وَالشَّمْسِ وَضُحٰىهَاۖ
Wasy-syamsi wa ḍuḥāhā.
Demi matahari dan sinarnya pada waktu duha (ketika matahari naik sepenggalah),
Demi matahari dan semburat sinarnya pada pagi hari. Penciptaan matahari, peredarannya pada poros dan orbitnya membuktikan kuasa Allah. Sinarnya yang terang dan panas sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia di bumi.
Allah bersumpah dengan matahari dan cahayanya pada waktu duha yang sangat terang dan kontras dengan sesaat sebelumnya di mana kegelapan menutup alam ini. Kemudian Allah bersumpah dengan bulan yang bertolak belakang dengan matahari, sebab ia bukan sumber cahaya tetapi hanya menerima cahaya dari matahari.
1. Fujūrahā فُجُوْرَهَا (asy-Syams/91: 8)
Kata fujūrahā terdiri dari kata fujūr dan hā ḍamīr (kata kepunyaan orang ketiga tunggal). Adapun kata fujūr adalah isim maṣdar yang berasal dari kata fajara-yafjuru-fajr-fujūr yang berarti membelah atau merobek. Al-Fajr berarti cahaya yang berwarna kemerah-merahan yang muncul pada pagi hari seakan-akan cahaya itu membelah malam (al-Fajr/89: 1, al-Isrā’/17: 78). Dari kata di atas, kemudian lahir makna mengeluarkan, memancar, dan mengalir seperti dalam Surah al-Qamar/54: 12, al-Kahf/18: 33, al-Baqarah/2: 60. Infajaral-mā’ berarti air memancar. Kata al-fujūr juga mempunyai arti berpaling dari kebaikan atau melakukan kemaksiatan seakan-akan seorang fājir telah merobek tirai agama. Makna terakhir ini yang dimaksudkan dalam ayat di atas. Fājir juga berarti orang yang suka melakukan kebohongan. Orang fasik disebut juga dengan fājir. Bentuk jamaknya adalah fujjār. Dari sini lahir makna berzina, fajaratil-mar′ah (perempuan itu telah berzina). Kata ini dengan berbagai bentuk derivasinya terulang sebanyak 24 kali: 10 kali mengandung makna mengalir atau memancar, 8 kali bermakna kemaksiatan yang menyebabkan kepada kekafiran, dan sisanya 6 kali menunjuk pada pengertian asalnya yaitu waktu fajar.
Maksud dari ayat ini adalah bahwa Allah telah mengilhamkan kepada jiwa manusia jalan kedurhakaan dan ketakwaan. Arti dari mengilhami yaitu Allah memberikan potensi dan kemampuan kepada jiwa manusia untuk menelusuri jalan kedurhakaan dan ketakwaan. Dengan potensi itu, manusia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dia mampu mengarahkan dirinya menuju kebaikan atau keburukan dalam kadar yang sama. Kedatangan rasul dan petunjuk lain hanya berfungsi membangkitkan potensi itu, mendorong dan mengarahkannya. Potensi itu telah tercipta sebelumnya, ia telah melekat menjadi tabiat dan masuk ke dalam melalui pengilhaman Ilahi. Tentunya peringkat dan kekuatan kedua potensi ini berbeda antara satu individu dengan individu lainnya.
2. Taqwāhā تَقْوَاها (asy-Syams/91: 8)
Taqwāhā terdiri dari kata taqwā dan ḍamīr (kata kepunyaan orang ketiga tunggal) hā. Kata taqwā adalah isim maṣdar yang berasal dari kata waqā-waqyan-wiqāyah yang secara bahasa berarti memelihara dan menjaga dari sesuatu yang dibenci. Huruf ta' adalah badal (pengganti) dari huruf wau dan wau badal dari huruf ya'. Taqwā (takwa) dalam syariat Islam berarti melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Maksud dari takwa adalah menghindarkan atau memelihara manusia dari siksa api neraka. Segala bentuk kebaikan dan amal yang ditujukan untuk mendekatkan diri pada Sang Pencipta adalah bagian dari takwa. Rajulun taqiyy adalah orang yang karena ketakwaannya dijaga oleh Allah dari sesuatu yang tidak diinginkan. Bentuk jamaknya adalah atqiyā'.
Ayat ini hampir sama dengan pengertian di atas, bahwa selain potensi keburukan, Allah juga telah mengilhami manusia dengan potensi ketakwaan. Potensi inilah yang mengarahkan manusia menuju jalan kebaikan yang diridai Allah. Oleh karena itu, barang siapa yang bisa menyucikan jiwanya dengan senantiasa berbuat ketakwaan, maka sungguh dia telah beruntung.

