قَالُوْا يٰشُعَيْبُ اَصَلٰوتُكَ تَأْمُرُكَ اَنْ نَّتْرُكَ مَا يَعْبُدُ اٰبَاۤؤُنَآ اَوْ اَنْ نَّفْعَلَ فِيْٓ اَمْوَالِنَا مَا نَشٰۤؤُا ۗاِنَّكَ لَاَنْتَ الْحَلِيْمُ الرَّشِيْدُ
Qālū yā syu‘aibu aṣalātuka ta'muruka an natruka mā ya‘budu ābā'unā au an naf‘ala fī amwālinā mā nasyā'(u), innaka la'antal-ḥalīmur-rasyīd(u).
Mereka berkata, “Wahai Syuʻaib, apakah salatmu (agamamu) yang menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang disembah nenek moyang kami atau melarang kami mengelola harta menurut cara yang kami kehendaki? (Benarkah demikian, padahal) sesungguhnya engkau benar-benar orang yang sangat penyantun lagi cerdas?”361)
Setelah Nabi Syuaib memberi peringatan kepada kaumnya, lalu mereka berkata, dengan nada mengejek, sombong, dan angkuh, “Wahai Syuaib! Apakah agamamu yang menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang disembah nenek moyang kami yaitu berhala, atau engkau melarang kami mengelola harta kami menurut cara yang kami kehendaki seperti cara membelanjakan dan cara memperolehnya yang engkau nilai sebagai kecurangan? Mereka memperolok dan menyindir Nabi Syuaib dengan perkataan, “Sesungguhnya engkau benar-benar orang yang sangat penyantun dan pandai menasihati seperti itu kepada kami.” Perkataan ini mereka ucapkan untuk mengejek Nabi Syuaib.
Pada ayat ini, Allah menerangkan reaksi yang dihadapi Nabi Syu’aib a.s. dari kaumnya sebagai bantahan atas dua macam isi dakwahnya itu, yaitu: pertama, supaya mereka menyembah Allah Yang Maha Esa dan tidak boleh mermpersekutukan-Nya dengan menyembah berhala-berhala dan sebagai-nya; kedua, supaya mereka menyempurnakan takaran dan timbangan dan tidak boleh menguranginya.
Terhadap isi dakwah yang pertama, mereka membantah dengan mengatakan, “Apakah salatmu, yang ditimbulkan oleh kekacauan pikiran yang tidak menentu dan perbuatan gila, yang mendorong dan meme-rintahkan kamu supaya kami meninggalkan sembahan kami dari berhala-berhala dan patung-patung yang disembah oleh nenek-moyang kami?” Mereka sengaja menyebutkan salat Syu’aib a.s. karena ia terkenal banyak melakukan salat sehingga menjadi ejekan bagi mereka, karena mereka menyangka bahwa perbuatannya itu adalah perbuatan gila dan kekacauan pikiran yang tidak menentu. Apabila kaumnya melihat ia sedang melakukan salat mereka saling mengedipkan mata dan mentertawakannya, maka salat itu adalah di antara syi’ar-syi’ar agama yang menjadi bahan tertawaan mereka.
Adapun terhadap isi dakwahnya yang kedua, mereka membantah dengan mengatakan, “Apakah salat itu yang memerintahkan kamu supaya melarang dan mengekang kebebasan kami dalam mendayagunakan harta kekayaan kami menurut kepandaian dan kecerdikan dengan segala macam tipu daya sesuai dengan kemauan dan keinginan kami? Sungguh kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi pandai.”
Menurut Ibnu ‘Abbas, pujian kepada Syu’aib a.s. itu merupakan ejekan terhadapnya, sedang yang mereka maksud ialah sebaliknya, yakni lawan dari dua sifat itu. Pendapat ini sesuai dengan percakapan mereka sebelumnya yang sifat dan tujuannya adalah mengejek.
