فَاِذَا بَرِقَ الْبَصَرُۙ
Fa iżā bariqal-baṣar(u).
Apabila mata terbelalak (ketakutan),
7-10.Atas pertanyaan kaum pendurhaka yang tujuannya untuk mengejek maka ayat ini menegaskan ancamannya kepada mereka. Maka apabila mata terbelalak karena ketakutan, dan bulan pun telah hilang cahayanya, lalu matahari dan bulan dikumpulkan, dan saat itulah Kiamat terjadi. Pada hari itu manusia berkata, “Kemana tempat lari untuk menyelamatkan diri?” Sama sekali tidak ada tempat yang aman.
Dalam ayat-ayat ini, Allah menerangkan tiga hal tanda kedatangan hari Kiamat, yakni:
1. Apabila mata terbelalak (karena ketakutan). Pada waktu itu, mata tidak sanggup menyaksikan sesuatu hal yang sangat dahsyat. Dalam ayat lain tercantum makna yang sama, yakni:
مُهْطِعِيْ نَ مُقْنِعِيْ رُءُوْسِهِمْ لَا يَرْتَدُّ اِلَيْهِمْ طَرْفُهُمْ ۚوَاَفْـِٕدَتُ هُمْ هَوَاۤءٌ ۗ ٤٣
Mereka datang tergesa-gesa (memenuhi panggilan) dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong. (Ibrāhīm/14: 43)
2. Apabila bulan telah hilang cahayanya untuk selama-lamanya, bukan seperti keadaan waktu gerhana bulan yang hanya berlangsung sebentar saja.
3. Matahari dan bulan dikumpulkan. Artinya matahari dan bulan saling bertemu, keduanya terbit dan terbenam pada tempat yang sama, menyebabkan gelapnya suasana alam semesta ini. Padahal keadaan begitu tidak pernah terjadi, masing-masing berada dalam posisi yang telah ditentukan. Allah berfirman:
لَا الشَّمْسُ يَنْۢبَغِيْ لَهَآ اَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا الَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ ۗوَكُلٌّ فِيْ فَلَكٍ يَّسْبَحُوْنَ ٤٠
Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yāsīn/36: 40)
Pada saat itulah manusia yang kafir menyadari betapa janji Allah menjadi kenyataan. Semua orang berusaha hendak menyelamatkan diri.
Menurut kajian ilmiah, skenario kiamat ada bermacam-macam, ada yang berupa skenario besar (Grand Scenario), ada pula skenario “lokal” walaupun dampaknya bisa universal dan berpengaruh kepada seluruh alam semesta. Pada Grand Scenario sistem alam semesta mengalami suatu perubahan sistem yang memburuk bahkan bisa secara drastis sehingga alam semesta sebagai sistem menjadi ambruk dan kiamat datang.
Skenario jenis kedua bersifat “lokal”, artinya hanya terjadi di salah satu galaksi atau tata surya. Besar kemungkinan bahwa kejadian ini berlangsung di galaksi Bima Sakti atau bahkan di tata surya kita, di mana manusia berada. Salah satu skenario yang mungkin adalah mengarahnya lubang hitam (black hole) ke tata surya kita. Bila anggota tata surya kita, termasuk planet bumi, dikenai lubang hitam, yang berarti akan tersedot gravitasi yang sangat kuat, maka semua yang ada di permukaan bumi termasuk manusia akan terangkat kemudian kaki-kakinya akan terlepas dan akhirnya tubuh manusia akan tercerai-berai hingga enam puluh empat bagian. Sedangkan pada saat yang sama, matahari akan tersedot, termasuk energi nuklirnya hingga habis, sedangkan planet seluruh anggota tata surya kita dan matahari juga akan bersama-sama tersedot, hingga akan menyatu karena sedotan gravitasi yang sangat kuat. Jelaslah bahwa cahaya bulan dan tentu saja cahaya sumbernya yaitu matahari akan menghilang. Maka seluruh tata surya kita akan lebur sehingga mengganggu keseimbangan galaksi kita, dan akibat universalnya, keseimbangan Bima Sakti ini akan berdampak pada keseimbangan posisi dan energi alam semesta, sehingga kiamat hanyalah soal waktu.
