لَآ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَۙ
Lā a‘budu mā ta‘budūn(a).
aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Sampai kapan pun aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah selain Allah, seperti berhala-berhala itu. Tuhan bukanlah ciptaan manusia dan Dia tidak menjelma menjadi suatu yang kasat mata sebagaimana sembahanmu itu.
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa jika manusia tidak mau hidupnya merugi, maka ia harus beriman kepada-Nya, melaksanakan ibadah sebagaimana yang diperintahkannya, berbuat baik untuk dirinya sendiri, dan berusaha menimbulkan manfaat kepada orang lain.
Di samping beriman dan beramal saleh, mereka harus saling nasihat-menasihati untuk menaati kebenaran dan tetap berlaku sabar, menjauhi perbuatan maksiat yang setiap orang cenderung kepadanya, karena dorongan hawa nafsunya.
‘Ābid عَابِدٌ (al-Kāfirūn/109: 4)
Kata ‘ābid merupakan bentuk fā‘il (kata yang menunjuk pelaku) dari kata kerja ‘abada-ya‘budu, yang artinya menyembah atau beribadah. Dengan demikian, ‘ābid diartikan sebagai penyembah. Bila dikaitkan dengan subjek atau pelaku yang dimaksud dari kata ini, maka hal itu menunjuk kepada Rasulullah saw. Ada mufasir yang berpendapat bahwa antara kandungan ayat 4 ini tidak berbeda dari makna yang terdapat pada ayat 2. Pendapat ini jelas tidak tepat, sebab pada keduanya terdapat perbedaan penyebutan kata kerja ibadahnya. Pada ayat dua ungkapan yang dipergunakan untuk menunjuk pada penyembahan mempergunakan kata kerja lampau (fi‘il māḍī) yang berfungsi menerangkan sesuatu yang lalu, sedangkan sekarang atau yang akan datang tidak seperti itu. Sedang pada ayat 4 yang digunakan kata kerja bentuk sekarang (fi‘il muḍāri‘). Ini mengisyaratkan bahwa yang disembah orang musyrik pada waktu yang lalu ada kemungkinan berbeda dari yang disembah saat ini atau yang akan datang. Sedang ‘ābid, yang terdapat pada ayat 4 ini menyatakan konsistensi Nabi dalam beribadah, seperti yang ditunjukkan pada ayat 3 dan 5, yang menggunakan bentuk sama, yaitu fi‘il muḍāri‘ atau kata kerja masa kini dan yang akan datang (a‘budu).

