v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
Ayat 2 - Surat Al-Insān (Manusia)
الانسان
Ayat 2 / 31 •  Surat 76 / 114 •  Halaman 578 •  Quarter Hizb 58.5 •  Juz 29 •  Manzil 7 • Madaniyah

اِنَّا خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ نُّطْفَةٍ اَمْشَاجٍۖ نَّبْتَلِيْهِ فَجَعَلْنٰهُ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا

Innā khalaqnal-insāna min nuṭfatin amsyājin nabtalīhi fa ja‘alnāhu samī‘am baṣīrā(n).

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur. Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan) sehingga menjadikannya dapat mendengar dan melihat.

Makna Surat Al-Insan Ayat 2
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

Proses awal penciptaan manusia ditegaskan pada ayat ini. Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yaitu dari sperma laki-laki dan indung telur perempuan yang tujuan utamanya Kami hendak mengujinya dengan berbagai perintah dan larangan, karena itu Kami jadikan dia mendengar dengan telinganya dan melihat dengan matanya.

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Ayat ini menerangkan unsur-unsur penciptaan manusia, yaitu bahwa manusia diciptakan dari sperma (nuṭfah) laki-laki dan ovum perempuan yang bercampur. Kedua unsur itu berasal dari sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan dan keluar secara berpancaran. Firman Allah:

خُلِقَ مِنْ مَّاۤءٍ دَافِقٍۙ ٦ يَّخْرُجُ مِنْۢ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَاۤىِٕ بِۗ ٧

Dia diciptakan dari air (mani) yang terpancar, yang keluar dari antara tulang punggung (sulbi) dan tulang dada. (aṭ-Ṭāriq/86: 6-7)

Perkataan amsyāj (bercampur) yang terdapat dalam ayat ini maksudnya ialah bercampurnya sperma laki-laki yang berwarna keputih-putihan dengan sel telur perempuan yang kekuning-kuningan. Campuran itulah yang menghasilkan segumpal darah (‘alaqah), kemudian segumpal daging (muḍgah), lalu tulang belulang yang dibungkus dengan daging, dan seterusnya, sehingga setelah 9 bulan dalam rahim ibu lahirlah bayi yang sempurna.

Maksud Allah menciptakan manusia adalah untuk mengujinya dengan perintah (taklif) dan larangan, dan untuk menjunjung tegaknya risalah Allah di atas bumi ini. Sebagai ujiannya, di antaranya adalah apakah mereka bisa bersyukur pada waktu senang dan gembira, dan sabar dan tabah ketika menghadapi musuh.

Karena kelahiran manusia pada akhirnya bertujuan sebagai penjunjung amanat Allah, kepadanya dianugerahkan pendengaran dan penglihatan yang memungkinkannya menyimak dan menyaksikan kebesaran, kekuasaan, dan besarnya nikmat Allah. Manusia dianugerahi pendengaran dan akal pikiran adalah sebagai bukti tentang kekuasaan Allah. Penyebutan secara khusus pendengaran dan penglihatan dalam ayat ini bermakna bahwa keduanya adalah indra yang paling berfungsi mengamati ciptaan Allah untuk membawa manusia mentauhidkan-Nya.

Dengan alat penglihatan dan pendengaran serta dilengkapi pula dengan pikiran (akal), tersedialah dua kemungkinan bagi manusia. Apakah ia cenderung kembali kepada sifat asalnya sebagai makhluk bumi sehingga ia sama dengan makhluk lainnya seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan, atau ia cenderung untuk menjadi makhluk yang Ilahiah, yang berpikir dan memperhatikan kebesaran-Nya?

Setelah menjadi manusia yang sempurna indranya sehingga memungkinkan dia untuk memikul beban (taklif) dari Allah, maka diberikanlah kepadanya dua alternatif jalan hidup seperti disebutkan dalam ayat berikutnya.

Isi Kandungan Kosakata

1. Al-Insān اْلاِنْساَن (al-Insān/76: 1)

Kata al-insān terambil dari akar kata nasiya-yansā yang artinya lupa, atau dari kata anisa-ya'nasu yang artinya lembut atau tenang. Keduanya merupakan di antara ciri-ciri yang ada pada manusia. Dengan demikian, manusia itu memiliki sifat lupa, yaitu lupa pada sesuatu yang telah dilakukan atau yang berkaitan dengan dirinya, dan dapat juga berarti senang melupakan kesalahan-kesalahan orang lain pada dirinya. Dari makna tenang mengisyaratkan bahwa manusia akan selalu berada dalam keadaan tenang bila bertemu dengan sesama, lebih-lebih bila ia berada di tempat yang dirasa asing.

Kata al-insān bila disebut dalam bentuk ma‘rifah (definitif) menunjuk kepada seluruh jenis manusia tanpa terkecuali, baik yang mukmin maupun kafir. Pada ayat ini, kata tersebut juga ditujukan kepada semua manusia, artinya bahwa semua manusia itu diawali oleh ketiadaan sampai pada akhirnya terwujud. Ketika manusia belum terwujud, waktu ternyata telah ada lebih dulu. Ayat ini mengisyaratkan bahwa manusia mestinya tidak bersikap sombong dan angkuh, karena ia merupakan sesuatu yang tiada sebelumnya dan nantinya akan menjadi tiada lagi karena kematian.

2. Amsyāj اَمْشَاج (al-Insān/76: 2)

Kata amsyāj merupakan bentuk jamak dari masyaj yang berasal dari kata kerja masyaja-yamsyuju yang artinya bercampur. Pada ayat ini, kata tersebut merupakan sifat dari nuṭfah (sperma). Dengan demikian, nuṭfah amsyāj diartikan sebagai sperma yang telah bercampur, yaitu bercampur dengan indung telur wanita (ovum). Keduanya, nuṭfah dan ovum, memiliki peran yang sama dalam pembentukan benih yang masuk ke dalam rahim wanita. Sepintas kedua kata pada ayat ini, nuṭfah dan amsyāj, terlihat tidak sejalan dengan kaidah bahasa, karena nuṭfah berbentuk tunggal, dan amsyāj dalam bentuk jamak. Sedang dalam kaidah bahasa ditetapkan bahwa sifat (adjektif) mesti mengikuti objek yang disifati. Nuṭfah berbentuk tunggal, maka sifatnya juga mesti tunggal, yaitu masyaj dan bukan amsyāj. Pakar bahasa menyatakan bahwa bila sifat dari sesuatu yang tunggal dalam bentuk jamak, maka hal itu mengisyaratkan bahwa sifat tersebut mencakup seluruh bagian-bagian kecil dari yang disifati. Dalam kaitan dengan nuṭfah, maka sifat amsyāj (bercampur) bukan hanya bercampurnya dua hal, sperma dan ovum saja, sehingga menyatu, tetapi percampuran itu mencakup semua bagian yang terkecil dari nuṭfah, sehingga terlihat sedemikian mantap dan kukuh.