1. An-Nafsul-Lawwāmah النَّفْسُ اللَّوَّامَةُ (al-Qiyāmah/75: 2)
Kata al-nafs berasal dari fi‘il (kata kerja) nafasa yang berarti “bernapas”. Arti kata tersebut berkembang, sehingga ditemukan arti-arti yang beraneka ragam seperti: menghilangkan, melahirkan, bernapas, jiwa, roh, darah, manusia, diri, hakikat, dan sebagainya.
Kata an-nafs dengan segala bentuknya terulang 313 kali di dalam Al-Qur’an, termasuk dalam Surah al-Qiyāmah ayat 2. Sebanyak 72 kali di antaranya disebut dalam bentuk nafs yang berdiri sendiri.
Sedangkan kata lawwāmah terambil dari kata: lāma-yalūmu-lawman yang berarti “mengecam”. Yang dimaksud di sini adalah menyesal sehingga mengecam diri sendiri. Kata lawwāmah hanya satu kali disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu pada Surah al-Qiyāmah ayat 2.
Dengan demikian, maka makna kata an-nafsul-lawwāmah dalam Surah al-Qiyāmah ayat 2 diartikan jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri. Jiwa yang menyandang sifat an-nafsul-lawwāmah berada di antara dua jiwa lainnya, yaitu al-muṭmainnah, yakni yang selalu patuh kepada tuntunan Allah dan merasa tenang dengannya, dan al-ammārah, yakni yang selalu durhaka dan mendorong pemiliknya untuk membangkang perintah Allah dan mengikuti nafsunya.
2. Banānahu بَنَانَهُ (al-Qiyāmah/75: 4)
Kata banānahu terdiri dari dua kata, yaitu banān dan al-hā' (kata ganti kepunyaan orang ketiga tunggal), yang berarti jari-jarinya. Kata banān adalah bentuk jamak dari banānah, yang berarti jari, ujung jari. Yang dimaksud dalam Surah al-Qiyāmah/75: 4 ini adalah tulang-tulang kecil yang terdapat pada ujung jari-jari kaki dan tangan.
Kata banānahu hanya satu kali disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu pada Surah al-Qiyāmah/75: 4. Sedangkan dalam bentuk berdiri sendiri tanpa disandarkan dengan kata lain, yaitu banān juga disebutkan hanya 1 kali dalam Al-Qur’an yaitu pada Surah al-Anfāl/8: 12.
3. Ma‘āżīrahu مَعَاذِيْرَهُ (al-Qiyāmah/75: 15)
Kata ma‘āżīrahu terdiri dari dua kata yaitu ma‘āżīr dan al-hā' (kata ganti kepunyaan orang ketiga tunggal), yang berarti alasan-alasannya atau argumentasi-argumentasinya. Kata ma‘āżīr adalah bentuk jamak dari kata ma‘żirah. Kata ini pada mulanya digunakan dalam arti alasan atau argumentasi, kemudian kata ini digunakan dalam arti upaya menutupi atau memberi argumentasi untuk menampik kecaman atau siksaan.
Kata ma‘żirah dengan beberapa bentuk lainnya disebutkan dua belas kali dalam Al-Qur’an, antara lain disebutkan dalam Surah (al-Qiyāmah) ayat 15, yaitu dengan kata ma‘āżīrahu. Dari ayat-ayat tersebut, sebagian besar maknanya adalah suatu alasan yang ditujukan kepada Allah dan nabi-Nya supaya dapat dikeluarkan dari api neraka atau dimaafkan dari kesalahan. Akan tetapi, kata ma‘żirah atau ‘użur digunakan untuk pemberian alasan yang tidak dapat diterima Allah.

