v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
Ayat 3 - Surat An-Naṣr (Pertolongan)
النّصر
Ayat 3 / 3 •  Surat 110 / 114 •  Halaman 603 •  Quarter Hizb 60.75 •  Juz 30 •  Manzil 7 • Madaniyah

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُۗ اِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا ࣖ

Fasabbiḥ biḥamdi rabbika wastagfirh(u), innahū kāna tawwābā(n).

bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima tobat.

Makna Surat An-Nasr Ayat 3
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

maka sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas karunia-Nya yang agung itu, bertasbihlah dan sucikanlah Tuhanmu dari sifat-sifat yang tak layak bagi-Nya, dan sertailah tasbihmu itu dengan memuji Tuhan-mu yang telah menyokongmu dalam menaklukkan Mekah, dan mohonlah ampunan kepada-Nya untukmu dan umatmu. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat hamba-hamba-Nya yang bertasbih dan beristigfar. Membaca tasbih, tahmid, dan istighfar adalah cara yang mulia ketika seseorang meraih kesuksesan karena pada hakikatnya Allah-lah yang memberi kesuksesan itu kepadanya, bukan dengan berpesta dan berfoya-foya.

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Bila yang demikian itu telah terjadi, Nabi diperintahkan untuk mengagungkan dan mensucikan Tuhannya dari hal-hal yang tidak layak bagi-Nya, seperti menganggap terlambat datangnya pertolongan dan mengira bahwa Tuhan tidak menepati janji-Nya menolong Nabi atas orang-orang kafir.

Menyucikan Allah hendaknya dengan memuji-Nya atas nikmat-nikmat yang dianugerahkan-Nya dan mensyukuri segala kebaikan-kebaikan yang telah dilimpahkan-Nya dan menyanjung-Nya dengan sepantasnya. Bila Allah Yang Mahakuasa dan Mahabijaksana memberi kesempatan kepada orang-orang kafir, bukanlah berarti Dia telah menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beramal baik.

Kemudian Nabi Muhammad dianjurkan untuk meminta ampun kepada Allah untuk dirinya dan sahabat-sahabatnya yang telah memperlihatkan kesedihan dan keputusasaan karena merasa pertolongan Allah terlambat datangnya. Bertobat dari keluh-kesah adalah dengan mempercayai penuh akan janji-janji Allah dan membersihkan jiwa dari pemikiran yang bukan-bukan bila menghadapi kesulitan. Hal ini walaupun berat untuk jiwa manusia biasa, tetapi ringan untuk Nabi Muhammad sebagai insān kāmil (manusia sempurna). Oleh sebab itu, Allah menyuruh Nabi saw memohon ampunan-Nya.

Keadaan ini terjadi pula pada para sahabat yang memiliki jiwa yang sempurna dan menerima tobat mereka, karena Allah selalu menerima tobat hamba-hamba-Nya. Allah mendidik hamba-hamba-Nya melalui bermacam-macam cobaan dan bila merasa tidak sanggup menghadapinya harus memohon bantuan-Nya serta yakin akan datangnya bantuan itu. Bila ia selalu melakukan yang demikian niscaya menjadi kuat dan sempurnalah jiwanya.

Maksudnya, bila pertolongan telah tiba dan telah mencapai kemenangan serta manusia berbondong-bondong masuk Islam, hilanglah ketakutan dan hendaklah Nabi saw bertasbih menyucikan Tuhannya dan mensyukuri-Nya serta membersihkan jiwa dari pemikiran-pemikiran yang terjadi pada masa kesulitan. Dengan demikian, keluh-kesah dan rasa kecewa tidak lagi akan mempengaruhi jiwa orang-orang yang ikhlas selagi mereka memiliki keikhlasan dan berada dalam persesuaian kata dan cinta sama cinta.

Dengan turunnya Surah an-Naṣr ini, Nabi memahami bahwa tugas risalahnya telah selesai dan selanjutnya ia hanya menunggu panggilan pulang ke rahmatullah.

قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: لَمَّا نَزَلَتْ ﴿اِذَا جَاۤءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُ﴾ دَعَا رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاطِمَةَ فَقَالَ: قَدْ نُعِيَتْ إِلَيَّ نَفْسِيْ فَبَكَتْ فَقَالَ لَا تَبْكِيْ فَإِنَّكِ أَوَّلُ أَهْلِي لِحَاقًا بِيْ فَضَحِكَتْ فَرَآهَا بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَ يَا فَاطِمَةُ رَأَيْنَاكِ بَكَيْتِ ثُمَّ ضَحِكْتِ قَالَتْ اِنَّهُ أَخْبَرَنِي اَنَّهُ قَدْ نُعِيَتْ إِلَيْهِ نَفْسُهُ فَبَكَيْتُ فَقَالَ لِيْ لَا تَبْكِيْ فَإِنَّكِ أَوَّلُ أَهْلِيْ لَاحِقٌ بِيْ فَضَحِكْتُ. (رواه الدارمي)

Ibnu ‘Abbās berkata: “Ketika turun ayat Iża jā’a naṣrullāhi wal fatḥ, Rasulullah saw memanggil Fatimah, lalu berkata: “Kematian diriku sudah dekat.” Fatimah pun menangis. Rasulullah saw berkata, “Jangan menangis, karea kamu adalah anggota pertama dari keluargaku yang akan menyusulku.” Fatimah pun tertawa bahagia (mendengarnya). Para istri Nabi saw yang melihat hal itu berkata, “Wahai Fatimah, kami melihatmu menangis lalu tertawa.” Fatimah berkata, “Rasulullah saw memberitahuku bahwa kematian dirinya telah dekat, maka aku menangis. Namun, beliau mengatakan, “Jangan menangis, karena kamu adalah anggota pertama dari keluargaku yang akan menyusulku.” Maka aku pun tertawa bahagia. (Riwayat ad-Dārimī)

Ibnu ‘Umar berkata, “Surah ini turun di Mina ketika Nabi mengerjakan Haji Wada’, sesudah itu turun firman Allah:

اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًا

Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. (al-Mā’idah/5: 3)

Nabi hidup hanya delapan puluh hari setelah turun ayat ini. Kemudian setelah itu, turun ayat Kalalah, dan Nabi hidup sesudahnya lima puluh hari. Setelah itu turun ayat:

لَقَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ

Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri. (at-Taubah/9:128)

Maka Nabi saw hidup sesudahnya tiga puluh lima hari. Kemudian turun firman Allah:

وَاتَّقُوْ ا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ اِلَى اللّٰهِ

Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. (al-Baqarah/2: 281)

Maka Nabi saw hidup sesudahnya hanya dua puluh satu hari saja.

Isi Kandungan Kosakata

1. Al-Fatḥ الفَتْحُ (an-Naṣr/110: 1)

Kata al-fatḥ dalam bahasa sebagaimana kata Rāgib al-Asfahānī adalah membuka sesuatu yang tertutup dan yang sukar. Ada yang berarti hissi atau yang bisa diketahui dan dilihat oleh mata, seperti membuka pintu. Ada yang maknawi seperti menghilangkan kesusahan. Al-Fātiḥah menjadi nama surat pertama dari Al-Qur’an, karena setelah itu terbuka surat-surat berikutnya. dari sekian banyak arti, salah satu arti dari al-Fatḥ berarti “kemenangan” seperti dimaksud dalam ayat ini.

Surah yang hanya tiga ayat pendek ini termasuk kelompok surah-surah Madaniyyah walaupun turunnya di Mekah, karena surah ini turun sesudah Nabi hijrah ke Medinah. Rasulullah dan sahabat-sahabat mengalami berbagai macam kekerasan, dan semuanya itu diterimanya dengan sabar dan tabah serta keimanannya kepada Allah bertambah kuat. Kalangan mufasir mengatakan bahwa ayat ini ditujukan kepada Rasulullah untuk mengingatkannya tentang kenikmatan dan karunia Allah kepadanya dan kepada orang-orang beriman. Penaklukan Mekah tanpa kekerasan menjadi harapannya sejak semula dan ini pula rencananya. Bila hal ini kemudian terlaksana, ini pula yang merupakan balasan dan karunia Allah atas kesabaran dan perjuangannya yang tak kunjung henti. Tetapi sekarang setelah mendapatkan kemenangan gemilang, apa yang akan dilakukannya terhadap mereka yang dulu menganiaya dan menghina dirinya, keluarganya, dan sahabat-sahabatnya, serta merencanakan pembunuhan terhadap dirinya ketika di Mekah.

