قَالَ مَعَاذَ اللّٰهِ اَنْ نَّأْخُذَ اِلَّا مَنْ وَّجَدْنَا مَتَاعَنَا عِنْدَهٗٓ ۙاِنَّآ اِذًا لَّظٰلِمُوْنَ ࣖ
Qāla ma‘āżallāhi an na'khuża illā maw wajadnā matā‘anā ‘indah(ū), innā iżal laẓālimūn(a).
Dia (Yusuf) berkata, “Kami memohon pelindungan kepada Allah dari menahan (seseorang), kecuali siapa yang kami temukan harta kami padanya. Jika kami (berbuat) demikian, sesungguhnya kami benar-benar orang-orang zalim.”
Mendengar permohonan mereka, dia (Nabi Yusuf ) berkata, “Kami selalu memohon perlindungan kepada Allah dari menahan seseorang yang tidak bersalah. Kami tidak menahan kecuali orang yang kami temukan harta kami padanya. Jika kami berbuat demikian, yakni menahan seseorang di antara kamu sebagai ganti Bunyamin, berarti kami orang yang zalim karena menahan orang yang tidak bersalah.”
Lalu Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya bahwa dia melakukan tindakan salah jika melepaskan Bunyamin yang telah terbukti di dalam karungnya ditemukan barang yang hilang itu. Ia berlindung kepada Allah bahwa ia tak mungkin menangkap seseorang kecuali karena telah terbukti mencuri. Seandainya ia menerima usul saudara-saudaranya, berarti ia bertindak tidak adil karena telah menyalahi undang-undang atau peraturan yang berlaku di wilayah kerajaannya.
al-’Azīz الْعَزِيْز (Yūsuf/12: 78)
Jika dilihat dari akar katanya, al-’Azīz terambil dari (ع- ز- ز) yang berarti kuat atau keras. Arḍ ‘azaz adalah tanah atau bumi yang keras. Al-’Izzah adalah satu keadaan dimana seseorang sulit untuk bisa dikalahkan karena kuatnya. Al-’Azīz adalah seorang yang kuat, bisa mengalahkan orang lain, dan tidak terkalahkan. Akar kata di atas bisa juga diartikan dengan sedikit. Sesuatu yang sedikit mempunyai bobot dan nilai yang tinggi. Oleh karena itu, ‘azīz bisa diartikan pula dengan mulia. Ungkapan al-’azīz pada ayat ini adalah julukan bagi pembesar di Mesir pada saat itu. Ada yang mengatakan itu untuk perdana menteri atau menteri yang mengurusi perbendaharaan negara atau menteri urusan logistik. Jabatan ini sangat strategis pada saat itu. Kata al-’azīz pada surah ini terulang sebanyak empat kali yaitu pada ayat 30, 51, 78 dan 88. Pada ayat 30 dan 51, yang dimaksud adalah pembesar Mesir yang membeli Nabi Yusuf dari para pedagang. Sedangkan pada ayat 78 dan 88, yang dimaksud adalah Nabi Yusuf sendiri yang telah menggantikan tuannya—yang membeli dan memeliharanya dulu—sebagai bendahara.

