v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
Ayat 3 - Surat Al-Insān (Manusia)
الانسان
Ayat 3 / 31 •  Surat 76 / 114 •  Halaman 578 •  Quarter Hizb 58.5 •  Juz 29 •  Manzil 7 • Madaniyah

اِنَّا هَدَيْنٰهُ السَّبِيْلَ اِمَّا شَاكِرًا وَّاِمَّا كَفُوْرًا

Innā hadaināhus-sabīla immā syākiraw wa immā kafūrā(n).

Sesungguhnya Kami telah menunjukkan kepadanya jalan (yang lurus); ada yang bersyukur dan ada pula yang sangat kufur.

Makna Surat Al-Insan Ayat 3
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

Potensi lainnya yang dianugerahkan Allah kepada manusia adalah berupa petunjuk, seperti yang ditegaskan pada ayat ini. Sungguh, Kami telah menunjukkan kepadanya jalan yang jelas lagi lurus tidak ada jalan yang lurus selainnya, di antara manusia ada yang bersyukur atas nikmat dan petunjuk Tuhannya dan ada pula yang kufur, menutupi kebenaran dan mengingkari nikmat-nikmat-Nya.

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Ayat ini menerangkan bahwa sesungguhnya Allah telah menunjukkan manusia ke jalan yang lurus. Di antara mereka ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. Dengan bimbingan wahyu-Nya yang disampaikan lewat Nabi Muhammad, manusia telah ditunjuki jalan yang lurus dan jalan yang sesat. Allah menunjukkan kepadanya kebaikan dan kejahatan.

Dari perkataan sabīl yang terdapat dalam ayat ini, tergambar keinginan Allah terhadap manusia yakni membimbing mereka kepada hidayah-Nya. Kata sabīl lebih tepat diartikan sebagai petunjuk daripada jalan. Hidayah itu berupa dalil-dalil keesaan Allah dan kenabian yang disebutkan dalam kitab suci.

Sabīl (hidayah) itu dapat ditangkap dengan pendengaran, penglihatan, dan pikiran. Tuhan hendak menunjukkan kepada manusia bukti-bukti wujud-Nya melalui penglihatan terhadap diri mereka sendiri dan alam semesta, sehingga pikirannya merasa puas untuk mengimani-Nya.

Akan tetapi, memang sudah merupakan kenyataan bahwa terhadap pemberian Allah itu, sebagian manusia ada yang bersyukur, tetapi ada pula yang ingkar (kafir). Tegasnya ada yang menjadi mukmin, dan ada pula yang kafir. Dengan sabīl itu pula manusia bebas menentukan pilihannya antara dua alternatif yang tersedia. Pada ayat lain disebutkan:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًاۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُۙ ٢

Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun. (al-Mulk/67: 2)



Firman Allah:

وَلَنَبْلُ وَنَّكُمْ حَتّٰى نَعْلَمَ الْمُجٰهِدِيْن َ مِنْكُمْ وَالصّٰبِرِيْن َۙ وَنَبْلُوَا۟ اَخْبَارَكُمْ ٣١

Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar di antara kamu; dan akan Kami uji perihal kamu. (Muḥammad/47: 31)

Bahwa manusia diciptakan atas fitrah dan hidayah-Nya terlebih dahulu, baru kemudian datang godaan untuk mengingkari Allah, disebutkan dalam suatu ayat:

فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا

…(sesu ai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. (ar-Rūm/30: 30)

Dalam suatu hadis disebutkan:

مَا مِنْ خَاِرجٍ يَخْرُجُ --يَعْنِي مِنْ بَيْتِهِ-- اِلَّا بِيَدِهِ رَايَتَانِ: رَايَةٌ بِيَدِ مَلَكٍ وَرَايَةٌ بِيَدِ شَيْطَانٍ فَاِنْ خَرَجَ لِمَا يُحِبُّ اللّٰهُ اَتْبَعَهُ الْمَلَكُ ِبرَايَتِهِ فَلَمْ يَزَلْ تَحْتَ رَايَةِ الْمَلَكِ حَتَّى يَرْجِعَ اِلَى بَيْتِهِ وَاِنْ خَرَجَ لِمَا يَسْخَطُ اللّٰهُ أَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ بِرَايَتِهِ فَلَمْ يَزَلْ تَحْتَ رَايَةِ الشَّيْطَانِ حَتَّى يَرْجِعَ اِلَى بَيْتِهِ. (رواه أحمد عن أبي هريرة)

