v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
Ayat 5 - Surat Al-Kāfirūn (Orang-Orang kafir)
الكٰفرون
Ayat 5 / 6 •  Surat 109 / 114 •  Halaman 603 •  Quarter Hizb 60.75 •  Juz 30 •  Manzil 7 • Makkiyah

وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۗ

Wa lā antum ‘ābidūna mā a‘bud(u).

Kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah.

Makna Surat Al-Kafirun Ayat 5
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah apa yang aku sembah. Kamu tidak tunduk pada perintah dan syariat Allah dalam menyembah-Nya. Kamu bahkan menyembah tuhan dengan penuh kemusyrikan dan cara-cara yang kamu buat-buat berdasarkan hawa nafsumu.

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Sesudah Allah menyatakan tentang tidak mungkin ada persamaan sifat antara Tuhan yang disembah oleh Nabi saw dengan yang disembah oleh orang-orang kafir, maka dengan sendirinya tidak ada pula persamaan dalam hal ibadah. Tuhan yang disembah Nabi Muhammad adalah Tuhan yang Mahasuci dari sekutu dan tandingan, tidak menjelma pada seseorang atau memihak kepada suatu bangsa atau orang tertentu. Sedangkan “Tuhan” yang mereka sembah itu berbeda dari Tuhan yang tersebut di atas. Lagi pula ibadah nabi hanya untuk Allah saja, sedang ibadah mereka bercampur dengan syirik dan dicampuri dengan kelalaian dari Allah, maka yang demikian itu tidak dinamakan ibadah.

Pengulangan pernyataan yang sama seperti yang terdapat dalam ayat 3 dan 5 adalah untuk memperkuat dan membuat orang yang mengusulkan kepada Nabi saw berputus asa terhadap penolakan Nabi menyembah tuhan mereka selama setahun. Pengulangan seperti ini juga terdapat dalam Surah ar-Raḥmān/55 dan al-Mursalāt/77. Hal ini adalah biasa dalam bahasa Arab.

Isi Kandungan Kosakata

‘Ābid عَابِدٌ (al-Kāfirūn/109: 4)

Kata ‘ābid merupakan bentuk fā‘il (kata yang menunjuk pelaku) dari kata kerja ‘abada-ya‘budu, yang artinya menyembah atau beribadah. Dengan demikian, ‘ābid diartikan sebagai penyembah. Bila dikaitkan dengan subjek atau pelaku yang dimaksud dari kata ini, maka hal itu menunjuk kepada Rasulullah saw. Ada mufasir yang berpendapat bahwa antara kandungan ayat 4 ini tidak berbeda dari makna yang terdapat pada ayat 2. Pendapat ini jelas tidak tepat, sebab pada keduanya terdapat perbedaan penyebutan kata kerja ibadahnya. Pada ayat dua ungkapan yang dipergunakan untuk menunjuk pada penyembahan mempergunakan kata kerja lampau (fi‘il māḍī) yang berfungsi menerangkan sesuatu yang lalu, sedangkan sekarang atau yang akan datang tidak seperti itu. Sedang pada ayat 4 yang digunakan kata kerja bentuk sekarang (fi‘il muḍāri‘). Ini mengisyaratkan bahwa yang disembah orang musyrik pada waktu yang lalu ada kemungkinan berbeda dari yang disembah saat ini atau yang akan datang. Sedang ‘ābid, yang terdapat pada ayat 4 ini menyatakan konsistensi Nabi dalam beribadah, seperti yang ditunjukkan pada ayat 3 dan 5, yang menggunakan bentuk sama, yaitu fi‘il muḍāri‘ atau kata kerja masa kini dan yang akan datang (a‘budu).