لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ ࣖ
Lakum dīnukum wa liya dīn(i).
Untukmu agamamu dan untukku agamaku.”
Tidak ada tukar-menukar dengan pengikut agama lain dalam hal peribadahan kepada Tuhan. Wahai orang kafir, untukmu agamamu, yakni kemusyrikan yang kamu yakini, dan untukku agamaku yang telah Allah pilihkan untukku sehingga aku tidak akan berpaling ke agama lain. Inilah jalan terbaik dalam hal toleransi antar umat beragama dalam urusan peribadahan kepada Tuhan.
Kemudian dalam ayat ini, Allah mengancam orang-orang kafir dengan firman-Nya yaitu, “Bagi kamu balasan atas amal perbuatanmu dan bagiku balasan atas amal perbuatanku.” Dalam ayat lain Allah berfirman:
وَلَنَآ اَعْمَالُنَا وَلَكُمْ اَعْمَالُكُمْ
Bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu. (al-Baqarah/2: 139)
‘Ābid عَابِدٌ (al-Kāfirūn/109: 4)
Kata ‘ābid merupakan bentuk fā‘il (kata yang menunjuk pelaku) dari kata kerja ‘abada-ya‘budu, yang artinya menyembah atau beribadah. Dengan demikian, ‘ābid diartikan sebagai penyembah. Bila dikaitkan dengan subjek atau pelaku yang dimaksud dari kata ini, maka hal itu menunjuk kepada Rasulullah saw. Ada mufasir yang berpendapat bahwa antara kandungan ayat 4 ini tidak berbeda dari makna yang terdapat pada ayat 2. Pendapat ini jelas tidak tepat, sebab pada keduanya terdapat perbedaan penyebutan kata kerja ibadahnya. Pada ayat dua ungkapan yang dipergunakan untuk menunjuk pada penyembahan mempergunakan kata kerja lampau (fi‘il māḍī) yang berfungsi menerangkan sesuatu yang lalu, sedangkan sekarang atau yang akan datang tidak seperti itu. Sedang pada ayat 4 yang digunakan kata kerja bentuk sekarang (fi‘il muḍāri‘). Ini mengisyaratkan bahwa yang disembah orang musyrik pada waktu yang lalu ada kemungkinan berbeda dari yang disembah saat ini atau yang akan datang. Sedang ‘ābid, yang terdapat pada ayat 4 ini menyatakan konsistensi Nabi dalam beribadah, seperti yang ditunjukkan pada ayat 3 dan 5, yang menggunakan bentuk sama, yaitu fi‘il muḍāri‘ atau kata kerja masa kini dan yang akan datang (a‘budu).

