قُلْ يٰٓاَيُّهَا الْكٰفِرُوْنَۙ
Qul yā ayyuhal-kāfirūn(a).
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai orang-orang kafir,
Wahai Nabi Muhammad, katakanlah, “Wahai orang-orang yang me-milih kafir sebagai jalan hidup!
Dalam ayat-ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad agar menyatakan kepada orang-orang kafir bahwa “Tuhan” yang mereka sembah bukanlah “Tuhan” yang ia sembah, karena mereka menyembah “Tuhan” yang memerlukan pembantu dan mempunyai anak atau menjelma dalam suatu bentuk atau dalam sesuatu rupa atau bentuk-bentuk lain yang mereka dakwakan. Sedang Nabi saw menyembah Tuhan yang tidak ada tandingan-Nya dan tidak ada sekutu bagi-Nya; tidak mempunyai anak dan istri. Akal tidak sanggup menerka bagaimana Dia, tidak ditentukan oleh tempat dan tidak terikat oleh masa, tidak memerlukan perantaraan dan tidak pula memerlukan penghubung.
Maksud pernyataan itu adalah terdapat perbedaan sangat besar antara “Tuhan” yang disembah orang-orang kafir dengan “Tuhan” yang disembah Nabi Muhammad. Mereka menyifati tuhannya dengan sifat-sifat yang tidak layak sama sekali bagi Tuhan yang disembah Nabi.
‘Ābid عَابِدٌ (al-Kāfirūn/109: 4)
Kata ‘ābid merupakan bentuk fā‘il (kata yang menunjuk pelaku) dari kata kerja ‘abada-ya‘budu, yang artinya menyembah atau beribadah. Dengan demikian, ‘ābid diartikan sebagai penyembah. Bila dikaitkan dengan subjek atau pelaku yang dimaksud dari kata ini, maka hal itu menunjuk kepada Rasulullah saw. Ada mufasir yang berpendapat bahwa antara kandungan ayat 4 ini tidak berbeda dari makna yang terdapat pada ayat 2. Pendapat ini jelas tidak tepat, sebab pada keduanya terdapat perbedaan penyebutan kata kerja ibadahnya. Pada ayat dua ungkapan yang dipergunakan untuk menunjuk pada penyembahan mempergunakan kata kerja lampau (fi‘il māḍī) yang berfungsi menerangkan sesuatu yang lalu, sedangkan sekarang atau yang akan datang tidak seperti itu. Sedang pada ayat 4 yang digunakan kata kerja bentuk sekarang (fi‘il muḍāri‘). Ini mengisyaratkan bahwa yang disembah orang musyrik pada waktu yang lalu ada kemungkinan berbeda dari yang disembah saat ini atau yang akan datang. Sedang ‘ābid, yang terdapat pada ayat 4 ini menyatakan konsistensi Nabi dalam beribadah, seperti yang ditunjukkan pada ayat 3 dan 5, yang menggunakan bentuk sama, yaitu fi‘il muḍāri‘ atau kata kerja masa kini dan yang akan datang (a‘budu).