Guna menghindari kekerasan itu, Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Medinah. Tetapi kaum musyrik Mekah masih juga mengejarnya sampai ke Medinah, berulang kali melancarkan perang besar-besaran, di Badar, Uhud, dan di tempat-tempat lain. Setelah mendapat kemenangan, tak sedikit pun di hati Rasulullah hendak membalas dendam atas segala perbuatan mereka itu. Bahkan ia menyerukan kepada sahabat-sahabatnya jangan sampai terjadi pertumpahan darah, dan ia memaafkan semua penjahat perang dan pemuka-pemuka Mekah.

Dalam peristiwa ini ada dua kemenangan yang telah dicapainya, (1) kemenangan fisik, karena telah dapat membebaskan Mekah dan sekitar tanpa pertumpahan darah setetes pun, sesuai dengan rencana, (2) kemenangan dakwah yang luar biasa dengan masuknya orang ke dalam Islam beramai-ramai dan berbondong-bondong datang dari segenap penjuru.

Memang setelah itu, orang-orang Arab pedalaman dan penduduk kota Mekah berduyun-duyun datang menyatakan kesetiaannya kepada Rasulullah dan ajarannya. Mereka memang menunggu penaklukan Mekah itu, dengan mengatakan bahwa kalau dia dapat mengalahkan mereka semua, benarlah dia nabi. Dan sekarang ini sudah menjadi kenyataan. Setelah itu, tak sampai dua tahun setelah penaklukan Mekah, semua kabilah dan semua kawasan negeri itu secara sukarela juga menyatakan beriman dan setia kepadanya.

Peristiwa yang berlangsung dalam waktu begitu singkat itu adalah pelajaran yang sangat berharga yang diberikan kepada kita. Artinya, bila orang berhasil dalam usahanya, dalam perjuangannya, bukan harus bersorak-sorai, merasa bangga dan menepuk dada lalu menempatkan diri sebagai orang yang berjasa sukses, sebagai pahlawan. Karenanya lalu terselip rasa bangga, lalu jadi sombong dan congkak. Dan inilah sifat manusia umumnya sepanjang sejarah, siapapun dan dari mana pun dia. Mungkin saja dalam pembebasan Mekah yang luar biasa gemilang itu, tanpa disadari ada dari kalangan orang beriman itu yang merasa demikian. Dalam hal biasa mungkin itu dianggap wajar saja, sifat manusia. Tetapi semua itu terjadi, di tengah-tengah mereka ada Rasulullah. Maka pada penutup surah ini, Rasulullah diingatkan, orang-orang beriman itu jangan terbawa arus yang akan menyesatkan mereka. Sebaliknya, hendaklah ingat kepada Allah yang Mahakuasa, dengan mengingat-ingat, berzikir, dengan memuji kekuasaan dan kebesaran Allah, memohonkan ampun dan bertobat, karena Allah Maha Pengampun. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.

2. Afwājan اَفْوَاجًا (an-Naṣr/110: 2)

Term afwāj merupakan bentuk jamak (plural) dari kata fauj, yang artinya sekelompok manusia. Dengan demikian, afwāj dapat diartikan sebagai kelompok-kelompok manusia yang banyak. Pada ayat ini, istilah tersebut digunakan untuk menunjukkan betapa banyak penduduk Mekah yang datang berbondong-bondong untuk masuk Islam. Kedatangan mereka untuk menyatakan keislaman itu terjadi dengan sendirinya setelah mereka mengetahui kebenaran agama ini dan keadaan yang mendorong untuk mengakuinya. Kondisi demikian berbeda sekali dari masa lalu, ketika Rasulullah saw mengajak atau berdakwah kepada mereka. Pada saat itu, dakwah Nabi saw disambut dengan kritikan, cacian, lemparan batu, atau gangguan. Bahkan ada pula yang berkonspirasi untuk membunuhnya. Saat penaklukan Mekah, keadaannya sudah lain. Tanpa diminta, penduduk kota yang dulu memusuhinya berbondong-bondong datang kepada Rasulullah saw untuk menyatakan keislamannya.