Pendapat lain mengatakan bahwa pujian itu tetap menurut artinya yang asal berdasarkan prasangka mereka semula yaitu sebelum Syu’aib a.s. menyampaikan dakwahnya itu kepada mereka. Seolah-olah mereka mengatakan, “Kamu selama ini sangat penyantun lagi pandai, mengapa sekarang kamu mau menyusahkan kami?” Pendapat ini seirama dengan perkataan kaum Ṡamūd kepada Nabi Saleh a.s. yang diterangkan dalam firman Allah:
قَالُوْا يٰصٰلِحُ قَدْ كُنْتَ فِيْنَا مَرْجُوًّا قَبْلَ هٰذَآ اَتَنْهٰىنَآ اَنْ نَّعْبُدَ مَا يَعْبُدُ اٰبَاۤؤُنَا وَاِنَّنَا لَفِيْ شَكٍّ مِّمَّا تَدْعُوْنَآ اِلَيْهِ مُرِيْبٍ ٦٢ (هود)
Mereka (kaum Ṡamūd) berkata, “Wahai Saleh! Sungguh, engkau sebelum ini berada di tengah-tengah kami merupakan orang yang diharapkan, mengapa engkau melarang kami menyembah apa yang disembah oleh nenek moyang kami? Sungguh, kami benar-benar dalam keraguan dan kegelisahan terhadap apa (agama) yang engkau serukan kepada kami.” (Hūd/11: 62)
Iṣlāḥ اِصْلاَح (Hūd/11: 88)
Iṣlāḥ adalah bentuk mashdar dari kata aṣlaḥa - yuṣliḥu yang berarti memperbaiki atau membuat bagus. Kata ṣalaḥ lawan dari kata fasd (rusak). Dalam pemakaiannya kedua kata tersebut dipakai dalam konteks verbal. Sementara kata aṣ-ṣulḥ biasanya dipakai untuk menghilangkan persengketaan di kalangan manusia. Tetapi jika dipakai oleh Allah, maka kadang-kadang dilakukan dengan melalui proses penciptaan yang sempurna. Kadang-kadang dengan menghilangkan suatu kejelekan atau kerusakan setelah keberadaannya, dan kadang-kadang dengan melalui penegakan hukum (aturan) terhadapnya.
Kata iṣlāḥ yang berasal dari kata ṣalaḥa dengan segala bentuk derivasinya di dalam Al-Qur’an terulang sebanyak 146 kali, berbentuk fiil sebanyak 30 kali, berbentuk ṣulḥ sebanyak 2 kali, berbentuk iṣlāḥ sebanyak 7 kali dan berbentuk muṣliḥ sebanyak 5 kali dan selebihnya berbentuk ṣāliḥ dan ṣāliḥat. Dari data tersebut, bentuk retoriknya dapat dikelompokan menjadi empat yaitu bentuk affirmative (khabari), imperativ (insyā’i) dan bentuk adjective (maṣdar) serta isim fa’il.
Ibrahim Madkour dalam al-Mu’jam al-Wajīz mengatakan bahwa kata iṣlāḥ mengandung dua makna; manfaat dan keserasian serta terhindar dari kerusakan. Jika kata tersebut berbentuk imbuhan maka berarti menghilang-kan segala sifat permusuhan dan pertikaian antara kedua belah pihak dan “aṣlaḥa bainahuma” berarti menghilangkan dan menghentikan segala bentuk permusuhan. Sementara itu, Ibnu Manżūr dalam Lisānul ‘Arab-nya berpendapat bahwa kata iṣlāḥ biasanya mengindikasikan rehabilitasi setelah terjadi kerusakan, sehingga dimaknai dengan iqāmah .
Lafadz iṣlāḥ juga memiliki beberapa sinonim, di antaranya adalah tajdīd (pembaharuan), tagyīr (perubahan) yang keduanya mengarah kepada kemajuan dan perbaikan kondisi. Maka dalam hal ini, iṣlāḥ bertalian erat dengan tugas para rasul seperti apa yang diungkapkan dalam ayat ini, bahwa apa yang diinginkan Nabi Syu’aib a.s. terhadap kaumnya hanyalah mendatangkan kebaikan (iṣlāḥ) sesuai dengan kesanggupannya.
Di samping itu, iṣlāḥ juga merupakan bentuk kesepakatan antara kedua belah pihak yang mengadakan perbaikan dengan jalan damai, baik dalam keluarga, sosial, maupun dalam peperangan dan lain-lain.

