اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ ࣖ
Inna syāni'aka huwal-abtar(u).
Sesungguhnya orang yang membencimu, dialah yang terputus (dari rahmat Allah).
Sungguh orang-orang yang membencimu dan mengacuhkan hidayah yang engkau bawa, dialah orang yang terputus. Tidak hanya terputus jejaknya, mereka pun dijauhkan dari rahmat Allah dan segala kebaikan. Keteladanan dan kebaikanmu akan terus menjadi pembicaraan sepanjang zaman dan keturunanmu akan terus mewarisi kebaikanmu.
Sesudah Allah menghibur dan menggembirakan Nabi Muhammad serta memerintahkan supaya mensyukuri anugerah-anugerah-Nya dan sebagai kesempurnaan nikmat-Nya, maka Allah menjadikan musuh-musuh Nabi itu jadi hina dan tidak berdaya. Siapa saja yang membenci dan mencaci Nabi akan hilang pengaruhnya dan tidak ada kebahagiaan baginya di dunia dan di akhirat. Sedang kebaikan dan hasil perjuangan akan tetap jaya sampai hari Kiamat.
Orang-orang kafir Mekah mencaci Nabi Muhammad bukanlah karena mereka tidak senang kepada pribadi Nabi, tetapi karena beliau mencela kebodohan mereka dan mencaci berhala-berhala yang mereka sembah serta mengajak mereka untuk meninggalkan penyembahan berhala-berhala itu.
Sungguh Allah telah menepati janji-Nya dengan menghinakan dan menjatuhkan martabat orang-orang yang mencaci Nabi Muhammad, sehingga nama mereka hanya diingat ketika membicarakan orang-orang jahat dan kejahatannya. Adapun kedudukan Nabi saw dan orang-orang yang menerima petunjuk beliau serta nama harum mereka diangkat setinggi-tingginya oleh Allah sepanjang masa.
Al-Kauṡar الْكَوْثَر (al-Kauṡar/108: 1)
Al-Kauṡar terambil dari kata kaṡīr, yang artinya banyak. Dengan demikian, kata ini diartikan sebagai nikmat atau anugerah Allah yang banyak. Mengenai maknanya secara pasti, banyak pendapat yang dikemukakan para ulama atau mufasir. Di antaranya ada yang mengartikannya sebagai sungai di surga yang dianugerahkan Allah kepada Nabi Muhammad. Pendapat ini sangat populer karena didasarkan pada hadis yang diriwayatkan Imam Aḥmad dan Muslim dari sahabat Anas bin Mālik, yang menginformasikan keterangan Rasulullah saw, yaitu bahwa al-kauṡar itu adalah sungai yang dianugerahkan Allah kepadanya di surga.
Pendapat kedua tentang makna al-kauṡar yang juga banyak disebut para mufasir adalah keturunan Nabi Muhammad. Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh Abū Ḥayyān, al-Alūsī, Muhammad ‘Abduh, al-Qāsimī, dan lainnya. Namun demikian, ada pula yang menentang pendapat ini. Alasan yang tidak sepakat adalah bahwa keturunan itu selalu dimulai dari anak laki-laki. Padahal anak laki-laki Rasulullah saw semuanya meninggal ketika masih kecil, sehingga beliau tidak mempunyai cucu dari anak laki-laki. Sedangkan cucu dari anak perempuan biasanya mengikuti keluarga menantunya. Kenyataannya, Rasulullah saw hanya mempunyai cucu dari anak perempuannya yang bernama Fatimah. Namun demikian, kritik ini dijawab bahwa anak perempuan juga dapat dinisbahkan kepada bapaknya, sehingga anaknya juga dinilai sebagai cucu dari bapak tersebut. Oleh karena itu, anak-anak Fatimah yang kemudian menurunkan sekian banyak orang, dapat juga disebut sebagai keturunan Rasulullah saw.
Pendapat ketiga menyatakan bahwa yang dimaksud dengan al-kauṡar adalah anugerah atau nikmat Allah yang banyak. Pendapat ini disimpulkan dari diskusi seorang sahabat dengan Ibnu ‘Abbās mengenai maknanya. Ketika dikatakan bahwa al-kauṡar itu adalah sungai di surga, maka Ibnu ‘Abbās menjawab bahwa makna itu merupakan sebagian dari al-kauṡar yang dijanjikan Allah kepada Nabi Muhammad.

