فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْاُنْثٰىۗ
Fa ja‘ala minhuz-zaujainiż-żakara wal-unṡā.
Lalu, Dia menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan.
37-40. Kalau manusia menduga seperti itu, sungguh itu adalah dugaan yang keliru. Bukankah dia mulanya hanya setetes mani yang ditumpahkan ke dalam rahim, kemudian mani itu setelah bertemu dengan sel telur menjadi sesuatu yang melekat, lalu Allah Yang Mahakuasa menciptakannya dan menyempurnakan kejadiannya, lalu Dia menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan. Begitulah siklus reproduksi manusia yang diberi kesempatan hidup di dunia untuk diberi tugas dan tanggung jawab. Dan pastilah akan dibangkitkan untuk dimintai pertanggung jawaban. Bukankah Allah yang berbuat demikian hebat dan menakjubkan, berkuasa pula menghidupkan orang mati? Kalau manusia masih tetap durhaka, berarti sudah tertutup mata hatinya.
Dalam ayat-ayat ini, Allah mengingatkan kembali tentang asal mula penciptaan manusia, yaitu ia diciptakan dari setetes air mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim). Kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakan, dan menyempurnakannya. Allah juga menjadikan dari padanya sepasang laki-laki dan perempuan.
Ayat ini mengingatkan manusia yang ingkar bagaimana air mani itu diciptakan Allah menjadi daging yang dengannya manusia diciptakan dengan sempurna melalui proses kehamilan. Adalah hal yang mudah juga bagi Allah menghidupkan manusia, kemudian mematikan dan menghidupkannya kembali.
Sperma laki-laki dan sel telur perempuan bercampur menjadi satu sehingga tercipta manusia yang sempurna, lengkap dengan penglihatan dan pendengaran, baik dari jenis laki-laki maupun perempuan. Maka apakah manusia tidak pernah memikirkan bahwa sang Pencipta dari segala proses kejadian itu mampu pula menghancurkan dunia ini kemudian menciptakan hari Kiamat serta manusia yang telah mati dibangkitkan hidup kembali?
Ini suatu penegasan bagi manusia yang mau berpikir andaikata masih ragu-ragu tentang kekuasaan Allah untuk menghidupkan kembali manusia yang telah mati.
1. At-Tarāqī التَّرَاقِى (al-Qiyāmah/75: 26)
At-Tarāqī merupakan bentuk jamak dari kata tarquwah, yang artinya lubang yang terdapat di kerongkongan untuk pernapasan dan saluran makanan. Pada ayat ini, kata ini dikaitkan dengan fenomena yang dialami manusia ketika roh dicabut dan dipisahkan dari raganya. Dalam proses pencabutan itu, roh merambat naik dari kaki ke atas, dan fase akhir dari kehidupan seseorang ditandai dengan sampainya roh ke tarāqī tersebut. Pada saat seperti ini, seseorang yang mengalaminya disebut sedang berada dalam keadaan sakaratulmaut, dan pernapasannya akan terdengar bergetar, yang dalam bahasa Arab disebut yugargir. Inilah batas akhir dari diterimanya tobat seseorang.
2. Sudān سُدًى (al-Qiyāmah/75: 36)
Sudā maknanya adalah diremehkan atau disia-siakan. Ayat ini mengisyaratkan bahwa manusia itu tidak akan diremehkan atau disia-siakan. Makna yang demikian memberikan pemahaman bahwa manusia itu merupakan makhluk istimewa dan bukan sesuatu yang diremehkan di sisi Allah. Manusia adalah makhluk terhormat yang tidak akan dibiarkan begitu saja. Pemahaman demikian membawa pada kesimpulan bahwa tujuan penciptaan manusia itu adalah sedemikian pentingnya, sehingga mereka mendapatkan segala kasih sayang dan perhatian utama dari Allah. Selain itu, demi menjaga keseimbangan dalam prilaku dan perbuatan, manusia yang bukan makhluk remeh itu akan dibangkitkan kelak setelah kematiannya. Tujuan penciptaan manusia adalah sebagai khalifah dan sekaligus untuk beribadah kepada Allah. Ini adalah tujuan yang mulia, karena mengemban misi dari-Nya untuk mengelola bumi. Seandainya manusia diciptakan tanpa tujuan, maka penciptaan dan kejadiannya tentu tidak perlu dengan proses yang rumit dan berfase-fase. Tuhan tentu tidak melakukan semua ini dengan sia-sia. Oleh karena itulah, manusia bukan makhluk yang akan diremehkan atau disia-siakan.

