۞ اَفَمَنْ يَّعْلَمُ اَنَّمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ مِنْ رَّبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ اَعْمٰىۗ اِنَّمَا يَتَذَكَّرُ اُولُوا الْاَلْبَابِۙ
Afamay ya‘lamu annamā unzila ilaika mir rabbikal-ḥaqqu kaman huwa a‘mā, innamā yatażakkaru ulul-albāb(i).
Apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepadamu (Nabi Muhammad) dari Tuhanmu adalah kebenaran sama dengan orang yang buta? Hanya orang yang berakal sehat sajalah yang dapat mengambil pelajaran.
Usai menjelaskan balasan bagi manusia yang memenuhi dan yang abai atas seruan-seruan-Nya, Allah lalu membandingkan antara orang yang mengetahui kebenaran dengan yang tidak. Bila dibandingkan, maka apakah orang yang mengetahui bahwa apa (Al-Qur'an) yang diturunkan Tuhan kepadamu itu adalah kebenaran, lalu dia beriman kepadanya, sama dengan orang yang buta mata hatinya dan enggan beriman kepadanya? Tentu tidak sama. Hanya orang berakal saja-yang biasa Al-Qur'an sebut dengan Ulul Albab-yang dapat memahami perbandingan tersebut dan mengambil pelajaran darinya.
Pada ayat ini, Allah swt menjelaskan bahwa tidak sama orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepada Muhammad adalah sesuatu yang nyata benarnya dan datang dari Allah dibandingkan dengan orang buta yang tidak memahami dan mempercayainya. Firman Allah:
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَّعَدْلًاۗ
Dan telah sempurna firman Tuhanmu (Al-Qur’an) dengan benar dan adil. (al-An‘ām/6: 115)
Menurut Ibnu ‘Abbās, ayat ini turun berkaitan dengan dua orang, yang seorang mukmin dan yang lainnya kafir, yaitu Hamzah dan Abu Jahal. Apakah (Hamzah) yang percaya dan mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw itu benar, tanpa keraguan lagi, sama dengan (Abu Jahal) yang buta hatinya, dan sama sekali tidak mendapat petunjuk kepada kebaikan? Tentu tidak sama. Hanya orang-orang yang sehat pikirannya saja yang dapat menyadari hal seperti ini, dan yang dapat mengambil manfaat dari perumpamaan-perumpamaan yang dikemukakan Allah swt dalam kitab suci-Nya.
‘Uqba ad-Dār عُقْبَى الدَّار (ar-Ra‘d/13: 24)
Secara kebahasaan, ‘uqba ad-dār berarti tempat terakhir atau akhirat. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat sebelumnya, ‘uqba ad-dār atau tempat kesudahan yang baik (ni‘ma ‘uqba ad-dār/surga ‘adn) akan diperoleh orang yang memenuhi janji, menghubungkan (ṣilah) apa yang diperintahkan Allah swt, takut pada-Nya dan hisab yang buruk, serta orang yang sabar karena mencari keridaan Allah swt, mendirikan salat, dan menginfakkan sebagian rezekinya. Sebaliknya orang yang tidak melaksanakan hal-hal itu akan mendapat ‘uqba ad-dār yang buruk (bi'sa ‘uqba ad-dār/neraka).

