قَالُوْا لَقَدْ عَلِمْتَ مَا لَنَا فِيْ بَنٰتِكَ مِنْ حَقٍّۚ وَاِنَّكَ لَتَعْلَمُ مَا نُرِيْدُ
Qālū laqad ‘alimta mā lanā fī banātika min ḥaqq(in), wa innaka lata‘lamu mā nurīd(u).
Mereka menjawab, “Sungguh, engkau pasti tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan (syahwat) terhadap putri-putrimu dan engkau tentu mengetahui apa yang (sebenarnya) kami inginkan.”
Mendengar seruan Nabi Lut agar menjadikan perempuan sebagai istri, mereka menjawab, “Sesungguhnya engkau pasti tahu bahwa sejak dahulu hingga sekarang, kami tidak mempunyai keinginan atau ketertarikan terhadap putri-putrimu yang ada di negeri ini yang sudah kami kenal; dan engkau tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki untuk menyalurkan nafsu?” Kami hanya menginginkan lelaki, bukan perempuan. Karena itu, janganlah kauminta kami menikahi perempuan!
Mereka menjawab, “Sesungguhnya kamu sejak dahulu sudah tahu bahwa kami sama sekali tidak mempunyai hasrat untuk mengawini anak-anak perempuanmu itu dan anak-anak perempuan kaummu. Oleh karena itu, janganlah kamu mencoba untuk memalingkan perhatian kami dari pemuda-pemuda itu dengan menyodorkan anak-anak perempuanmu, karena kamu tentu telah mengetahui apa yang sebenarnya kami inginkan.”
Ruknin Syadīd رُكْـنٍ شَدِيْدٍ (Hūd/11: 80)
Rukn terambil dari kata rakana - yarkunu yang berarti sesuatu yang berada di samping untuk dijadikan sandaran kekuatan. Dalam ibadah ada rukun-rukun yang wajib dilaksanakan sebagai kekuatan sah dan tidaknya ibadah yang dilakukan seseorang. Dengan demikian, rukn adalah ungkapan untuk menyatakan sesuatu yang menjadi kekuatan baik berupa benda, kelompok, atau tata cara tertentu. Syadīd adalah sifat dari rukn yang berarti kuat. Dalam ayat ini dijelaskan ungkapan Nabi Lut dalam menghadapi kemungkaran kaumnya dengan mengatakan, “Seandainya aku mempunyai kekuatan dan daya kemampuan untuk menghalangi kamu, atau seandainya aku dapat menjumpai sekumpulan orang-orang yang kuat yang dapat menolong aku dari kejahatan kamu, tentulah akan aku lakukan.”

