اَلَيْسَ ذٰلِكَ بِقٰدِرٍ عَلٰٓى اَنْ يُّحْيِ َۧ الْمَوْتٰى ࣖ
Alaisa żālika biqādirin ‘alā ay yuḥyiyal-mautā.
Bukankah (Allah) itu kuasa (pula) menghidupkan orang mati?
37-40. Kalau manusia menduga seperti itu, sungguh itu adalah dugaan yang keliru. Bukankah dia mulanya hanya setetes mani yang ditumpahkan ke dalam rahim, kemudian mani itu setelah bertemu dengan sel telur menjadi sesuatu yang melekat, lalu Allah Yang Mahakuasa menciptakannya dan menyempurnakan kejadiannya, lalu Dia menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan. Begitulah siklus reproduksi manusia yang diberi kesempatan hidup di dunia untuk diberi tugas dan tanggung jawab. Dan pastilah akan dibangkitkan untuk dimintai pertanggung jawaban. Bukankah Allah yang berbuat demikian hebat dan menakjubkan, berkuasa pula menghidupkan orang mati? Kalau manusia masih tetap durhaka, berarti sudah tertutup mata hatinya.
Ayat ini merupakan jawaban dari semua itu, bahwa bukankah Allah yang berbuat demikian, berkuasa pula menghidupkan orang yang telah mati? Maksud pernyataan ini adalah apakah Zat yang menciptakan makhluk yang sempurna dari setetes air mani itu tidak sanggup mengembalikan orang yang sudah meninggal? Justru yang demikian itu lebih mudah bagi-Nya. Begitulah Allah menegaskan dalam firman-Nya:
وَهُوَ الَّذِيْ يَبْدَؤُا الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيْدُهٗ وَهُوَ اَهْوَنُ عَلَيْهِۗ وَلَهُ الْمَثَلُ الْاَعْلٰى فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ࣖ ٢٧
Dan Dialah yang memulai penciptaan, kemudian mengulanginya kembali, dan itu lebih mudah bagi-Nya. Dia memiliki sifat yang Mahatinggi di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana. (ar-Rūm/30: 27)
Dalam beberapa hadis disebutkan bahwa bila selesai membaca surah ini, Rasulullah saw berdoa:
إِنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَرَأَ: ﴿اَلَيْسَ ذٰلِكَ بِقٰدِرٍ عَلٰٓى اَنْ يُّحْيِ َۧ الْمَوْتٰى ﴾ قَالَ: سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَبَلَى. (رواه ابن مردويه عن أبي هريرة)
Sesungguhnya Rasulullah saw selepas membaca Surah al-Qiyāmah, memanjatkan doa, “Subḥānaka Allahumma wa balā” (Maha Suci Engkau ya Allah dan Engkaulah yang Mahakuasa). (Riwayat Ibnu Mardawaih dari Abū Hurairah)
Demikian pula bila selesai membaca Surah at-Tīn, beliau berdoa:
قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ قَرَأَ مِنْكُمْ ﴿وَالتِّيْنِ وَالزَّيْتُوْن ِ﴾ فَانْتَهَى إِلَى آخِرِهَا ﴿أَلَيْسَ اللّٰهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِيْنَ ﴾ فَلْيَقُلْ: »بَلَى وَاَنَا عَلَى ذَلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ ḍ. وَمَنْ قَرَأَ ﴿لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ﴾ فَانتَهَى إِلَى ﴿أَلَيْسَ ذَلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى﴾ فَلْيَقُل: »بَلَىḍ. وَمَنْ قَرَأَ ﴿وَالْمُرْسَل اتِ﴾ فَبَلَغَ ﴿فَبِأَيِّ حَدِيْثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُوْنَ﴾ فَلْيَقُلْ: »آمَنَّا بِاللّٰهِḍ. (رواه أحمد وأبو داود والترمذي وابن المنذر وابن مردويه والبيهقي والحاكم وصححه عن أبي هريرة)
Rasulullah bersabda: Siapa saja yang membaca Surah at-Tīn sampai selesai, hendaklah ia berdoa, “Balā wa'ana ‘alā żālikum minasy-syāhidīn” (Ya , saya bersaksi atas hal tersebut). Dan siapa yang membaca Surah al-Qiyāmah sampai akhir, hendaklah ia berdoa, “Balā” (ya, Engkaulah yang Mahakuasa). Dan siapa yang membaca Surah al-Mursalāt hingga akhir, hendaklah ia berdoa, “Āmannā billāhi” (kami beriman kepada Allah). (Riwayat Aḥmad, Abū Dāwud, at-Tirmiżī, ibnu al-Munżir, Ibnu Mardawaih, al-Baihaqī, dan disahihkan oleh al-Ḥākim dari Abū Hurairah)
Doa-doa di atas dibaca Rasulullah setelah membaca ayat-ayat seperti ini ketika di luar salat. Sedangkan ketika dalam salat, beliau tidak melakukannya dan tidak terdapat keterangan atau dalil tentang hal itu.
1. At-Tarāqī التَّرَاقِى (al-Qiyāmah/75: 26)
At-Tarāqī merupakan bentuk jamak dari kata tarquwah, yang artinya lubang yang terdapat di kerongkongan untuk pernapasan dan saluran makanan. Pada ayat ini, kata ini dikaitkan dengan fenomena yang dialami manusia ketika roh dicabut dan dipisahkan dari raganya. Dalam proses pencabutan itu, roh merambat naik dari kaki ke atas, dan fase akhir dari kehidupan seseorang ditandai dengan sampainya roh ke tarāqī tersebut. Pada saat seperti ini, seseorang yang mengalaminya disebut sedang berada dalam keadaan sakaratulmaut, dan pernapasannya akan terdengar bergetar, yang dalam bahasa Arab disebut yugargir. Inilah batas akhir dari diterimanya tobat seseorang.
2. Sudān سُدًى (al-Qiyāmah/75: 36)
Sudā maknanya adalah diremehkan atau disia-siakan. Ayat ini mengisyaratkan bahwa manusia itu tidak akan diremehkan atau disia-siakan. Makna yang demikian memberikan pemahaman bahwa manusia itu merupakan makhluk istimewa dan bukan sesuatu yang diremehkan di sisi Allah. Manusia adalah makhluk terhormat yang tidak akan dibiarkan begitu saja. Pemahaman demikian membawa pada kesimpulan bahwa tujuan penciptaan manusia itu adalah sedemikian pentingnya, sehingga mereka mendapatkan segala kasih sayang dan perhatian utama dari Allah. Selain itu, demi menjaga keseimbangan dalam prilaku dan perbuatan, manusia yang bukan makhluk remeh itu akan dibangkitkan kelak setelah kematiannya. Tujuan penciptaan manusia adalah sebagai khalifah dan sekaligus untuk beribadah kepada Allah. Ini adalah tujuan yang mulia, karena mengemban misi dari-Nya untuk mengelola bumi. Seandainya manusia diciptakan tanpa tujuan, maka penciptaan dan kejadiannya tentu tidak perlu dengan proses yang rumit dan berfase-fase. Tuhan tentu tidak melakukan semua ini dengan sia-sia. Oleh karena itulah, manusia bukan makhluk yang akan diremehkan atau disia-siakan.

