v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
Ayat 38 - Surat Al-Aḥzāb (Golongan Yang Bersekutu)
الاحزاب
Ayat 38 / 73 •  Surat 33 / 114 •  Halaman 423 •  Quarter Hizb 43 •  Juz 22 •  Manzil 5 • Madaniyah

مَا كَانَ عَلَى النَّبِيِّ مِنْ حَرَجٍ فِيْمَا فَرَضَ اللّٰهُ لَهٗ ۗسُنَّةَ اللّٰهِ فِى الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ ۗوَكَانَ اَمْرُ اللّٰهِ قَدَرًا مَّقْدُوْرًاۙ

Mā kāna ‘alan-nabiyyi min ḥarajin fīmā faraḍallāhu lah(ū), sunnatallāhi fil-lażīna khalau min qabl(u), wa kāna amrullāhi qadaram maqdūrā(n).

Tidak ada keberatan apa pun pada Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunah Allah pada (nabi-nabi) yang telah terdahulu. Ketetapan Allah itu merupakan ketetapan yang pasti berlaku,

Makna Surat Al-Ahzab Ayat 38
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

Pernikahan dengan Zainab menjadi beban bagi Nabi karena erat kaitannya dengan persoalan yang sangat peka dalam masyarakat. Allah menguatkan hati Nabi untuk menjalani pernikahan tersebut dan menegaskan, “Tidak ada keberatan apa pun pada Nabi Muhammad tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. Allah telah menetapkan yang demikian sebagai sunah, yakni ketetapan-ketetapan Allah pada nabi-nabi yang telah terdahulu. Dan ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Pada ayat ini, Allah menguatkan hukum yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu bahwa tidak ada suatu keberatan apa pun atas Nabi saw apa yang telah menjadi ketetapan Allah baginya untuk mengawini perempuan bekas istri anak angkatnya setelah dijatuhi talak oleh suaminya dan habis masa idahnya. Orang-orang Yahudi sering mencela Nabi Muhammad saw karena mempunyai istri yang banyak, padahal mereka mengetahui bahwa nabi-nabi sebelumnya ada yang lebih banyak istrinya seperti Nabi Daud dan Nabi Sulaiman.

Nabi Muhammad diperintahkan Allah supaya tidak menghiraukan pembicaraan khalayak ramai sehubungan dengan pernikahan beliau dengan Zainab. Ketika Zaid telah menceraikan istrinya, Allah menikahkan Nabi saw dengan Zainab agar tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk menikahi bekas istri anak angkat apabila telah diceraikan. Ketetapan Allah tentang pernikahan Zainab dengan Nabi adalah suatu ketetapan yang sudah pasti.

Diriwayatkan oleh al-Bukhārī dan at-Tirmiżī bahwa Zainab sering membangga-banggakan dirinya di hadapan istri-istri Nabi lainnya dengan ucapan, “Kamu dinikahkan oleh keluargamu sendiri, tetapi saya dinikahkan oleh Allah. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarīr aṭ-Ṭabarī dari Sya’bī bahwa Zainab pernah berkata kepada Nabi, “Saya mempunyai kelebihan dengan tiga perkara yang tidak dimiliki oleh istri-istrimu yang lain, yaitu: kakekku dan kakekmu adalah sama yaitu Abdul Muṭṭalib; Allah menikahkan engkau denganku dengan perintah wahyu dari langit; dan yang ditugaskan menyampaikannya adalah Malaikat Jibril.”

Isi Kandungan Kosakata

1. Al-Khiyarah اَلْخِيَرَة (al-Aḥzāb/33: 36)

Kata al-khiyarah disebut dua kali dalam Al-Qur’an, dalam Surah al-Qaṣaṣ/28: 68, dan dalam ayat ini. Dalam Surah al-Qaṣaṣ/28: 68 terkandung penjelasan bahwa Allah yang menciptakan segala sesuatu sesuai kehendak-Nya dan Dia yang menentukan pilihan. Tidak ada bagi manusia pilihan jika Tuhan telah menetapkan pilihan-Nya. Demikian pula dalam ayat ini, kata al-khiyarah artinya pilihan, dalam arti: tidak sepantasnya seorang mukmin, baik laki-laki atau perempuan, melakukan pilihan, kalau Allah dan rasul-Nya telah menetapkan pilihannya dalam suatu perkara yang penting, karena ketetapan atau pilihan itu akan menjadi ajaran yang harus diikuti oleh orang-orang beriman di belakang hari.

2. Waṭarā وَطَرًا (al-Aḥzāb/33: 37)

Kata waṭar hanya disebutkan dalam ayat ini. Kata waṭar merupakan kata mufrad, jamaknya awṭar, dalam kamus diartikan sebagai hajat dan keinginan (al-hajat wa al-bugyah). Menurut al-Ḥajjāj, al-waṭar adalah puncak kebutuhan yang mengandung cita-cita. Kemudian, kata ini telah menjadi ungkapan yang lazim dalam masalah talak. Seseorang menceraikan istrinya karena tidak membutuhkannya lagi. Jadi, penggunaan kata waṭar dalam rangkaian ayat ini dimaksudkan dengan arti: ketika Zaid bin Ḥariṡah tidak membutuhkan lagi Zainab binti Jahsy (mentalaknya), barulah Allah mengawinkan Nabi Muhammad saw dengannya untuk diketahui dan dimengerti oleh umat Islam bahwa menurut syariat Islam mengawini mantan istri anak angkat adalah halal atau boleh.

3. Khātam al-Nabiyyīn خَاتَم النَّبِيِّيْنَ (al-Aḥzāb/33: 40)

Ada dua qiraat mutawatirah pada kalimat ini, yaitu khātam dan khātim. Kata khātam artinya cincin yang biasa dipakai untuk keindahan. Ada juga unsur menonjol. Sedangkan kata khātim adalah isim fā’il dari khātam. Para mufasir sepakat, bacaan khātam al-nabiyyīn artinya akhir atau pemuncak para nabi (akhir al-nabiyyīn). Nabi Muhammad ditegaskan Allah dalam ayat ini, sebagai nabi terakhir atau penutup. Dengan demikian, ayat ini menyatakan bahwa tidak ada nabi setelah Nabi Muhammad, yang berarti pula tidak ada rasul setelah kerasulan Muhammad, karena kedudukan kerasulan lebih khusus dibandingkan maqam kenabian; rasul lebih istimewa daripada nabi.