وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْۗ
Wa lirabbika faṣbir.
Karena Tuhanmu, bersabarlah!
Petunjuk terakhir, kelima, larangan memperoleh imbalan dapat menimbulkan kesulitan maka apabila menghadapi kesulitan ayat ini memberi petunjuk, dan hanya karena Tuhanmu, maka bersabarlah, pasti engkau akan berhasil dalam dakwahmu.
Ayat ini memerintahkan supaya Nabi Muhammad bersikap sabar, karena dalam berbuat taat itu pasti banyak rintangan dan cobaan yang dihadapi. Apalagi dalam berjihad untuk menyampaikan risalah Islam. Sabar dalam ayat ini juga berarti tabah menderita karena disiksa atau disakiti karena apa yang disampaikan itu tidak disenangi orang. Bagi seorang dai, ayat ini berarti bahwa ia harus dapat menahan diri dan menekan perasaan ketika misinya tidak diterima orang, dan ketika kebenaran yang diserukannya tidak dipedulikan orang. Janganlah putus asa, sebab tidak ada perjuangan yang berhasil tanpa pengorbanan, sebagaimana perjuangan yang telah dialami para nabi dan rasul.
Ada beberapa bentuk sabar yang ditafsirkan dari ayat di atas, di antaranya: (1) sabar dalam melakukan perbuatan taat, sehingga tidak dihinggapi kebosanan, (2) sabar menjauhkan diri dari perbuatan maksiat dan menghadapi musuh, (3) sabar ketika menghadapi cobaan dan ketetapan (qadar) Allah, dan (4) sabar menghadapi kemewahan hidup di dunia. Dengan sikap sabar dan tabah itulah sesuatu perjuangan dijamin akan berhasil, seperti yang diperlihatkan oleh junjungan kita, Nabi Muhammad saw.
1. Al-Muddaṡṡir الْمُدَّثِّر (al-Muddaṡṡir/74: 1)
Kata al-muddaṡṡir adalah isim fā‘il dari tadaṡṡara. Menurut al-Ragib al-Aṣfahanī, kata muddaṡṡir berasal dari kata mutadaṡṡir, di-idgām-kan menjadi dal. Sedangkan menurut pengarang al-Mu‘jam al-Wasiṭ, kata tadaṡṡara berarti seseorang yang memakai diṡār, yaitu sejenis kain yang diletakkan di atas baju yang dipakai untuk menghangatkan atau dipakai sewaktu orang berbaring atau tidur. Oleh sebab itu, kata diṡār dapat diartikan dengan “selimut”. Dengan demikian, maka kata al-muddaṡṡir berarti “orang yang berselimut”. Ulama tafsir sepakat bahwa yang dimaksud dengan yang berselimut adalah Nabi Muhammad. Makna ini dapat dipahami dari sabab nuzul ayat yang berkenaan dengan pembahasan ini. Pengertian ini didukung oleh qira‘ah atau bacaan yang dinisbahkan kepada ‘Ikrimah, yaitu “yā ayyuhal-mudṡar”.
Biasa nya bila seseorang takut, ia akan menggigil, oleh sebab itu ia menutupi dirinya dengan selimut. Menyelimuti atau diselimuti dalam ayat tersebut adalah untuk menghilangkan rasa takut yang meliputi jiwa Nabi Muhammad beberapa saat sebelum turunnya ayat-ayat ini. Hal ini terjadi pada diri Nabi Muhammad, khususnya pada masa awal kedatangan malaikat Jibril kepada beliau.
2. An-nāqūr النَّاقُوْر (al-Muddaṡṡir/74: 8)
Kata an-nāqūr terambil dari kata naqara-yanquru-naqran. Kalimat naqaraṭ-ṭā'irusy-syai'a berarti burung itu melubangi sesuatu. Dari kata ini diambil kata naqīr yang berarti lubang yang ada pada bagian atas biji-bijian. Darinya juga diambil kata nāqūr yang berarti sangkakala yang ditiup oleh malaikat. Kalimat nuqira fin-nāqūr berarti sangkakala ditiup.

