وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُۖ
Wa lā tamnun tastakṡir(u).
Janganlah memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak!
Petunjuk yang keempat, dan janganlah engkau, wahai Nabi Muhammad, memberi yaitu usahamu dalam berdakwah dengan maksud untuk mendapatkan imbalan duniawi dari manusia. Dengan demikian engkau akan memperoleh balasan dari Allah, yang lebih banyak.
Dalam ayat ini, Nabi Muhammad dilarang memberi dengan maksud memperoleh yang lebih banyak. Artinya dengan usaha dan ikhtiar mengajak manusia ke jalan Allah, serta dengan ilmu dan risalah yang disampaikan, beliau dilarang mengharapkan ganjaran atau upah yang lebih besar dari orang-orang yang diserunya. Tegasnya jangan menjadikan dakwah sebagai objek bisnis yang mendatangkan keuntungan duniawi. Bagi seorang nabi lebih ditekankan lagi agar tidak mengharapkan upah sama sekali dalam dakwah, guna memelihara keluhuran martabat kenabian yang dipikulnya.
1. Al-Muddaṡṡir الْمُدَّثِّر (al-Muddaṡṡir/74: 1)
Kata al-muddaṡṡir adalah isim fā‘il dari tadaṡṡara. Menurut al-Ragib al-Aṣfahanī, kata muddaṡṡir berasal dari kata mutadaṡṡir, di-idgām-kan menjadi dal. Sedangkan menurut pengarang al-Mu‘jam al-Wasiṭ, kata tadaṡṡara berarti seseorang yang memakai diṡār, yaitu sejenis kain yang diletakkan di atas baju yang dipakai untuk menghangatkan atau dipakai sewaktu orang berbaring atau tidur. Oleh sebab itu, kata diṡār dapat diartikan dengan “selimut”. Dengan demikian, maka kata al-muddaṡṡir berarti “orang yang berselimut”. Ulama tafsir sepakat bahwa yang dimaksud dengan yang berselimut adalah Nabi Muhammad. Makna ini dapat dipahami dari sabab nuzul ayat yang berkenaan dengan pembahasan ini. Pengertian ini didukung oleh qira‘ah atau bacaan yang dinisbahkan kepada ‘Ikrimah, yaitu “yā ayyuhal-mudṡar”.
Biasa nya bila seseorang takut, ia akan menggigil, oleh sebab itu ia menutupi dirinya dengan selimut. Menyelimuti atau diselimuti dalam ayat tersebut adalah untuk menghilangkan rasa takut yang meliputi jiwa Nabi Muhammad beberapa saat sebelum turunnya ayat-ayat ini. Hal ini terjadi pada diri Nabi Muhammad, khususnya pada masa awal kedatangan malaikat Jibril kepada beliau.
2. An-nāqūr النَّاقُوْر (al-Muddaṡṡir/74: 8)
Kata an-nāqūr terambil dari kata naqara-yanquru-naqran. Kalimat naqaraṭ-ṭā'irusy-syai'a berarti burung itu melubangi sesuatu. Dari kata ini diambil kata naqīr yang berarti lubang yang ada pada bagian atas biji-bijian. Darinya juga diambil kata nāqūr yang berarti sangkakala yang ditiup oleh malaikat. Kalimat nuqira fin-nāqūr berarti sangkakala ditiup.

