v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
Ayat 25 - Surat Al-Qiyāmah (Hari Kiamat)
القيٰمة
Ayat 25 / 40 •  Surat 75 / 114 •  Halaman 578 •  Quarter Hizb 58.5 •  Juz 29 •  Manzil 7 • Makkiyah

تَظُنُّ اَنْ يُّفْعَلَ بِهَا فَاقِرَةٌ ۗ

Taẓunnu ay yuf‘ala bihā fāqirah(tun).

(karena) mereka yakin akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang sangat dahsyat.

Makna Surat Al-Qiyamah Ayat 25
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

24-25. Dan ada juga wajah-wajah orang kafir pada hari itu muram karena mereka lengah terhadap akhirat. Mereka merasa yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang sangat dahsyat. Dimana mereka tidak dapat mengelak sama sekali.

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Ayat berikut ini menjelaskan bahwa wajah orang-orang kafir pada hari itu muram. Mereka bermuram durja, berwajah masam melambangkan kesedihan dan ketakutan yang luar biasa. Mereka yakin akan ditimpa malapetaka yang dahsyat, sebagaimana firman Allah:

يَّوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَّتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ ۚ فَاَمَّا الَّذِيْنَ اسْوَدَّتْ وُجُوْهُهُمْۗ اَ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْ فَذُوْقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُوْنَ ١٠٦

Pada hari itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram. Adapun orang-orang yang berwajah hitam muram (kepada mereka dikatakan), “Mengapa kamu kafir setelah beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.” (Āli ‘Imrān/3: 106)

Adapun wajah orang-orang mukmin ketika itu menjadi putih berseri mukanya. Mereka berada dalam rahmat Allah (surga) dan kekal di dalamnya, sebagaimana firman-Nya:

وُجُوْه يَّوْمَىِٕذٍ مُّسْفِرَةٌۙ ٣٨ ضَاحِكَةٌ مُّسْتَبْشِرَة ٌ ۚ ٣٩ وَوُجُوْهٌ يَّوْمَىِٕذٍ عَلَيْهَا غَبَرَةٌۙ ٤٠ تَرْهَقُهَا قَتَرَةٌ ۗ ٤١ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْكَفَرَةُ الْفَجَرَةُ ࣖ ٤٢

Pada hari itu ada wajah-wajah yang berseri-seri, tertawa dan gembira ria, dan pada hari itu ada (pula) wajah-wajah yang tertutup debu (suram), tertutup oleh kegelapan (ditimpa kehinaan dan kesusahan). Mereka itulah orang-orang kafir yang durhaka. (‘Abasa/80: 38-42)

Isi Kandungan Kosakata

1. Nāḍirah نَاضِرَةٌ (al-Qiyāmah/75: 22)

Kata nāḍirah adalah isim fā‘il dari naḍara-yanḍuru-naḍran, naḍratan, naḍāratan, yang berarti segar, bagus, cantik. Dari sinilah berkembang makna nāḍirah yang dalam ayat 22 Surah al-Qiyāmah menjadi berseri-seri, yakni pada hari Kiamat ada wajah-wajah yang berseri-seri.

Dalam Al-Qur’an kata nāḍirah hanya sekali disebutkan dan dalam bentuk lainnya juga disebutkan satu kali yaitu dengan kata naḍratan pada Surah al-Insān/76 ayat 11.

2. Nāẓirah نَاظِرَةٌ (al-Qiyāmah/75: 23)

Nāẓirah merupakan bentuk isim fa‘il dari kata kerja naẓara-yanẓuru yang artinya melihat. Dengan demikian, nāẓirah diartikan sebagai yang melihat. Dalam kaitan dengan maknanya pada ayat ini ada dua pendapat yang saling berbeda. Yang pertama memahami bahwa maknanya adalah sebagaimana arti utamanya, yaitu melihat dengan mata kepala. Dengan arti seperti ini, maka ayat tersebut mengisyaratkan bahwa manusia dapat melihat Tuhan kelak di akhirat. Dalam konteks ayat ini sebagian dari kelompok ini menggarisbawahi bahwa melihat yang dimaksud adalah dengan pandangan khusus. Namun sebagian lagi menyatakan bahwa yang dimaksud adalah melihat dengan mata kepala. Pendapat yang terakhir ini didasarkan pada hadis-hadis yang diriwayatkan sekian banyak orang dan berasal dari beberapa sahabat, antara lain Jarīr bin ‘Abdillāh, Abū Hurairah, dan Abū Sa‘īd al-Khudrī. Di antaranya adalah yang diriwayatkan al-Bukhārī dari Jarīr bin ‘Abdillāh bahwa Nabi saw duduk bersama sahabat-sahabat saat bulan purnama, kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhan kamu sebagaimana kamu melihat bulan purnama ini.”

Sementara itu, kelompok kedua memahami nāẓirah bukan dalam arti melihat, tetapi dalam arti menunggu. Arti menanti ini diambil karena juga merupakan salah satu makna dari kata tersebut. Yang dimaksud pada ayat ini adalah menunggu nikmat-nikmat Allah. Pemaknaan seperti ini, menurut mereka, didasarkan pada argumen bahwa mata manusia yang bersifat materi tidak akan mampu melihat Tuhan yang immateri. Selain itu ada pula ayat yang menguatkan pendapat bahwa mata itu tidak dapat menjangkau Tuhan, seperti firman Allah pada Surah al-An‘ām ayat 103, yaitu: “Dia tidak dapat dijangkau oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat menjangkau segala penglihatan, dan Dialah Yang Maha Tersembunyi lagi Maha Mengetahui.”