اَوَكُلَّمَا عٰهَدُوْا عَهْدًا نَّبَذَهٗ فَرِيْقٌ مِّنْهُمْ ۗ بَلْ اَكْثَرُهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Awa kullamā ‘āhadū ‘ahdan nabażahū farīqum minhum, bal akṡaruhum lā yu'minūn(a).
Mengapa setiap kali mereka mengikat janji, sekelompok mereka melanggarnya? Bahkan, sebagian besar mereka tidak beriman.
Ayat ini berisi kecaman dengan redaksi pertanyaan yang mengandung bukti-bukti yang dipaparkan oleh Allah . Dan mengapa setiap kali mereka mengikat janji dengan Allah, ter masuk janji untuk percaya jika nabi yang diutus-Nya datang, sekelompok mereka melanggarnya, menyepelekannya, dan mengingkarinya? Sedikit sekali dari mereka yang menepati janji, sedangkan sebagian besar mereka tidak beriman. Sikap-sikap buruk sudah berkumpul sedemikian rupa dalam diri sebagian besar Bani Israil. Mereka adalah pendengki, keras kepala, licik, dan selalu mengingkari janji. Namun demikian, masih ada sebagian kecil dari mereka yang beriman.
Pantaslah mereka itu mengingkari ayat Allah, karena setiap mereka mengadakan perjanjian, sebagian besar mereka mengkhianati janji. Janji yang dimaksudkan dalam ayat ini ialah janji mereka kepada Nabi Muhammad saw, dan janji yang mereka buat itu tidak sedikit. Tegasnya, orang-orang Yahudi mempunyai watak yang tidak setia, bahkan sebagian besar dari mereka suka menyalahi janji.
Allah menerangkan dalam ayat ini ketidakjujuran yang dilakukan orang-orang Yahudi dalam mengingkari ayat-ayat yang terdapat dalam kitab Taurat dan tidak mau menjalankan ajarannya.
Jibrīl جِبْرِيْل (al-Baqarah/2: 97)
Jibrīl atau Jibrā’īl (al-Baqarah/2: 97-98), di dalam Al-Qur’an disebut juga dengan gelar ar-Rūḥ al-Amīn (asy-Syu‘arā’/26: 193), “Roh yang dapat dipercaya” dan Rūḥ al-Qudus (asy-Syu‘arā’/26: 102), “Roh yang suci,” yakni malaikat utusan Allah yang membawakan wahyu-Nya kepada Rasulullah saw. Dalam beberapa hadis (al-Bukhārī, Muslim, dan Aḥmad) disebut juga Nāmūs seperti yang diturunkan kepada Musa,” atau an-Nāmūs al-Akbar (Ibnu Hisyām 1/256-257). Ada juga yang mengartikan kata Nāmūs sama dengan wahyu. Ayat ini turun sehubungan dengan Abdullah bin Salam, pemuka Yahudi di Medinah yang masuk Islam pada masa Nabi (kisahnya cukup panjang dalam beberapa hadis).
Ada sekelompok Yahudi yang memperolok Islam karena wahyu kepada Nabi dibawa oleh Jibril. Ada tiga alasan mereka memusuhi Jibril: pertama, semua ramalan buruk yang ditimpakan kepada orang Yahudi dan mengutuk sejarah lama mereka dibawa oleh Jibril. Dengan demikian, Jibril adalah lambang “alamat buruk dan jahat” (sebaliknya dari malaikat Mikail yang dipandang sebagai pembawa alamat baik, dan karenanya ia adalah “sahabat” mereka); kedua, karena Al-Qur’an berulang-ulang menyebutkan bahwa pembawa wahyu kepada Muhammad adalah Jibril, padahal yang sah dan berhak menerima wahyu hanyalah turunan Israil; dan ketiga, karena Al-Qur’an yang diwahyukan melalui Jibril berisi kritik terhadap keyakinan dan sikap Yahudi tertentu dan mengatakan mereka telah merusak ajaran Musa yang asli.
Sebenarnya dalam Perjanjian Lama terdapat beberapa bagian yang mengecam perangai dan watak orang-orang Yahudi yang buruk itu lebih keras dari yang diperlihatkan oleh Al-Qur’an. Dalam kitab mereka, Daniel 12:1, memang sudah disebutkan bahwa pemimpin besar mereka adalah Mikail (Mikhael) dan Jibril adalah musuh mereka. Bagi mereka, bayangan Jibril (Gabriel) menimbulkan rasa takut (Daniel 8:16-17).
Wahyu dan semua ajaran Allah pada dasarnya adalah satu, disampaikan melalui Jibril sebagai rasul atau utusan-Nya (asy-Syūrā/42:51)—dan wahyu tidak harus Kitab—yang juga diturunkan kepada beberapa rasul dan nabi dalam suatu bangsa atau masyarakat sebelum itu, dan ada yang tidak disebutkan namanya (an-Nisā’/4:164) ada pula yang disebutkan, seperti kepada Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya (Yūnus/10:47), karena wahyu yang dibawa oleh Jibril atas perintah Allah disampaikan kepada siapa saja di antara hamba-Nya untuk diberi peringatan (an-Naḥl/16:2).

