فَلَمَّا ذَهَبَ عَنْ اِبْرٰهِيْمَ الرَّوْعُ وَجَاۤءَتْهُ الْبُشْرٰى يُجَادِلُنَا فِيْ قَوْمِ لُوْطٍ
Falammā żahaba ‘an ibrāhīmar rau‘u wa jā'athul busyrā yujādilunā fī qaumi lūṭ(in).
Maka, ketika rasa takut telah hilang dari Ibrahim dan kabar gembira telah datang kepadanya, dia pun bermujadalah (berdiskusi) dengan (malaikat) Kami tentang kaum Lut.
Setelah mendengar berita gembira dan penjelasan tentang maksud kedatangan para malaikat, maka ketika itu rasa takut pun hilang dari diri Nabi Ibrahim karena penjelasan para malaikat tentang maksud kedatangan mereka, dan kabar gembira akan kelahiran Ishak dan Yakub telah datang kepadanya, lalu dia pun berdiskusi dengan para malaikat Kami tentang kaum Nabi Lut yang akan diazab oleh Allah.
Setelah Nabi Ibrahim a.s. mengetahui bahwa yang datang kepadanya adalah malaikat utusan Allah, maka dia merasa lega dan hilanglah segala syakwasangka di dalam hatinya. Alangkah bahagianya keluarga Nabi Ibrahim a.s. di kala itu, tidak ada kegembiraan dan kebahagiaan yang melebihinya karena apa yang telah lama diingini dan diidam-idamkan, tiba-tiba dengan karunia dan rahmat Allah dia akan memperoleh seorang anak yang sekaligus telah diberi nama Ishak. Tetapi Nabi Ibrahim a.s. sebagai seorang penyantun dan pengasih dan penyayang terhadap umat manusia, di saat diliputi kegembiraan, ia tidak lupa bahkan ingat kembali akan ucapan para malaikat itu, bahwa mereka diutus Allah untuk membinasakan kaum Luṭ. Terlukislah di dalam ingatannya bagaimana buruknya nasib kaum Luṭ itu, dan bagaimana dahsyatnya malapetaka yang akan menimpa mereka. Rasa bahagia dan gembira dengan sekejap telah berganti dengan rasa cemas dan putus asa. Ia memberanikan dirinya untuk berdebat dengan para malaikat itu, dengan harapan rencana pembinasaan kaum Luṭ itu dapat dibatalkan. Hal itu tersebut dalam firman Allah:
وَلَمَّا جَاۤءَتْ رُسُلُنَآ اِبْرٰهِيْمَ بِالْبُشْرٰىۙ قَالُوْٓا اِنَّا مُهْلِكُوْٓا اَهْلِ هٰذِهِ الْقَرْيَةِ ۚاِنَّ اَهْلَهَا كَانُوْا ظٰلِمِيْنَ ۚ ٣١ (العنكبوت)
Dan ketika utusan Kami (para malaikat) datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengatakan, “Sungguh, kami akan membinasakan penduduk kota (Sodom) ini karena penduduknya sungguh orang-orang zalim.” (al-Ankabūt/29: 31)
Ba’lī بَعْـلِى (Hūd/11: 72)
Ba’l adalah sebutan untuk pasangan laki-laki yang sudah berkeluarga. Bentuk jamaknya adalah bu’ūlat. Ba’l pada mulanya bermakna sesuatu yang tinggi. Orang Arab menamakan sesembahannya dengan kata ba’al karena lebih tinggi dari mereka. Mereka juga menyebut dataran yang paling tinggi dengan ba’1. Kemudian lafaz ba’l ini dinisbahkan kepada seseorang yang menangani secara sempurna kebutuhan setiap orang yang menjadi tang-gungannya. Suami disebut dengan ba’l karena laki-laki (suami) lebih dominan dalam masalah keluarga dan suamilah yang menangani dan mengendalikan urusan istrinya, baik dalam hal mencari nafkah maupun yang lainnya. Ungkapan ini diucapkan oleh Sarah kepada suaminya Ibrahim a. s. atas keajaiban dan keragu-raguan atas kehamilan yang dialaminya.

