara berturut-turut. Setiap kali seorang rasul datang kepada suatu umat, mereka mendustakannya. Maka, Kami iringkan (kebinasaan) sebagian mereka dengan sebagian yang lain. Kami jadikan (pula) mereka bahan pembicaraan. Maka, kebinasaanlah bagi kaum yang tidak beriman.
Kemudian, Kami utus kepada kaum-kaum itu rasul-rasul Kami secara berturut-turut. Setiap kali seorang rasul datang kepada suatu umat untuk mengajak mereka menghamba dan bertauhid kepada Allah, mereka mendustakannya, maka Kami silih gantikan sebagian mereka dengan sebagian yang lain, yakni Kami musnahkan mereka secara silih berganti. Dan Kami jadikan mereka bahan cerita bagi kaum sesudahnya. Maka, kebinasaanlah bagi kaum yang tidak beriman kepada risalah para rasul.
Kemudian Allah mengutus kepada umat-umat itu para rasul-Nya secara berturut-turut dalam beberapa masa yang berbeda. Pada setiap periode ada rasul Allah yang berfungsi menyampaikan risalah-Nya. Demikianlah mereka datang silih berganti sampai kepada nabi penutup yaitu Nabi Muhammad, setiap diutus rasul kepada umatnya, umat itu mendustakannya. Oleh karena masing-masing umat itu mendustakan rasul-Nya, maka Allah membinasakan mereka berturut-turut dan Allah menjadikan kisah mereka buah tutur manusia yang datang kemudian. Kisah mereka sering disebut, baik dalam percakapannya sehari-hari maupun dalam pelajaran sejarah umat-umat yang pernah mendustakan nabi-nabi-Nya.
1. Ansya’nā أَنْشَأْناَ(al-Mu ’minūn/23: 42)
Ansya’nā terambil dari kata kerja ansya’a-yunsyi’u, yang artinya membuat atau menjadikan. Dalam ayat ini kata tersebut mengisyaratkan bahwa Allah telah menjadikan generasi-generasi lain, setelah dibinasakan generasi sebelumnya, yaitu kaum ‘Ād yang merupakan umat dari Nabi Hud. Generasi-generasi lain itu adalah umat Nabi Salih, umat Nabi Lut, umat Nabi Syu’aib, dan lainnya.
2. Tatrā تَتْرًا (al-Mu’minūn/23: 44)
Kata tatrā terambil dari kata watra yang artinya perurutan yang diselingi oleh selang waktu. Dengan demikian, ayat ini mengisyaratkan bahwa kedatangan para rasul itu tidak berturut-turut secara langsung, melainkan di antara mereka pasti ada selang waktu antar dua orang rasul sebagai kelanjutannya, seperti Nabi Adam dan Nabi Idris, Nabi Saleh dan Nabi Ibrahim, Nabi Isa dan Nabi Muhammad, dan lainnya. Namun demikian, ada juga yang berpendapat bahwa kata tersebut berarti berturut-turut tanpa selang waktu, seperti yang terjadi antara Nabi Ibrahim dan Nabi Ishak, Nabi Yakub dan Nabi Yusuf, Nabi Daud dan Nabi Sulaiman, Nabi Zakaria dan Nabi Yahya, dan lainnya.

