وَلَمَّا بَلَغَ اَشُدَّهٗٓ اٰتَيْنٰهُ حُكْمًا وَّعِلْمًا ۗوَكَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ
Wa lammā balaga asyuddahū ātaināhu ḥukmaw wa ‘ilmā(n), wa każālika najzil-muḥsinīn(a).
Ketika dia telah cukup dewasa, Kami berikan kepadanya kearifan dan ilmu. Demikianlah, Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Dan ketika dia telah cukup dewasa, yakni memiliki kematangan dalam berpikir dan jasmani yang kuat, Kami berikan kepadanya karunia kenabian, kekuasaan dan ilmu pengetahuan agama, takwil mimpi, dan rahasia-rahasia segala sesuatu. Demikianlah Kami memberi karunia kepada hamba-Nya sebagai balasan kepada orang-orang yang berbuat baik karena ketaatannya kepada Allah.
Di kala Yusuf mulai dewasa, Allah memberikan pula kepadanya kecerdasan dan kebijaksanaan sehingga ia mampu memberikan pendapat dan pikirannya dalam berbagai macam masalah yang dihadapi. Allah juga memberikan kepadanya ilmu, meskipun ia tidak belajar. Ilmu yang didapat tanpa belajar ini dinamai ilmu ladunni karena ia semata-mata ilham dan karunia dari Allah.
Demikianlah Allah memberi balasan kepada Yusuf yang tidak pernah mengotori dirinya dengan perbuatan keji dan jahat, selalu menjaga kebersihan hati nuraninya, selalu bersifat sabar dan tawakal atas musibah dan bahaya yang menimpanya. Demikianlah Allah membalas setiap insan yang berbuat baik.
Ḥukman wa ‘Ilman حُكْمًا وَعِلْمًا (Yūsuf/12: 22)
Ḥukman wa ‘ilman diartikan dengan kekuasaan dan ilmu. Secara bahasa ḥukm terambil dari (ح – ك – م) yang berarti menahan, mencegah. Ḥikmah dikatakan demikian karena orang yang diberi ḥikmah akan menahan keinginan dirinya (hawa nafsunya) dari mengerjakan sesuatu yang tidak patut. Ḥukm dan ‘ilm pada ayat ini ada yang mengartikan dengan kenabian dan pengetahuan atau pemahaman terhadap ajaran agama. Perbedaan antara keduanya, jika ‘ālim adalah seorang yang mengetahui hakikat sesuatu, sementara hākim adalah seorang yang melakukan satu pekerjaan sesuai dengan tuntutan ilmu yang dia punyai

