يُدَبِّرُ الْاَمْرَ مِنَ السَّمَاۤءِ اِلَى الْاَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ اِلَيْهِ فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهٗٓ اَلْفَ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّوْنَ
Yudabbirul-amra minas-samā'i ilal-arḍi ṡumma ya‘ruju ilaihi fī yaumin kāna miqdāruhū alfa sanatim mimmā ta‘uddūn(a).
Dia mengatur segala urusan dari langit ke bumi, kemudian (segala urusan) itu naik kepada-Nya605) pada hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.
Keteraturan alam membuktikan kekuasaan dan keesaan-Nya. Dia mengatur segala urusan makhluk-Nya dari langit, yakni alam malakut, ke bumi, yakni alam bumi, kemudian urusan itu dibawa naik oleh malaikat kepada-Nya dalam satu hari yang kadar atau lama-nya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.
Hanya Allah-lah yang mengurus, mengatur, mengadakan, dan melenyapkan segala yang ada di dunia ini. Segala yang terjadi itu adalah sesuai dengan kehendak dan ketetapan-Nya, tidak ada sesuatu pun yang menyimpang dari kehendak-Nya itu. Pengaturan Allah dimulai dari langit hingga sampai ke bumi, kemudian urusan itu naik kembali kepada-Nya.
Semua yang tersebut pada ayat ini merupakan gambaran dari kebesaran dan kekuasaan Allah, agar manusia mudah memahaminya. Kemudian Dia menggambarkan pula waktu yang digunakan Allah mengurus, mengatur, dan menyelesaikan segala urusan alam semesta ini, yaitu selama sehari. Akan tetapi, ukuran sehari itu sama lamanya dengan 1000 tahun dari ukuran tahun yang dikenal manusia di dunia ini.
Perkataan seribu tahun dalam bahasa Arab tidak selamanya berarti 1000 dalam arti sebenarnya, tetapi kadang-kadang digunakan untuk menerangkan banyaknya sesuatu jumlah atau lamanya waktu yang diperlukan. Dalam ayat ini bilangan seribu itu digunakan untuk menyatakan lamanya waktu kehidupan alam semesta ini sejak diciptakan Allah pertama kali sampai kehancurannya di hari Kiamat, kemudian kembalinya segala urusan ke tangan Allah, yaitu hari berhisab. Semua itu menempuh waktu yang lama sekali, sehingga sukar bagi manusia menghitungnya.
Dalam ayat yang lain digunakan perkataan ribuan itu untuk menerangkan lamanya waktu yang dibutuhkan seandainya manusia ingin naik menghadap Allah, sekalipun para malaikat hanya perlu sehari saja. Allah berfirman:
تَعْرُجُ الْمَلٰۤىِٕكَة ُ وَالرُّوْحُ اِلَيْهِ فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهٗ خَمْسِيْنَ اَلْفَ سَنَةٍۚ ٤ (المعارج)
Para malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun. (al-Ma’ārij/70: 4)
Ada pula yang berpendapat bahwa maksud ayat ini ialah segala urusan dunia ini kembali kepada Allah di hari Kiamat dalam waktu satu hari, yang sama lamanya dengan 1000 tahun waktu di dunia ini. Sebagian mufasir menafsirkan ayat ini, “Para malaikat naik kepada Allah ke langit dalam satu hari. Jika jarak itu ditempuh oleh selain malaikat, maka ia memerlukan waktu 1000 tahun.”
Rasulullah saw dalam malam mi’rāj pernah naik ke langit bersama malaikat Jibril menghadap Allah. Jarak itu ditempuh dalam waktu kurang lebih setengah malam.
Sulālah min Mā’ Mahīn سُلَالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِيْنٍ (as-Sajdah/32: 8)
Kalimat ini terdiri dari 4 (empat) kata, yaitu sulālah, min, mā’, dan mahīn. Yang pertama (sulālah) terambil dari kata salla yang antara lain berarti mengambil atau mencabut. Bentuk kata sulālah ini mengandung makna keturunan atau sesuatu yang sedikit, sehingga kata ini dapat diartikan sebagai mengambil sedikit. Yang kedua (min) artinya dari, untuk mengung-kapkan asal sesuatu. Yang ketiga (mā’) artinya air, yaitu benda cair yang merupakan salah satu sarana kehidupan. Yang keempat (mahīn) dapat diartikan sebagai lemah. Kata ini juga dapat berarti sedikit. Dengan demikian min mā’ mahīn artinya adalah dari air yang sedikit dan lemah.
Mahīn dapat pula berasal dari kata kerja mahana, yang artinya memerah susu, dan susu yang diperah biasanya memancar dan sedikit. Dari sini dapat dipahami pendapat ulama yang mengatakan bahwa makna mā’ mahīn itu adalah air yang memancar. Selanjutnya dari uraian tersebut dapat disimpul-kan bahwa makna sulālah min mā’ mahīn adalah bahwa asal manusia itu dari air sedikit yang memancar dan lemah.

