v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
Ayat 1 - Surat Al-Lahab (Gejolak Api)
اللّهب
Ayat 1 / 5 •  Surat 111 / 114 •  Halaman 603 •  Quarter Hizb 60.75 •  Juz 30 •  Manzil 7 • Makkiyah

تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّۗ

Tabbat yadā abī lahabiw wa tabb(a).

Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia.763)

Makna Surat Al-Lahab Ayat 1
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

Karena kebenciannya kepada Nabi dan penentangannya terhadap dakwah beliau dengan cara yang menyakitkan, maka celaka dan binasalah kedua tangan Abu Lahab yakni diri Abu Lahab, yang bernama ‘Abdul Uzz bin Abdul Muttalib; dan benar-benar binasa dia!

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa Abū Lahab akan rugi dan binasa dan kata-kata ini sebagai kutukan dari Allah baginya. Binasa pada kedua belah tangannya karena tangan adalah alat bekerja dan bertindak. Bila kedua belah tangan seseorang telah binasa, berarti ia telah binasa. Dikatakan Abū Lahab, padahal namanya Abdul-‘Uzza, karena ia berwajah tampan menawan. Namun para ulama berpendapat bahwa dikatakan Abū Lahab karena ia pasti menjadi penghuni neraka yang bergejolak apinya. Hal itu seperti golongan kiri karena golongan kiri adalah aṣḥāb asy-syimāl. Permulaan ayat ini adalah kutukan atas kebinasaan Abū Lahab dan penutupnya adalah sebagai keterangan dari Allah bahwa kutukan tersebut telah terbukti dan Abū Lahab pasti rugi di dunia dan di akhirat. لَمَّا نَزَلَتْ ﴿تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ﴾ أَقْبَلَتِ اْلعَوْرَاءُ أُمُّ جَمِيْلٍ بِنْتُ حَرْبٍ وَلَهَا وَلْوَلَةٌ وَفِيْ يَدِهَا فِهْرٌ وَهِيَ تَقُوْلُ: مُذَمِّمًا أَبَيْنَا وَدِيْنَهُ قَلَيْنَا وَأَمْرَهُ عَصَيْنَا وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ فِي الْمَسْجِدِ وَمَعَهُ أَبُوْ بَكْرٍ فَلَمَّا رَآهَا أَبُوْ بَكْرٍ قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ قَدْ أَقْبَلَتْ وَأَنَا أَخَافُ أَنْ تَرَاكَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّهَا لَنْ تَرَانِيْ وَقَرَأَ قُرْآنًا فَاعْتَصَمَ بِهِ كَمَا قَالَ وَقَرَأَ ﴿وَاِذَا قَرَأْتَ الْقُرْاٰنَ جَعَلْنَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِالْاٰخِرَةِ حِجَابًا مَّسْتُوْرًا﴾ فَوَقَفَتْ عَلَى أَبِيْ بَكْرٍ وَلَمْ تَرَ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا أَبَا بَكْرٍ إِنِّي أُخْبِرْتُ أَنَّ صَاحِبَكَ هَجَانِيْ فَقَالَ: لَا وَرَبِّ هٰذَا اْلبَيْتِ مَا هَجَاكَ فَوَلَّتْ وَهِيَ تَقُوْلُ: قَدْ عَلِمَتْ قُرَيْشٌ أَنِّي بِنْتُ سَيِّدِهَا. (رواه الحاكم) Ketika ayat tabbat yadā abī lahabin watabba turun, Ummu Jamīl al-‘Aurā (wanita yang sebelah matanya buta) binti Ḥarb datang sambil berteriak-teriak. Ia membawa batu sekepalan tangan, seraya berkata. “Dia mencela (agama kami), kami menolak. Agamanya kami benci dan perintahnya kami bantah.” Ketika itu Nabi saw. duduk di dalam masjid bersama Abu Bakar. Ketika Abu Bakar melihat wanita itu, beliau berkata, Wahai Rasulullah, wanita itu telah datang. Saya khawatir dia melihatmu.” Maka Rasulullah saw. berkata “Dia tidak akan melihatku.” Kemudian Nabi membaca sebuah ayat dan berlindung dengan menggunakan ayat itu. Beliau membaca “Dan apabila kamu membaca Al-Qur’an, kami jadikan diantara kamu dan orang-orang yang tidak beriman itu penghalang yang tertutup.” Wanita itu berdiri di depan Abu Bakar, namum ia tidak bisa melihat Rasulullah saw. Ia berkata, “Hai Abu Bakar, aku mendapat kabar bahwa temanmu itu telah menghinaku.” Abu Bakar berkata, “Tidak. Demi Tuhan Pemilik Ka‘bah. Dia tidak mencelamu.” Lalu wanita itu berpaling sambil berkata, “Kaum Quraisy telah tahu kalau aku adalah putri pembesarnya.” (Riwayat al-Ḥākim)

