اَمْ تُرِيْدُوْنَ اَنْ تَسْـَٔلُوْا رَسُوْلَكُمْ كَمَا سُىِٕلَ مُوْسٰى مِنْ قَبْلُ ۗوَمَنْ يَّتَبَدَّلِ الْكُفْرَ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاۤءَ السَّبِيْلِ
Am turīdūna an tas'alū rasūlakum kamā su'ila mūsā min qabl(u), wa may yatabaddalil-kufra bil-īmāni faqad ḍalla sawā'as-sabīl(i).
Ataukah kamu menghendaki untuk meminta Rasulmu (Nabi Muhammad) seperti halnya Musa (pernah) diminta (Bani Israil) dahulu?34) Siapa yang mengganti iman dengan kekufuran, sungguh, dia telah tersesat dari jalan yang lurus.
Ataukah kamu hendak meminta kepada Rasulmu, yakni Muhammad, untuk mendatangkan kepadamu ayat-ayat Al-Qur'an lebih daripada apa yang telah dibawakannya kepadamu, seperti halnya Musa pernah diminta oleh Bani Israil dahulu sesuatu yang tidak pantas mereka minta? Barang siapa mengganti iman kepada ayat-ayat Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan kekafiran, maka sungguh, dia telah tersesat dari jalan yang lurus, dengan memilih kufur daripada iman, kesesatan daripada petunjuk, serta jauh dari kebenaran dan kebajikan.
Allah mencela sikap orang Yahudi yang menghina orang-orang Islam, karena adanya penasakhan hukum karena perintah Allah. Dalam hal ini Allah menyindir mereka, apakah mereka ingin mengulang perbuatan nenek moyang mereka, yaitu mengemukakan persoalan kepada Rasul, sebagaimana nenek moyang mereka menanyakan sesuatu kepada Nabi Musa ataukah mereka itu ingin meminta kepada Nabi Muhammad saw, agar ia mendatangkan hukum yang lain dari hukum yang telah ditetapkan, seperti halnya nenek moyang mereka itu mengajukan yang tidak semestinya kepada Nabi Musa. Firman Allah swt:
يَسْـَٔلُكَ اَهْلُ الْكِتٰبِ اَنْ تُنَزِّلَ عَلَيْهِمْ كِتٰبًا مِّنَ السَّمَاۤءِ فَقَدْ سَاَلُوْا مُوْسٰٓى اَكْبَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَقَالُوْٓا اَرِنَا اللّٰهَ جَهْرَةً
(Orang-orang) Ahli Kitab meminta kepadamu (Muhammad) agar engkau menurunkan sebuah kitab dari langit kepada mereka. Sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata, ”Perlihatkanlah Allah kepada kami secara nyata.” … (an-Nisā’/4:153)
Kemudia n Allah mengingatkan orang Yahudi bahwa orang yang tidak berpegang pada perintah Allah dengan alasan ingin mencari hukum yang lain, yang menurut pertimbangannya lebih baik, berarti dia telah mengganti imannya dengan kekafiran, lebih mencintai kesesatan daripada hidayah, serta dia telah jauh dari kebenaran. Barang siapa melampaui hukum-hukum Allah, berarti dia telah jatuh ke dalam lembah kesesatan.
Dalam ayat ini terdapat petunjuk bagi orang-orang Islam, yaitu agar mereka mengerjakan apa yang diperintahkan Rasul saw dan menjauhi segala larangannya. Juga terdapat larangan meminta sesuatu di luar ketentuan hukum yang sudah ada.
Nansakh نَنْسَخْ (al-Baqarah/2: 106)
Akar kata dari kalimat ini adalah “nasakha” (نسخ) yang berarti “menghapuskan” (al-Ḥajj/22: 52) atau “mengalihkan”, “menyalin” (al-Jāṡiyah/45: 29). Kebanyakan mufasir mengartikan ayat ini dengan “menasakhkan” atau “menghapus” ayat Al-Qur’an yang ada dan mengganti-nya dengan ayat yang lain dalam Al-Qur’an. Al-Qāsimī (1/217) menafsirkan ayat ini dengan “mengganti sebuah ayat dengan ayat lain—seperti penggantian ayat-ayat Taurat dengan ayat-ayat Al-Qur’an”. Uraian tentang hal ini akan dikemukakan kemudian.
Sementara itu ada sebagian ulama tidak mengartikan naskh dengan "menghapus" atau "mengalihkan". Abdullah Yusuf Ali yang menerjemahkan kata āyah di atas dengan revelation, “wahyu”, dan menafsirkannya bahwa pada dasarnya ajaran Allah dari waktu ke waktu selalu sama, tetapi caranya yang mungkin berbeda sesuai dengan keperluan dan keadaan waktu itu, seperti yang diberikan kepada Musa, kepada Isa dan kemudian kepada Muhammad, masing-masing berbeda.
Muhammad Asad menerjemahkannya dengan message, “risālah” (“ajaran suci”) dan menafsirkan bahwa dasarnya adalah ketentuan agama dalam Bibel diganti dengan syariat dalam Al-Qur’an. “Inilah yang menimbulkan kesalahan penafsiran oleh kebanyakan ulama kita”, katanya. Beberapa ulama menyimpulkan bahwa ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur’an sudah “dihapus” atas perintah Allah sebelum wahyu itu lengkap. Anggapan ini tidak didukung oleh hadis yang sahih. Ringkasnya, menurut pendapat ini, “paham nasikh-mansukh” itu tak punya dasar dalam kenyataan sejarah, dan harus ditolak. Ayat yang artinya risālah (ajaran suci) itu harus dibaca bahwa yang dihapus dan yang diganti itu adalah Bibel. Baik pihak Yahudi maupun Kristen tidak dapat menerima wahyu apa pun yang akan menggantikan Bibel. (Muhammad Asad, hlm. 23/C. 87). Kedua mufasir ini tidak menerjemahkan verse di bagian ini dengan “ayat” melainkan masing-masing dengan revelation, “wahyu” dan dengan message, “pesan”, “ajaran suci”. Meskipun ada perbedaan di antara ulama seputar nasakh, namun ayat ini menjelaskan apa yang Allah nasakh dari ayat-ayat Al-Qur’an akan digantikan dengan ayat-ayat yang lebih baik dan bermanfaat bagi manusia.

