قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِيْ بِمَا نَسِيْتُ وَلَا تُرْهِقْنِيْ مِنْ اَمْرِيْ عُسْرًا
Qāla lā tu'ākhiżnī bimā nasītu wa lā turhiqnī min amrī ‘usrā(n).
Dia (Musa) berkata, “Janganlah engkau menghukumku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebaniku dengan kesulitan dalam urusanku.”
Nabi Musa menyadari kesalahannya maka dia berkata, “Maafkanlah kesalahanku, janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku menanyakan sesuatu kepadamu sebelum engkau menerangkan kepadaku peristiwa sebenarnya, dan janganlah engkau membebani aku dengan suatu kesulitan yang tidak dapat kupikul dalam urusanku, yakni keinginanku mengikuti engkau agar aku mempelajari ilmu yang diajarkan Allah kepadamu.”
Dalam ayat ini, Nabi Musa insaf dan mengetahui kealpaannya atas janjinya. Oleh karena itu, dia meminta kepada Khidir agar tidak menghukumnya karena kealpaannya, dan tidak pula memberatkannya dengan pekerjaan yang sulit dilakukan. Nabi Musa juga meminta kepada Khidir agar diberi kesempatan untuk mengikutinya kembali supaya memperoleh ilmu darinya, dan memaafkan kesalahannya itu.
Kharaqahā خَرَقَهَا (al-Kahf/18: 71)
Kharaqahā terambil dari kata kharaqa – yakhriqu – kharqan yang berarti memotong sesuatu dengan jalan merusaknya tanpa berpikir dan pertimbangan lebih dahulu. Kata kharaqa merupakan antonim dari kata khālaq yang berarti menciptakan sesuatu dengan pikiran dan pertimbangan. Kata kharaqa juga dapat diartikan dengan melubangi atau menembus, (al-Isrā’/17: 37) lan takhriqal arḍa. Lubang anting pada daun telinga ketika melebar disebut dengan kharq. Sedangkan kharaqaha dalam ayat ini dimaksudkan bahwa Khidir melubangi perahu yang mereka tumpangi tanpa berpikir dan berkata-kata.