Isi Kandungan Kosakata

Abī Lahab اَبِيْ لَهَبٍ (al-Lahab/111: 1)

Ada tiga nama yang biasa dipakai sebagai judul surah Makkiyyah ini: al-Masad, al-Lahab, dan Tabbat, yang semua mengacu pada Abū Lahab, julukan yang biasa dikenakan kepadanya. Judul ini diambil dari kata-katanya sendiri yang memaki-maki kemenakannya, Muhammad saw. Abū Lahab adalah salah seorang paman Nabi Muhammad. Abū Lahab adalah gelarnya, yang berarti “bapak nyala api,” atau “si nyala api”. Diberi gelar demikian karena warna kulitnya yang putih terang kemerah-merahan seperti nyala api dan berwajah tampan, serta wataknya yang keras berapi-api. Nama yang sebenarnya Abdul-‘Uzza, salah seorang dari sepuluh anak ‘Abdul Muṭallib, anak tunggal dari ibu yang lain. Di antara mereka bersaudara yang terbilang kaya hanya ‘Abbās dan Abū Lahab, dan keduanya pedagang besar. Abū Lahab sangat beringas, jarang dapat bergaul baik dengan orang, saudara-saudaranya sendiri pun menjauhinya. Sejak awal sampai akhir hayatnya, ia paling keras memusuhi kemenakannya itu, lebih-lebih setelah Nabi membawa ajaran bahwa semua sama di hadapan Tuhan, dan yang akan dinilai hanya yang sesuai dengan perbuatannya. Keangkuhan memang sudah menjadi bawaannya sejak dulu, ditambah lagi karena kekayaannya, ia menjadi sangat sombong.

Ketika Nabi saw mengundang kaum Quraisy dan sanak saudaranya sendiri untuk mendengarkan ajakannya dan memperingatkan mereka terhadap segala perbuatan dosa kaumnya, kemarahan laki-laki yang berbadan gemuk, “Si Nyala Api,” yang cepat naik darah itu pun meledak dan mengutuk Nabi, “Celaka engkau!” Setelah itu turunlah Surah al-Lahab ayat 1-3.

Abū Jahal adalah teman dekat Abū Lahab, dan keduanya termasuk penghasut perang yang paling bersemangat. Mereka memusuhi Islam dan Nabi secara pribadi. Abū Jahal terbunuh dalam Perang Badar, tetapi Abū Lahab yang bertubuh besar dan gemuk tidak ikut terjun ke medan pertempuran, hanya tinggal di Mekah. Istri Abū Lahab, Ummu Jamīl, perempuan yang sama bengisnya dengan suaminya, menyimpan kebencian dan kedengkian kepada Nabi, orang yang begitu ramah terhadap siapapun, rendah hati, dan berhati bersih. Ia mengumpulkan ranting-ranting berduri yang diikat dengan tali serat kurma yang sudah dipintal, malam harinya membawa dan menyebarkannya ke tempat-tempat yang diperkirakan akan dilalui oleh Nabi, yang disebutkan di atas sebagai “pembawa kayu bakar” serta berbagai perbuatan keji semacamnya.

Setelah Abū Lahab tahu pasukan Quraisy yang dibina dan dibanggakannya mengalami kekalahan telak dalam perang itu, pemuka-pemuka mereka banyak yang terbunuh, seminggu kemudian ia pun mati mendadak di rumahnya, digerogoti oleh api dendam, kemarahan, dan kedengkiannya sendiri. Sumber lain menyebutkan, tak lama setelah peristiwa di Badar itu, ia jatuh sakit, terserang penyakit kulit sejenis bisul yang sangat menular. Penyakit mematikan ini yang mengakhiri hidupnya. Ia dibiarkan selama tiga hari tidak dikuburkan hingga membusuk. Karena takut tertular, anaknya sendiri pun memandikannya dengan menyiramkan air dari kejauhan. Akhirnya oleh orang-orang Quraisy yang juga mau menjauhkannya, mayatnya dibawa ke luar kota Mekah, lalu dibaringkan dan ditimbun dengan batu-batuan.