v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
User Photo Profile
Al-Quran
Ayat 75 - Surat Hūd (Hud)
هود
Ayat 75 / 123 •  Surat 11 / 114 •  Halaman 230 •  Quarter Hizb 23.75 •  Juz 12 •  Manzil 3 • Makkiyah

اِنَّ اِبْرٰهِيْمَ لَحَلِيْمٌ اَوَّاهٌ مُّنِيْبٌ

Inna ibrāhīma laḥalīmun awwāhum munīb(un).

Sesungguhnya Ibrahim benar-benar penyantun, pengiba, lagi suka kembali (kepada Allah).

Makna Surat Hud Ayat 75
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

Diskusi Nabi Ibrahim dengan Malaikat itu didorong oleh rasa santun dan ibanya kepada manusia. Dan sesungguhnya Nabi Ibrahim adalah sosok orang yang benar-benar penyantun, yakni penyabar dan tidak tergesa-gesa dalam bertindak. Karenanya ia berharap agar azab itu tidak segera diturunkan kepada kaum Nabi Lut, agar ada kesempatan untuk mereka bertobat. Nabi Ibrahim pun pengiba lantaran rasa takutnya ketika menghadap Allah dan munculnya rasa khawatir akan murka Allah dengan menurunkan azab terhadap orang yang berbuat salah, dan dia suka kembali kepada Allah dengan menyerahkan segala urusan hanya kepada-Nya.

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Demikianlah rasa santun dan kasih sayang seorang nabi terhadap umat manusia, terutama Nabi Ibrahim a.s. yang dalam keadaan gembira dan bahagia ia akan memperoleh keinginan dan idaman hatinya yang telah lama dicita-citakannya, yaitu seorang anak laki-laki bernama Ishak dari istri pertama. Di dalam keadaan demikian, biasanya orang lupa akan segala-galanya, tetapi ia tidak melupakan nasib kaum Luṭ yang didengarnya bahwa mereka akan dibinasakan dan ia mohon kepada Tuhannya agar mereka diselamatkan dengan mengemukakan alasan dan harapan agar permohonannya itu dikabulkan. Sesungguhnya Nabi Ibrahim memang benar seorang yang penyantun dan menaruh iba (kasihan) terhadap orang yang ditimpa kemalangan dan selalu berserah diri kepada Tuhannya.

Isi Kandungan Kosakata

Ba’lī بَعْـلِى (Hūd/11: 72)

Ba’l adalah sebutan untuk pasangan laki-laki yang sudah berkeluarga. Bentuk jamaknya adalah bu’ūlat. Ba’l pada mulanya bermakna sesuatu yang tinggi. Orang Arab menamakan sesembahannya dengan kata ba’al karena lebih tinggi dari mereka. Mereka juga menyebut dataran yang paling tinggi dengan ba’1. Kemudian lafaz ba’l ini dinisbahkan kepada seseorang yang menangani secara sempurna kebutuhan setiap orang yang menjadi tang-gungannya. Suami disebut dengan ba’l karena laki-laki (suami) lebih dominan dalam masalah keluarga dan suamilah yang menangani dan mengendalikan urusan istrinya, baik dalam hal mencari nafkah maupun yang lainnya. Ungkapan ini diucapkan oleh Sarah kepada suaminya Ibrahim a. s. atas keajaiban dan keragu-raguan atas kehamilan yang dialaminya.