v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
Ayat 37 - Surat Al-Aḥzāb (Golongan Yang Bersekutu)
الاحزاب
Ayat 37 / 73 •  Surat 33 / 114 •  Halaman 423 •  Quarter Hizb 43 •  Juz 22 •  Manzil 5 • Madaniyah

وَاِذْ تَقُوْلُ لِلَّذِيْٓ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَاَنْعَمْتَ عَلَيْهِ اَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللّٰهَ وَتُخْفِيْ فِيْ نَفْسِكَ مَا اللّٰهُ مُبْدِيْهِ وَتَخْشَى النَّاسَۚ وَاللّٰهُ اَحَقُّ اَنْ تَخْشٰىهُ ۗ فَلَمَّا قَضٰى زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًاۗ زَوَّجْنٰكَهَا لِكَيْ لَا يَكُوْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ حَرَجٌ فِيْٓ اَزْوَاجِ اَدْعِيَاۤىِٕهِمْ اِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًاۗ وَكَانَ اَمْرُ اللّٰهِ مَفْعُوْلًا

Wa iż taqūlu lil-lażī an‘amallāhu ‘alaihi wa an‘amta ‘alaihi amsik ‘alaika zaujaka wattaqillāha wa tukhfī fī nafsika mallāhu mubdīhi wa takhsyan-nās(a), wallāhu aḥaqqu an takhsyāh(u), falammā qaḍā zaidum minhā waṭaran zawwajnākahā likai lā yakūna ‘alal-mu'minīna ḥarajun fī azwāji ad‘iyā'ihim iżā qaḍau minhunna waṭarā(n), wa kāna amrullāhi maf‘ūlā(n).

(Ingatlah) ketika engkau (Nabi Muhammad) berkata kepada orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dan engkau (juga) telah memberi nikmat kepadanya, “Pertahankan istrimu dan bertakwalah kepada Allah,” sedang engkau menyembunyikan di dalam hatimu apa yang akan dinyatakan oleh Allah, dan engkau takut kepada manusia, padahal Allah lebih berhak untuk engkau takuti. Maka, ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan engkau dengan dia (Zainab) agar tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila mereka telah menyelesaikan keperluan terhadap istri-istrinya. Ketetapan Allah itu pasti terjadi.

Makna Surat Al-Ahzab Ayat 37
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

Sebelum ayat ini turun, ststus anak angkat disamakan dengan anak kandung. mereka berhak mewarisi keluarga angkat, dan ayah angkat tidak boleh menikahi mantan istri anak angkatnya. Ayat ini turun untuk menghapus anggapan salah tersebut. Anak angkat selamanya tidak akan sama statusnya dengan anak kandung. Selain itu, ayat ini juga mengajarkan bahwa pada tataran ideal, pernikahan dilangsungkan atas keinginan dan persetujuan kedua belah pihak dan mendapat dukungan dari dari kedua keluarga.

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Selanjutnya dalam ayat ini, Allah memperingatkan Nabi-Nya bahwa apa-apa yang terjadi antara Zaid bin Ḥāriṡah dengan Zainab binti Jahsy itu adalah untuk menguatkan keimanan beliau dengan menegaskan kebenaran dan menghilangkan keragu-raguan dari hati orang-orang yang lemah imannya. Allah menyuruh Rasul-Nya supaya memperhatikan ucapannya ketika beliau berkata kepada Zaid bin Ḥāriṡah, “Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah, dan janganlah berpisah dengannya disebabkan kesombongan atau keangkuhannya karena keturunan, sebab perceraian itu akan mengakibatkan noda yang sulit untuk dihapus.”

Nabi sendiri telah mengetahui bahwa Zaid pada akhirnya pasti akan bercerai dengan Zainab. Beliau merasa berat jika hal tersebut menjadi kenyataan, sebab akan menimbulkan berbagai macam tanggapan di kalangan masyarakat. Nabi menyembunyikan di dalam hatinya apa yang Allah nyatakan, karena Nabi sendiri menyadari bahwa beliau sendiri harus dijadikan teladan oleh seluruh umatnya untuk melaksanakan perintah Allah walaupun dengan mengorbankan perasaan. Menurut naluri, manusia biasanya takut kepada sesama manusia, padahal Allah yang lebih berhak untuk ditakuti. Beliau membayangkan bahwa apabila beliau menikah dengan Zainab, bekas istri anak angkatnya, hal itu pasti akan menjadi buah bibir di kalangan bangsa Arab, karena sejak zaman Jahiliah mereka memandang bahwa anak angkat itu sama dengan anak kandung, sehingga mereka melarang menikahi bekas istri anak angkat.

Isi Kandungan Kosakata

1. Al-Khiyarah اَلْخِيَرَة (al-Aḥzāb/33: 36)

Kata al-khiyarah disebut dua kali dalam Al-Qur’an, dalam Surah al-Qaṣaṣ/28: 68, dan dalam ayat ini. Dalam Surah al-Qaṣaṣ/28: 68 terkandung penjelasan bahwa Allah yang menciptakan segala sesuatu sesuai kehendak-Nya dan Dia yang menentukan pilihan. Tidak ada bagi manusia pilihan jika Tuhan telah menetapkan pilihan-Nya. Demikian pula dalam ayat ini, kata al-khiyarah artinya pilihan, dalam arti: tidak sepantasnya seorang mukmin, baik laki-laki atau perempuan, melakukan pilihan, kalau Allah dan rasul-Nya telah menetapkan pilihannya dalam suatu perkara yang penting, karena ketetapan atau pilihan itu akan menjadi ajaran yang harus diikuti oleh orang-orang beriman di belakang hari.

2. Waṭarā وَطَرًا (al-Aḥzāb/33: 37)

Kata waṭar hanya disebutkan dalam ayat ini. Kata waṭar merupakan kata mufrad, jamaknya awṭar, dalam kamus diartikan sebagai hajat dan keinginan (al-hajat wa al-bugyah). Menurut al-Ḥajjāj, al-waṭar adalah puncak kebutuhan yang mengandung cita-cita. Kemudian, kata ini telah menjadi ungkapan yang lazim dalam masalah talak. Seseorang menceraikan istrinya karena tidak membutuhkannya lagi. Jadi, penggunaan kata waṭar dalam rangkaian ayat ini dimaksudkan dengan arti: ketika Zaid bin Ḥariṡah tidak membutuhkan lagi Zainab binti Jahsy (mentalaknya), barulah Allah mengawinkan Nabi Muhammad saw dengannya untuk diketahui dan dimengerti oleh umat Islam bahwa menurut syariat Islam mengawini mantan istri anak angkat adalah halal atau boleh.

3. Khātam al-Nabiyyīn خَاتَم النَّبِيِّيْنَ (al-Aḥzāb/33: 40)

Ada dua qiraat mutawatirah pada kalimat ini, yaitu khātam dan khātim. Kata khātam artinya cincin yang biasa dipakai untuk keindahan. Ada juga unsur menonjol. Sedangkan kata khātim adalah isim fā’il dari khātam. Para mufasir sepakat, bacaan khātam al-nabiyyīn artinya akhir atau pemuncak para nabi (akhir al-nabiyyīn). Nabi Muhammad ditegaskan Allah dalam ayat ini, sebagai nabi terakhir atau penutup. Dengan demikian, ayat ini menyatakan bahwa tidak ada nabi setelah Nabi Muhammad, yang berarti pula tidak ada rasul setelah kerasulan Muhammad, karena kedudukan kerasulan lebih khusus dibandingkan maqam kenabian; rasul lebih istimewa daripada nabi.