Tiada seorang pun yang keluar (rumah), kecuali di tangannya ada dua bendera: bendera (yang satu) di tangan malaikat dan bendera (yang lain) di tangan setan. Jika seseorang keluar karena mengharapkan apa yang dicintai atau disenangi Allah, niscaya ia diikuti oleh malaikat dengan benderanya. Ia senantiasa berada di bawah bendera malaikat sampai ia kembali ke rumahnya. Dan jika seseorang keluar karena mencari apa yang dimurkai Allah, niscaya ia diikuti oleh setan dengan benderanya. Ia senantiasa berada di bawah bendera setan sampai ia kembali ke rumahnya. (Riwayat Aḥmad dari Abū Hurairah)

Isi Kandungan Kosakata

1. Al-Insān اْلاِنْساَن (al-Insān/76: 1)

Kata al-insān terambil dari akar kata nasiya-yansā yang artinya lupa, atau dari kata anisa-ya'nasu yang artinya lembut atau tenang. Keduanya merupakan di antara ciri-ciri yang ada pada manusia. Dengan demikian, manusia itu memiliki sifat lupa, yaitu lupa pada sesuatu yang telah dilakukan atau yang berkaitan dengan dirinya, dan dapat juga berarti senang melupakan kesalahan-kesalahan orang lain pada dirinya. Dari makna tenang mengisyaratkan bahwa manusia akan selalu berada dalam keadaan tenang bila bertemu dengan sesama, lebih-lebih bila ia berada di tempat yang dirasa asing.

Kata al-insān bila disebut dalam bentuk ma‘rifah (definitif) menunjuk kepada seluruh jenis manusia tanpa terkecuali, baik yang mukmin maupun kafir. Pada ayat ini, kata tersebut juga ditujukan kepada semua manusia, artinya bahwa semua manusia itu diawali oleh ketiadaan sampai pada akhirnya terwujud. Ketika manusia belum terwujud, waktu ternyata telah ada lebih dulu. Ayat ini mengisyaratkan bahwa manusia mestinya tidak bersikap sombong dan angkuh, karena ia merupakan sesuatu yang tiada sebelumnya dan nantinya akan menjadi tiada lagi karena kematian.

2. Amsyāj اَمْشَاج (al-Insān/76: 2)

Kata amsyāj merupakan bentuk jamak dari masyaj yang berasal dari kata kerja masyaja-yamsyuju yang artinya bercampur. Pada ayat ini, kata tersebut merupakan sifat dari nuṭfah (sperma). Dengan demikian, nuṭfah amsyāj diartikan sebagai sperma yang telah bercampur, yaitu bercampur dengan indung telur wanita (ovum). Keduanya, nuṭfah dan ovum, memiliki peran yang sama dalam pembentukan benih yang masuk ke dalam rahim wanita. Sepintas kedua kata pada ayat ini, nuṭfah dan amsyāj, terlihat tidak sejalan dengan kaidah bahasa, karena nuṭfah berbentuk tunggal, dan amsyāj dalam bentuk jamak. Sedang dalam kaidah bahasa ditetapkan bahwa sifat (adjektif) mesti mengikuti objek yang disifati. Nuṭfah berbentuk tunggal, maka sifatnya juga mesti tunggal, yaitu masyaj dan bukan amsyāj. Pakar bahasa menyatakan bahwa bila sifat dari sesuatu yang tunggal dalam bentuk jamak, maka hal itu mengisyaratkan bahwa sifat tersebut mencakup seluruh bagian-bagian kecil dari yang disifati. Dalam kaitan dengan nuṭfah, maka sifat amsyāj (bercampur) bukan hanya bercampurnya dua hal, sperma dan ovum saja, sehingga menyatu, tetapi percampuran itu mencakup semua bagian yang terkecil dari nuṭfah, sehingga terlihat sedemikian mantap dan kukuh.