وَاِذَا النُّفُوْسُ زُوِّجَتْۖ
Wa iżan-nufūsu zuwwijat.
apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh),
Dan apabila roh-roh dipertemukan dengan tubuh sehingga manusia hidup kembali dalam suasana yang sama sekali berbeda dari kehidupan dunia. Manusia saat itu bergabung dengan manusia lain yang senasib; penaat bersama penaat, begitupun sebaliknya.
Dan apabila roh-roh dipertemukan kembali dengan tubuh untuk memasuki kehidupan di alam akhirat. Ayat ini mengandung isyarat bahwa roh-roh itu tetap utuh setelah mati dan pada hari Kiamat dikembalikan lagi pada badannya.
Pendapat lain menyebutkan arti ayat ini dengan bertemunya kelompok orang-orang termasuk aṣḥābul-yamīn dengan kelompok aṣḥābusy-syimāl. Ibnu ‘Abbās mengatakan bahwa arti ayat ini adalah dipertemukannya roh orang-orang yang beriman dengan pasangan-pasangannya di surga dan roh orang-orang kafir dipertemukan dengan setan-setan pembantunya.
1. Kuwwirat كُوِّرَتْ (at-Takwīr/81: 1)
Kata kuwwirat adalah fi‘il māḍī mabnī majhūl yaitu kata kerja untuk waktu lampau dalam bentuk pasif. Tetapi fi‘il māḍī dalam Al-Qur’an bukan hanya berarti untuk waktu lampau, tetapi juga berarti taukid yaitu betul-betul terjadi. Ayat 1 yang berbunyi iżāsy-syamsu kuwwirat artinya: jika matahari betul-betul telah digulung. Dalam ungkapan sehari-hari: huwa kawwaral-‘imāmah, artinya dia melilitkan atau melingkarkan sorbannya di kepala. Ayat-ayat pada permulaan Surah at-Takwīr ini menggambarkan keadaan dahsyat pada hari Kiamat, yaitu matahari digulung sehingga menjadi padam seperti masuk dalam lipatan awan, bintang-bintang pun hilang cahayanya, dan hancurlah alam semesta ini. Gunung-gunung menjadi hancur berantakan, laut pun dipanaskan oleh perut bumi dan memancarkan airnya yang bercampur api. Keadaannya sangat dahsyat dan sungguh mengerikan, peristiwa yang luar biasa.
2. Al-Wuḥūsy اَلْوُحُوْشُ (at-Takwīr/81: 5)
Kata al-wuḥūsy adalah bentuk jamak dari waḥsy artinya binatang liar atau binatang buas. Ayat 5 masih dalam rangkaian menerangkan hari Kiamat, keadaan yang kacau balau, gunung-gunung hancur beterbangan, sampai-sampai unta yang bunting pun ditinggalkan. Padahal kebiasaan orang Arab sangat memperhatikan unta yang sedang bunting. Orang-orang menjadi sangat tidak peduli karena bingung memikirkan diri masing-masing. Dalam keadaan demikian, binatang-binatang buas dan liar pun dikumpulkan sehingga menambah rasa takut yang sudah bertumpuk-tumpuk. Bukan hanya binatang buas yang besar-besar seperti banteng, harimau, gajah, singa, badak, dan lain-lain, juga binatang liar yang kecil-kecil seperti ular berbisa, kelabang, kalajengking, dan lain-lain. Sungguh keadaan hari kiamat sangat mencekam sehingga teringatlah setiap orang akan dosa-dosa yang telah dilakukan, yang menimbulkan penyesalan yang sangat besar. Akan tetapi, penyesalan yang datang terlambat ini sudah tidak ada lagi gunanya, hari Kiamat telah datang dan kehidupan dunia sudah berakhir.
3. Al-Mau’ūdah اَلْمَوْءُوْدَ ةُ (at-Takwīr/81: 8)
Kata al-mau’ūdah adalah isim maf‘ūl atau orang yang menjadi objek dari fi‘il wa’ada-ya’idu-wa’dan yang artinya mengubur hidup-hidup. Kebiasaan sebagian orang Arab Jahiliah yang disebut wa’dul-banāt artinya mengubur hidup-hidup bayi perempuan mereka. Kata al-mau'ūdah artinya bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup. Ayat 8 ini masih dalam rangkaian gambaran peristiwa-peristiwa yang terjadi pada hari Kiamat dan hari kebangkitan yaitu bagaimana keadaan bayi-bayi perempuan yang mereka kubur hidup-hidup, dosa apa gerangan sehingga bayi-bayi itu dikubur hidup-hidup. Orang-orang tua bayi-bayi itulah yang sangat besar dosanya mengubur hidup-hidup bayi-bayi mereka, hanya karena bayi-bayi itu lahir berjenis kelamin perempuan dan orang-orang Arab Jahiliah tidak suka pada anak perempuan. Padahal bayi-bayi itu tidak berdosa, baru saja lahir dalam keadaan suci, baru mau menghirup udara kehidupan dunia tetapi langsung dikubur hidup-hidup.

